44. The Understandable News
nas's notes: hi i'm back!
sebelumnya terima kasih banyak yaaa untuk teman-teman yang sudah baca cerita ini. tidak terasa cerita ini sudah melewati banyak hal. hanya saja, aku rasa bulan oktober ini aku banyak biztrip, pekerjaan, dan juga ... tepar sesekali. bisa publish beberapa hari sekali juga menurutku sudah cukup, but aku rasa aku udah ketinggalan, bahkan kehilangan semangat :((
jadi, inilah kenapa di bulan oktober, aku tak memasang target views atau votes seperti dua bulan sebelumnya.
jadi, itu deh update dari aku. kalian gimanaa kabarnyaaa? semoga kabar kalian baik dan juga sehat selalu yaaa! :"D
jangan lupa vomments. kalau suka baca offline, jangan lupa nyalakan dulu kuotanya dan vote terus matikan lagii! terima kasih untuk teman-teman yang sudah vomments <3
so, terima kasih banyak dan selamat membaca!!
.
.
.
Giandra Euphrasia:
Kak, kamu pingsan dan habis itu lanjut tidur???
Aku kaget saat mendengar Aqsad bercerita soal kondisimu dan juga rencanamu untuk menyusulku.
Kak, aku tidak apa-apa.
Justru aku yang seharusnya menanyakan itu padamu.
Kak Nicky baik-baik saja?
Kakak selalu seperti ini setelah ulang tahunmu.
Aku khawatir.
Tolong jawab aku >:(
Nicholas Wiradikarta:
Iyaaa, Sayang.
Maaf, entah kenapa, tapi setelah aku bangun dari pingsan, aku malah lanjut tidur. Aku benar-benar sadar, namun langsung buka ponsel dan aku cek snapgram Aqsad. Dia ada di Singapura.
Dia juga bilang padaku kalau ia bertemu denganmu di Singapura.
Aku enggak kuat untuk menyusulmu, jadi aku meminta Aqsad untuk melihatmu.
Giandra Euphrasia:
Kenapa kakak minta maaf?
Sakit itu manusiawi, hanya saja aku khawatir saat kamu pingsan dan malah lanjut tidur.
Ya, aku memang berpapasan dengan Raka.
Dia memaksaku untuk pergi dengan dia untuk membicarakan kematian orang tuaku.
Nicholas Wiradikarta:
Astaghfirullah lagi-lagi.
Giandra Euphrasia:
Aku juga tak ingin mendengar apapun dari mulutnya.
Nicholas Wiradikarta:
Tapi, Gi, jika Raka benar-benar memiliki informasinya, kamu gimana?
Giandra Euphrasia:
Dia tidak bisa mengembalikan orang tuaku.
Sama saja, 'kan, Kak?
Nicholas Wiradikarta:
Memang, Gi.
Giandra Euphrasia:
Beruntung saja Aqsad memotong obsesi Raka dengan suaranya yang makin meninggi itu.
Thank you, My Love.
Nicholas Wiradikarta:
No worries.
I ask Aqsad to check you and he did the rest.
Bagaimana dengan pemeriksaanmu di Singapura?
Giandra Euphrasia:
Aku harus operasi.
Tapi tidak di Singapura.
Grandpapa memintaku melakukannya di Jerman.
Nicholas Wiradikarta:
I felt scared.
Is it that bad?
Giandra Euphrasia:
It is.
And the plot twist, it's cancer.
I have ovarian cancer.
Nicholas Wiradikarta:
Tidak mungkin.
Giandra Euphrasia:
Masih stadium awal dan aku akan baik-baik saja, kok.
Giandra Euphrasia:
Kak Nicky?
Sayangku?
Apakah Kakak baik-baik saja?
Nicholas Wiradikarta:
Maaf, Gi, aku terlalu sentimental.
Hanya saja, saat kamu mengatakan kamu terkena kanker ovarium, aku langsung teringat sama mendiang kakakku.
Giandra Euphrasia:
Maaf.
Yaaa, aku juga seketika teringat Kak Hanneli.
Apakah Kakak ada saran?
Nicholas Wiradikarta:
Kenapa minta maaf, Sayangkuuuu?
Saranku, kamu harus lakukan operasi itu.
Karena kakakku tidak memeriksakan kondisinya sejak awal dan akhirnya meninggal.
Giandra Euphrasia:
Aku takut, Kak.
