50. Wünschen
nas's notes: hiii aku update lagii! akhirnya cerita ini sudah memasuki 85k views dan terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah mampir untuk baca dan meninggalkan vomments. maaf aku sudah tidak seaktif dulu karena jadwalku akhir-akhir ini padat sekali :((
meskipun begitu, aku suka bacain review di x atau komentar-komentar dari kalian. habis baca review atau komentar, seketika aku tergerak untuk mencicil :")
jangan lupa vomments dan kalau suka baca secara offline, bisa dinyalakan dulu paket datanya terus vote dan matikan lagi yaa.
terima kasih banyak dan selamat membaca~
.
.
.
Jakarta, Indonesia
2018
"Permintaan apa yang kamu maksud, Hiram?"
Mendengar Remus yang mulai menyodorkan pertanyaan pada Hiram, lelaki itu hanya mengenakan kacamata dan membaca buku catatan miliknya. Tampaknya Hiram sudah merencanakan beberapa hal yang akan menarik perhatian Remus untuk menyimak dengan serius.
Sorot mata Hiram yang terbingkai dari kacamata tampak menatap langsung pada Remus. "Aku ingin meminjam namamu."
"Kamu ingin mengambil kredit mobil dengan namaku?" tanya Remus yang mencoba menebak maksud dari permintaan sahabatnya dengan lelucon. Remus tahu bahwa Hiram tidak akan mengambil kredit untuk apapun, bahkan mobil, dan Hiram pun menanggapinya dengan gelak tawa.
"Tidak, lah, aku ingin menjadikan kamu sebagai wali untuk putriku," ucap Hiram yang menaikkan sudut bibirnya, "tentu saja bukan wali nikah. Ayahku masih ada di Singapura, namun aku memintamu untuk ... to be my proxy behalf me for my daughter? I need you to be my child's guardian."
Remus hanya menaikkan alisnya. Ia mulai mencerna pikirannya tentang konsep menjadikan dirinya semacam wali untuk anak sahabatnya. Lantas bagaimana dengan Kirana? Kirana masih sehat dan tidak ada masalah apapun. Bahkan Kirana kerap menemani Giandra untuk latihan menembak, melukis, atau melakukan apapun yang selalu menjadi ketertarikan keluarga tersebut. "Maksudmu apa, Hiram?"
"Aku tidak asal bicara. Aku sudah membicarakan ini dengan Kirana. Aku tidak memiliki siapapun yang bisa memperhatikan Anindya. Aku tidak memiki siapapun selain ayahku dan, sayangnya, ayahku memilih untuk pindah ke Singapura dan bekerja di sana. Kirana juga tak yakin bahwa orang tuanya bisa memperhatikan Anindya—bahkan kakaknya Kirana, Raya, tampaknya hampir tak pernah pulang ke Jakarta." Hiram tampak berusaha untuk menjelaskan agar Remus dapat mengerti.
"Kenapa aku?" tanya Remus dengan perasaan ragu. "Ah, maksudku, kamu bisa mempercayakan Rania. Bahkan aku merasa Rania lebih kompeten dariku."
Hiram tahu bahwa Remus masih terlihat menunjukkan keraguannya, bahkan tak yakin, dengan permintaan yang ia ajukan. Kirana dan ia sudah memikirkan ini secara matang dan mereka tak dapat membayangkan bahwa anak mereka satu-satunya akan menjadi tanggung jawab orang lain selain Remus (dan Ingrid tentu saja). Rania yang dimaksud oleh kedua pria itu ialah Rania Airlangga-Hassan dan wanita itu juga telah mengenal Giandra sejak kecil.
Hanya saja, tampaknya Hiram memiliki alasan yang lebih sentimental.
"I see you in my daughter—she is so ambitious and loves to write. Tentu saja, ia dikelilingi oleh orang-orang buruk. Bahkan saat aku mati nanti, ada kemungkinan orang akan berbohong hanya untuk meminta Anindya untuk membayar hutangku di depan mayatku. Aku sudah membayar semua hutangku. Yang tersisa hanyalah orang-orang yang belum menyelesaikan pembayaran hutang mereka padaku. Akan aku berikan salinan daftar namanya untukmu dan aku memintamu untuk membantu putriku menagihkan hutang. They must to finished their responsiblity before I got buried."
