54. Envelope

nas's notes: hiii i'm back! terima kasih banyak yaa untuk teman-teman readers yang rajin vomments dan juga terima kasih untuk 94k views-nya.

jangan lupa vomments. kalau prefer baca secara offline, bisa diaktifkan dulu dan vote terus baru matikan lagi paket datanya.

sebelum lanjut baca, boleh minta tolong yang kemarin belum vomment part 52 bisa balik dan vomment? karena angkanya jomplang dengan part sebelum dan sesudah dan enggak achieve target :((

ada announcement lagi, ada beberapa part yang aku revisi dan tambahkan extra part juga. aku kerap tag pembaca yang aktif untuk mengetahui update-nya. mohon maaf yaa kalau aku tiba-tiba suka muncul lebih banyak di notif dengan revisian atau nambahin part bonus :"))

terima kasih banyak dan selamat membacaa!

.





.





.

Jakarta, Indonesia
July 30th, 2026

Akhirnya setelah tujuh menit menunggu, Giandra pun datang ke tempat dimana ia, Sura, dan Nicholas akan bertemu sebelum pergi selama dua minggu—Hanya Giandra, Sura akan menghabiskan waktu lebih lama sembari WFA mengikuti jam Indonesia dan berpacaran mengikuti jam Jerman.

"Kamu bawa jaket?"

Giandra hanya menggeleng saat ditanya oleh Nicholas. Ia sendiri hanya membawa sweater, cardigan, dan syal. Kemudian Nicholas membuka jaket yang ia kenakan dan memakaikannya pada Giandra. Jaket kulit berwarna cokelat tesebut terlihat sedikit kebesaran dan menepuk pelan pundak Giandra.

"Good," ucap Nicholas saat melihat Giandra sudah mengenakan jaket miliknya.

"Terima kasih, Kak Nicky."

"No worries. Sekarang kamu peluk aku," pinta Nicholas sembari membentangkan tangannya sedikit agar tidak terlalu mencolok, "peluk aku. Kita akan berpisah dalam waktu yang lama."

"Tidak juga. Lihat saja aku akan muncul secara tiba-tiba di samping tempat tidurmu." Giandra merespon dan langsung memeluk Nicholas dengan erat. Saat wanita muda itu memeluk Nicholas, hidungnya tampak menangkap wangi parfum kacang dan kamomil yang dipakai oleh lelaki muda itu.

"Apakah kamu habis makan kue kacang tanpaku?" ujar Giandra sembari tersenyum jahil. Pikirannya tampak membayangkan kue kering kacang yang biasanya tersaji dalam toples kaca.

"Tidak, tetapi Sura memang bawa kue kacang untuk Fabian."

"Wangimu enak," puji Giandra dan kemudian tertawa sedikit.

Mendengar pujian soal wangi tubuhnya, lelaki itu menaikkan sudut bibirnya dan berbisik dekat telinga Giandra. "Aku menaruh beberapa lembar euro di saku dalam. Tolong beli sesuatu yang enak atau yang kamu suka."

"Tidak," ucap Giandra yang mencoba untuk meraih kantung dalam jaket tersebut. Akan tetapi, Nicholas langsung menahan tangan wanita muda itu.

"Tidak apa-apa, Sayangku. Pakailah uangku." Nicholas berujar sembari menepuk sedikit ujung kepalanya Giandra. "I love you."

Tanpa ragu, Giandra langsung mengecup salah satu pipi pria tersebut dan tersenyum, "I love you too."

"Beli apapun yang kamu mau." Nicholas berujar dengan iris hijau kebiruannya yang tetap memandangi wajah Giandra.

"Kak, bahkan aku belum mengembalikan kartu debitmu dan aku hanya memakainya untuk membayar hotel."

Nicholas masih saja memandangi wajah Giandra dan mengusap pipinya. "Tidak apa-apa. Pakai lagi, ya, Sayangku."

Sura yang sedari tadi fokus memandangi Giandra dan Nicholas pun hanya tertawa kecil. "Kak, Giandra harus pergi. Kalian bisa melanjutkannya di WhatsApp atau Zoom," ujar Sura yang mencoba untuk mengingatkan.

"Giandra harus pergi atau kamu yang tidak sabar ingin bertemu dengan pacarmu?" ucap Nicholas dengan nada yang sedikit mengejek.

"Keduanya!" balas Sura pada kakaknya. "Selama ini kalian selalu bertemu setelah bekerja atau untuk pekerjaan. Saat kalian sudah jadi pasangan, kalian tak mau dipisahkan untuk sementara."