Padahal aku baru saja mengatakan kalau aku akan baik-baik saja.
Nicholas Wiradikarta:
Giandra, kalau kamu merasa takut, enggak apa-apa.
Maksudku, jangan denial kalau kamu memang takut.
Katakan kamu akan operasi di kota mana dan aku akan menemanimu.
Giandra Euphrasia:
Kak Nicky.
Nicholas Wiradikarta:
Aku akan menggunakan cutiku.
Jangan khawatir, aku akan menemanimu.
Giandra Euphrasia:
Aku tahu kakak akan melakukannya.
Begini saja, yaaaa.
Aku akan menyelesaikan draft-ku dan Kakak bisa menyuntingnya selagi aku menjalani operasi. Jika kakak sudah selesai ... baru, deh ... Kakak bisa menyusul ke Jerman. Bagaimanaaaa?
Nicholas Wiradikarta:
Boleeeeh!
Kejutkan aku dengan apa yang kamu tulis.
Draft-mu sekarang sisa berapa?
Giandra Euphrasia:
Lima sampai tujuh.
Pokoknya estimasi selesai antara lima atau tujuh chapter lagii.
Tapi habis dari Singapura, energiku kekuras jadi belum sempat lanjut.
Nicholas Wiradikarta:
Enggak apa-apaaa! Jangan kamu paksakan.
Giandra Euphrasia:
Benar sekali.
Seketika aku ingin menginap di hotel.
Nicholas Wiradikarta:
Bukannya kamu sudah menginap di Fairmont?
Giandra Euphrasia:
Noooo, kemarin agendanya medical check up di Singapura. Sekarang agendanya menyelesaikan draft, jadi aku harus memesan hotel di Jakarta.
Hotel Indonesia Kempinski, Four Seasons, atau The Dharmawangsa.
Aku akan ajak Sura kalau jadi. Sura suka sekali jika aku mengajaknya menginap di hotel.
Nicholas Wiradikarta:
Sekarang aku cemburu sama Sura Sura itu.
Beritahu aku kamu ingin menginap di mana.
Atau kamu pegang kartu debitku.
Kamu akan membutukannya di Jerman.
Giandra Euphrasia:
Kak Nicky tidak.
Nicholas Wiradikarta:
It's okaaaaay.
Aku tak sabar untuk melihatmu besok.
Giandra Euphrasia:
Tidak bisa.
Besok malam aku harus ke rumah RI 1.
Mba Alya sudah mengirim undangan.
Nicholas Wiradikarta:
Aku juga.
Mba Alya mengundangku untuk datang ke acara mertuanya.
Pokoknya, besok aku akan menjemputmu dan kita pergi bersama.
I love you.
Chat berakhir di aku.
Nicholas menutup ponsel dan menaruhnya di atas nakas untuk mengisi daya. Ia memandang langit-langit kamar dengan mata yang berkaca-kaca. Pikirannya mulai kembali ke memori kelam saat Hanneli, kakak perempuan sekaligus yang pertama untuk semua hal (anak pertama, cucu pertama, hingga keponakan pertama), mengalami kanker ovarium. Karena terlambat untuk mendapatkan perawatan, akhirnya Hanneli meninggal dan menjadi Wiradikarta bersaudara yang meninggal terlebih dahulu.
Suara ketukan pintu terdengar dan Ingrid langsung masuk ke kamar putranya. Sang bunda merasakan bahwa kondisi anak lelakinya selalu membuatnya khawatir. Terutama saat kondisi tubuh Nicholas tampak tak meyakinkan setelah melewati hari ulang tahunnya.
"Nicky, you good?" tanya Ingrid dengan nada lembut. Ia menaruh air dan obat untuk diminum oleh putranya itu.
Lelaki itu menganggukkan kepalanya pelan. Ia mencoba mengusap genangan air mata yang berada di sekitar mata dengan ujung lengan pakaiannya. Nicholas langsung mengubah posisinya menjadi duduk dan ia langsung meminum obat yang telah dipersiapkan oleh Ingrid.
"Bunda, apakah Bunda masih keep in touch dengan dokter yang sebelumnya berencana untuk mengoperasi Hanneli?"
"Yup, he's my college friend. We still correspond by email and met at the reunion. I think he already moved to Munich from Frankfurt," jawab Ingrid sembari mengingat kabar dari teman kuliahnya yang bekerja sebagai dokter di Jerman, "apakah ada sesuatu yang tidak beres?"