"Dengan catatan, untuk hutang Andhika, memang tertulis atas nama putriku dan putriku tahu. Aku harap Andhika tidak macam-macam dengan Anindya." Hiram melanjutkan penjelasannya.
Hampir saja Remus ingin pingsan saat mendengar permintaan dari sahabat baiknya. Remus tampak tak keberatan untuk mengawasi Giandra, tetapi permintaan soal penagihan memang terasa berat baginya. "Hiram ... that's a lot of things to do."
"I already write down all of them on my notes. Make sure you don't miss anything," ucap Hiram yang tampak menunjukkan isi dari buku catatannya, "putriku juga memiliki salinannya. Dia sangat pintar. Aku hanya berharap padamu untuk memplintir sedikit tangan mereka jika mereka tak mau."
Remus mengangguk mengerti. "Okay then."
"Aku tahu bahwa ada beberapa nama yang berusaha untuk mengincar rumahku. Aku khawatir bahwa suatu hari Anindya akan lengah atau dimanfaatkan hanya untuk apa yang ia miliki." Hiram melanjutkan ucapannya, lalu menghela nafasnya perlahan. "Ini konyol, tetapi Kirana akan menambahkan poin kalau rumahku, atas namanya, tetap diwariskan kepada Anindya. Dengan catatan hingga Anindya menikah, ia akan mendapatkan sepenuhnya. Namun, sebelum anak itu menikah, Anindya harus meminta persetujuanmu sebagai proxy. Jika kamu setuju, aku akan memanggil pengacaraku malam ini."
Mendengar ucapan Hiram, Remus hanya berdiam sejenak. Pikirannya sendiri tampak mengarahkan pada konsep guardianship, tapi tidak juga (menurutnya). "Jika aku setuju, apakah kamu bisa mengabulkan keinginanku?"
Hiram tampak penasaran dan menganggukkan kepalanya. "Silahkan."
"Nicholas asked me to arrange a meeting with your lovely daughter. I know he wants to since Sura always interrupts and asks Anindya to play with her. Sura doesn't want to share her 'Kakak Giandra' with Nicky."
"Yes, please. Anindya keeps asking me when she can meet Nicky. She wants to go to Bandung and want to ask anything."
"That's good! Let them meet and talk to each other. I expect more than this, but let them ... to do naturally."
"You expect the unison between our children?" tanya Hiram yang tampak sudah menangkap apa maksud dari ucapan Remus.
Remus mengangguk setuju. "Yeah."
"We can arrange that. So, back to the topic. Do you—"
"Yes, Please." Remus langsung memotong ucapan sahabat baiknya. "Put my name there and ask your attorney to return the document before I go for the States. Remus Ramadhan Wiradikarta—in case you forgot my middle name."
Giandra muda yang, hampir saja, ingin membuka pintu kamar tempat Hiram dirawat, memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan berhenti menyentuh gagang pintu. Mom, Kirana, juga menyadari putrinya tak ingin masuk ke ruangan tempat dad dirawat dan berjalan mundur menjauhi pintu.
"Was that Uncle Remus with dad? I heard his voice when I opened the door."
Kirana mengangguk. Sekilas telinganya menangkap Bahasa Indonesia dengan logat Jerman yang dituturkan oleh Remus. "I think they talk something serious without us. Should we go to the cafeteria and buy some jajanan pasar for dad and Uncle Remus?"
Gadis remaja itupun mengangguk kepala dan membiarkan Kirana menarik lengannya dengan perlahan. "Yuk, Mom."
Sayangnya, Giandra pun langsung terbangun dari tidur. Kedua irisnya langsung melihat Nicholas yang sudah berada di kamar dan duduk santai di kursi sebelah ranjang. Terakhir, Giandra ingat kalau Nicholas sedang pergi ke Bandung untuk perjalanan dinas dan seharusnya Nicholas berada di sana selama dua hari.
"Kak Nicky, bagaimana bisa Kakak datang ke sini? Bukankah Kakak masih ada business trip?"
"Sura menghubungiku dan mengatakan kalau tubuhmu hangat." Nicholas menjawab dengan raut wajah yang tampak sedikit khawatir. "Sebenarnya acaranya kemarin dan aku pulang setelah acara. Aku pulang karena ingin berakhir pekan sama kamu, tetapi kamu malah tak enak badan."
"Aku tidak apa-apa, Kak." Giandra merespon dengan singkat. Secara refleks, Giandra pun menyentuh dahinya. "Maaf."