"Kamu benar," ucap Giandra yang mencoba untuk melirik papan informasi yang mencantumkan waktu keberangkatan. Ia menyadari bahwa ia dan Sura masih memiliki banyak waktu untuk menjelajahi bandara hingga mencapai gate, "yuk, Sura."

Lelaki itu hanya tersenyum saat melihat Sura dan Giandra yang tampak bersiap untuk meninggalkannya. "Tolong kirim kabar jika sudah sampai. Paspor Giandra tidak sekuat paspormu, Sura."

Giandra menghembuskan nafas dengan berat dan melirik Nicholas. "Kelebihanmu hanyalah memiliki paspor diplomatik. Selebihnya kita sama saja—sama-sama rakyat dari paspor terlemah tak berdaya ini."

"Paspor lemah, tetapi Giandra lebih sering bulak balik Amerika Serikat, Australia, dan Singapura seperti pebisnis daripada aku yang punya paspor Inggris," sanggah Sura sembari menarik lengan Giandra. Ia melirik lagi pada kakaknya, "jangan khawatir. Aku akan mengabari ayah bunda."

Akhirnya pada pukul lima sore, Giandra sudah duduk dengan tenang dari kursi kelas bisnis Etihad Airways. Sura sudah mulai asik memilih film apa yang akan ia habiskan selama penerbangan. Tangan Giandra pun mencoba untuk mengatur kursinya. Pikirannya mulai teringat dengan amplop yang diberikan oleh Mama Frida melalui supirnya. Ia merogoh tas dan mengeluarkan amplop tersebut.

Giandra Euphrasia Anindyaswari Soerjapranata.

Mata Giandra tampak memandang nama lengkapnya yang tertulis tepat di tengah amplop. Mama Frida senang menulis nama lengkap penerima surat dengan tulisan tangannya yang indah. Hanya saja, Giandra merasa bahwa neneknya itu terlalu repot memperlakukan surat pribadi seperti surat resmi.

Tangan Giandra langsung mengambil selembar kertas kecokelatan dari amplopnya. Kertas tersebut mengingatkannya dengan kertas cetakan khusus untuk setiap surat yang dikirim dari kediaman keluarga Hadiwiryono. Giandra ingat bahwa kertas tersebut kerap diberikan oleh mom untuk menggambar agar tenang, namun papa, Arya Hadiwiryono, menggunakannya untuk mengirim pesan atau cek.

Pada bagian bawah kertas, terdapat nama yang tercetak pada bagian bawah. Arya, Frida, Hayu, Raya, Kirana, and Anindya. Persis dengan kertas lama yang dahulu ia gunakan dan papa membiarkan Giandra kecil untuk menggambar apapun yang ia inginkan dari kertas tebal tersebut.

Kini matanya melihat sebuah tulisan tangan yang ditulis dengan tinta biru yang begitu rapi. Benar-benar tulisan mama yang selalu terlihat familiar.

My Dearest Anindya,

Senang mengetahui bahwa saat ini kamu berangkat menuju Munich. Mama harap semoga operasimu berjalan dengan lancar dan keadaanmu pasca operasi nanti akan segera membaik.

Maaf mama tidak bisa memberikan banyak bantuan, apalagi menemanimu. Mama hanya memberikanmu sedikit untuk uang sakumu pada rekening bankmu.

Jika kondisimu sudah membaik dan kamu sudah sampai Jakarta, datanglah ke rumahku. I love you.

Hugs and kisses,

Mama.

Kini Giandra hanya menghela nafas dan ingat saat ia melihat notifikasi transfer yang masuk pada aplikasi mobile banking-nya yang masuk pada pukul empat sore, tepat saat ia baru saja sampai di depan gate. Tadi ia melihat uang dalam jumlah banyak masuk ke rekeningnya dan berasumsi bahwa Mama Frida takut bahwa Giandra tidak pulang atau tidak membeli sesuatu yang menarik di Jerman karena kekurangan uang.

Giandra bersyukur, namun ia juga bingung. Kemudian iris cokelat milik Giandra langsung melirik pada Sura yang masih mencari tontonan dari on flight entertainment-nya. Sura mencari apa yang akan ia tonton seperti kompetisi serius.

Sadar bahwa Giandra memandanginya, Sura pun tersenyum tipis. "Aku sudah mencari film sedari tadi. Ada rekomendasi?"

"Bagaimana kalau film lama? Tadi aku melihat The Devil Wears Prada atau The Proposal, deh."

TBC

Published on November 24, 2024

nas's notes: kalau part 52 dan part ini sudah masuk 40 vote, aku rilis part bonus, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top