"Apakah aku bisa minta kontaknya dari Bunda? Giandra membutuhkannya."
Mendengar nama Giandra, Ingrid pun memberikan raut wajah yang bingung. Pikirannya mencoba untuk memikirkan kemungkinan yang lebih positif. Misalnya Giandra yang mencari rekomendasi untuk seseorang. "Giandra kenapa?"
Mereka saling memberikan keheningan di tengah pembicaraan. Bunda yang memandang anak lelakinya yang tampak menampakkan wajah yang berusaha untuk tenang, meskipun terlihat ada sedikit kegelisahan. "Giandra terkena kanker ovarium. Masih stadium awal, jadi ia berencana untuk operasi. Kakeknya menyarankan Giandra untuk operasi di Jerman. Seketika aku memikirkan Hanneli."
Wanita itu tampak terkejut dan tak dapat memberikan ekspresi. Mereka saling bertukar pandang. "Giandra baru memberitahumu?"
Nicholas menganggukkan kepalanya. "Giandra sudah memeriksakan dirinya di Indonesia, namun saat ia mencoba untuk memeriksa dirinya di Singapura, ia mendapatkan hasil yang berbeda."
Antara ibu dan anak itu tampak tak merespon satu sama lain. "Giandra sangat yakin ia bisa melewatinya, namun aku teringat Hanneli. Aku takut Giandra ... akan berubah pikiran untuk tidak melakukan operasi itu ...." Nicholas melanjutkan ucapannya dengan nada yang lebih dalam. Ingrid mengusap bahu anak lelakinya dan memberikan raut wajah yang sedih.
"Nicky, My Child," panggil Ingrid dengan nada pelan dan menatap anak lelakinya, "she won't change her mind, her decision. Giandra berkemauan keras dan dia selalu bisa meraih semuanya—lebih baik dari semua sepupunya. Dia akan bertahan dan mencari jalan. Yang bisa kamu lakukan adalah kamu harus lebih banyak memperhatikan dan bersamanya. Yakinkan Giandra bahwa ia harus melakukan operasinya—aku akan menjelaskan situasinya pada temanku itu."
"Giandra harus operasi apa?"
Sura masuk ke kamar sang kakak dan memberikan raut wajah bingung. Telinganya menangkap bahasan tentang sahabat kecilnya yang akan menjalani operasi. Ingrid dan Nicholas yang tadinya saling memandang, sekarang membalas tatapan Sura dengan tak ragu.
"Sura, do you know that Giandra got ovarium cancer?"
TBC
Published on October 12, 2024
nas's notes: terima kasih banyak yaa kalian sudah mampir! ini ada bonus.
.
.
.
Jakarta, Indonesia
July 10th, 2026
"Ma, apakah mama tahu kalau Giandra terkena kanker?"
Ucapan Tanisha saat ia sedang duduk bersama mamanya, Rania Airlangga-Hassan, tampak membuat Rania mendongakkan kepala dengan wajah yang tak dapat berekspresi. Saat ini, Tanisha dan Rania sedang duduk santai di pekarangan belakang rumah mereka.
"Ya Allah, kasihan Giandraku. Kanker apa?" tanya Rania dengan penuh keprihatinan.
"Rahim. Stadium awal, jadi seharusnya ia bisa dioperasi. Aku mendapat kabar langsung dari Giandra." Tanisha menjawab dan memperhatikan Rania yang terlihat cemas.
"Aku harus menghubungi Giandra untuk menghiburnya dan memberikan rekomendasi dokter yang aku punya." Rania merespon dengan nada yang terkejut dan khawatir.
Tanisha hanya mengkerutkan keningnya dan memberikan ekspresi wajah yang tak yakin. "Menurutku akan lebih baik jika Giandra yang memberitahukan ini padamu secara langsung, Ma."
"Apakah keluarga RI 1 tahu?" tanya Rania yang merujuk pada keluarga pamannya Giandra.
"Only Rayan. Meanwhile, The Wiradikartas already know, even Pak Remus, who lives in the States, tried to talk with Giandra and recommend the names of every doctor they know to her. He talk to their colleagues to talk about Gi's cases."
Rania menghela nafasnya dengan jengkel. "Without mentioning her grandparents in overseas and Madam Frida, but her own family are so useless! Now, they celebrates a party at Friday and we should come. What I should say?"
"We know they're useless, so don't say anything."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top