Lelaki itu juga ikut menyentuh dahi Giandra dan merasa bahwa Giandra sudah tak lagi merasa hangat. Hanya saja, ia tak tahu apakah Giandra masih merasakan sakit kepala atau tidak. "Kenapa minta maaf, Sayangku?" ujar Nicholas yang tak direspon oleh Giandra.
"Apakah kamu bermimpi?" Lagi-lagi Nicholas bertanya dengan raut wajah yang tampak cemas.
"Kurasa, entah ini aneh tapi aku memimpikan mom, dad, dan ayah. Ini kejadian di masa lalu yang sudah pernah aku alami." Giandra bergumam dan membuat percakapan mereka tak berlanjut dalam keheningan. Sementara Nicholas sendiri masih menunggu Giandra melanjutkan ucapannya. "Nevermind. Kurasa aku memang meracau. Kepalaku juga masih sedikit pusing. Sura pergi ke mana?"
"Ia menitipkan kamu padaku. Ia harus pergi untuk mengikuti sesi pilates dengan teman sekantornya, lalu mencari kedai sarapan dengan Wi-Fi yang kencang," jawab Nicholas.
Giandra mendenyitian dahinya. Penuturan Nicholas tak terdengar seperti apa yang akan dilakukan Sura. "Menurutku Wi-Fi hotel lancar, kok .... "
"Memang. Hanya saja ia ingin keluar untuk menelepon pacarnya."
"Kemarin sore Sura juga menghubungi Fabian dan tidak apa-apa."
Merasa tak menemukan celah untuk berbohong soal adiknya, Nicholas pun menghela nafas dengan perasaan pasrah. "Alright, fine, aku memintanya untuk pergi dari sini."
"Sayang—"
"Aku ingin berdua sama kamu, Liefje. Sura juga tidak keberatan." Nicholas memotong ucapan Giandra.
Giandra langsung merogoh ponsel dari nakas samping ranjang. Ia melihat waktu menunjukkan pukul enam dan ia melihat notifikasi dari Sura.
WhatsApp
Nayantara Sura
Kakak mengusirku, tapi aku akan kembali setelah sarapan di luar.
Have fun, bb!
He worried about you and missed you.
Setelah membaca pesan dari Sura, Giandra tampak mendenyitkan keningnya. "Kamu mengusirnya."
"Tidak apa-apa, Sayangku. Sura bukan bayi tiga tahun." Nicholas menanggapi ujaran Giandra. "Aku merindukanmu. Ayolah, kamu bisa pergi bersama adikku di Munich nanti."
Wanita muda itupun menggelengkan kepala. Tangannya langsung menyusun bantal dan memilih untuk bersandar pada tumpukkan bantal tersebut. "Sura akan menghabiskan banyak waktunya bersama Fabian dan keluarganya."
"Nah, karena itu ... sudah jelas kamu akan membutuhkan aku di Munich. Aku bisa Bahasa Jerman."
"So do I." Giandra merespon dengan senyuman jahil sembari menepuk sisi samping dari ranjang dengan sprei putih. "Sayang, ayo."
Tanpa berpikir lama, Nicholas pun langsung mengambil tempat di atas ranjang. Giandra langsung mengambil lengan Nicholas untuk merangkul bahunya. Lelaki itu berinisiatif mendekap Giandra dalam pelukannya.
"Kakak, apa rencanamu dalam waktu dekat?" tanya Giandra dengan suara pelannya.
"Aku akan menikah denganmu dan kuliah S3," jawab Nicholas sembari mengusap punggung Giandra.
"Aku melihatnya di laptopmu—rencana S3." Giandra menambahkan. "Tahun ini, Kakak ingin mengejar negara apa?"
"Aku ingin melanjutkan S3 di US, UK, atau Australia—tempat yang sangat berarti untukmu. Sehingga aku bisa membawamu kembali ke sana."
"Kakak—"
"Tentu saja aku akan membawamu juga, Giandra."
"Aku tahu Kakak akan melakukannya," ucap Giandra dengan tangan yang mencoba untuk mengusap kepala Nicholas, "pertanyaanku, apakah kali ini kakak bisa mendapatkan approval untuk Tugas Belajar?"
"I will." Nicholas menjawab dengan perasaan yakin. "But, first, we should to married."
TBC
Published on November 9, 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top