38. Summing-up

nas's notes: hiii! sesuai janjiku pada part 34 dan 36, aku sudah menambahkan part bonus, ya. part bonus yang wajib dibaca. aku harap kalian bisa baca part bonus tersebut dan meninggalkan jejak.

jangan lupa vomments. kalau kalian baca secara offline, bisa dinyalakan dulu kuotanya baru vote dan matikan lagi.

anyway, aku punya pertanyaan. kalau aku bikin channel di telegram untuk infoin update part atau update bonus atau announcement cerita baru apakah kalian setuju? atau cukup info di twitter (at) gemeinschweft saja?

terima kasih banyak dan selamat membaca!

.

.

.

Giandra Euphrasia:
Aku dan Forest Green sudah usai.
Alias aku dipecat.

Nayantara Sura:
HAH.
Tiba-tiba banget?????

Giandra Euphrasia:
Awalnya diskusinya itu aku diminta untuk resign. Cuman pas tahu CPO enggak bisa kasih aku alasan kenapa aku disuruh resign. CPO tahu kok kalau performa kerja aku bagus, terutama saat aku naik jabatan. Proyek yang aku pegang juga jalan. BAU juga enggak ada masalah.
Semuanya achieve.

Nayantara Sura:
Ini aneh banget.

Giandra Euphrasia:
Aku diminta untuk last day dan laptop clearance di hari itu juga.
Setelah dari ruangan CPO, CPO mengirimkan email ke tim people, finance, dan IT untuk memproses offboarding aku di hari itu juga.

Nayantara Sura:
CPO kamu, tuh, dummkoff.
Tanpa handover???

Giandra Euphrasia:
Tanpa handover.
Kandidatnya onboarding minggu depan.
Mba Gista mengamuk sama CPO.

Nayantara Sura:
Tentu saja Mba Gista mengamuk.

Giandra Euphrasia:
Mulai besok aku menganggur.
Hanya saja, aku kasihan sama Farhan. Ia harus menyelesaikan to-do-list yang aku kerjakan dan terlihat dia sedih sekali sampai lama keluar dari kamar mandi.
Bahkan handover pun tak bisa.

Nayantara Sura:
Giandra, kamu juga harus kasihan sama dirimu sendiri—kamu dipecat tanpa alasan dan situasimu sekarang benar-benar konyol. Bahkan mereka tak sempat bikin fitnahan jika mereka memang ingin menyingkirkanmu, tapi kamu memang direncanakan untuk disingkirkan dalam waktu singkat.

Giandra Euphrasia:
Tentu saja mereka tidak bisa memfitnah aku—aku sudah bekerja dengan baik.
Mba Gista menjanjikan aku untuk pindah ke tempat temannya.

Nayantara Sura:
Kembalilah ke Cobalt Blue!
Mba Kaia senang bisa menerimamu jika kamu ingin kembali.

Giandra Euphrasia:
Kamu saja ingin resign.

Nayantara Sura:
Aku resign karena aku ingin pindah ke Munich.
Kita juga bekerja sembari bermain selama internship di Cobalt Blue.
Kamu sendiri yang mengakui kalau internship di Cobalt Blue menyenangkan.

Giandra Euphrasia:
Memang internship di Cobalt Blue itu menyenangkan.
Bahkan aku mendadak bisa melakukan apapun di saat itu, kecuali skripsian.

Nayantara Sura:
BENAR!
Ngomong-ngomong, aku baru sampai di ruang tengahmu.
Membawa martabak telor ekstra acar dan es kopi.
Kamu di mana?

Giandra Euphrasia:
Kamu kayak baru pertama kali ke rumah, deh.
Langsung masuk ke kamarku Saja.

.



.



.

"Jadi kamu tidak berencana untuk mencari pekerjaan baru? Kenapa?"

Sura bertanya kepada Giandra saat mereka sedang menikmati jajanan malam. Mereka hanya duduk di sofa yang berada di kamar tidur Giandra. Irisnya tampak melihat Giandra yang asyik menyantap martabak telur dengan garpu dan perasaan tenang. Ia menjeda waktunya dari menjawab pertanyaan teman kecilnya itu.

"Aku harus menggarap cerita baruku dan aku harus ke rumah sakit." Giandra menjawab sembari mengambil sepotong martabak telur ke piring kecilnya.

"Mengantar Mama Frida menemui dokternya?"

"Biasanya Mama ke rumah sakit setiap weekend—dokternya meluangkan waktu untuk mama," jawab Giandra yang, lagi-lagi, menikmati martabaknya dan kemudian meminum es kopinya, "Ini untuk aku."

"Kenapa?"

Giandra sendiri hanya menghela nafasnya. Ia menanggapi Sura dengan lirih. "Sepertinya aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Makanya aku terpikir untuk periksa supaya aku tahu ada apa. Aku belum memberitahu siapa-siapa selain kamu, jadi tolong jangan beritahu ini ke Kak Nicky. Dia akan berulang tahun dua hari lagi."

Sura hanya memandangi raut wajah Giandra yang berusaha untuk menahan diri. Ia langsung mengambil piring dari tangan Giandra untuk diletakkan pada meja. Dengan cepan, Sura langsung memeluknya dengan erat. "Gi, Kak Nicky tidak peduli sama hari ulang tahunnya. Ia lebih peduli sama kamu."

"Bitte, Sura," balas Giandra dengan nada yang seakan-akan mencoba untuk menahan isak tangisnya. "entah kenapa aku benar-benar takut apa yang aku pikirkan ini terjadi sama aku."

"Tidak apa-apa, Giandra," lirih Sura dengan suaranya yang mulai pelan, "that's okay."

Iris cokelat Giandra pun tampak berkaca-kaca saat mendengar upaya Sura dalam menenangkan dan meyakinkannya. Jika kondisi Giandra yang menurun dan janggal ini ada benarnya, Giandra terpikir untuk mencoba memberitahu Nicholas. "Apapun hasilnya nanti, aku akan memberitahu Kak Nicky."

Mendengar kata-kata Giandra barusan, Sura langsung menangis. Ia hanya terdiam dan menjeda ucapannya. Sementara Giandra sendiri berusaha untuk mengusap punggung teman kecilnya itu. "Jangan khawatirkan Kak Nicky. Pikirkan kondisimu dulu."

"Iyaa."

"Aku menangis, tahu," protes Sura dengan suara yang masih terisak.

Wanita muda itu pun berusaha untuk mengendalikan ekspresi wajahnya yang terlihat sedih. Tangan Giandra pun mencoba untuk mengusap punggung Sura dan, juga, mengambil tangannya untuk digenggam erat. Giandra merasa tak enak karena Sura benar-benar mengkhawatirkannya.

"You can stay with me." Giandra mengatakannya sembari mengenggam tangan Sura. "Aku belum memindahkan pakaianmu dari lemariku."

Tak sadar, Sura pun terkekeh saat mendengar ajakan Giandra yang baru saja mengingatkannya kalau dia memiliki agenda untuk menelepon Fabian, kekasihnya, dan juga teringat dengan pesan kakaknya. "Aku ingin, tapi aku sudah berjanji untuk menelepon Fabian. Lagipula Kak Nicky mengatakan kalau aku seperti tidak punya rumah."

"Dia tidak serius dengan ucapannya," ucap Giandra sembari menghela nafasnya perlahan. Ia menyadari bahwa ponselnya bergetar dan ternyada ada notifikasi pesan yang masuk, "sebentar, Sur, aku mendapat sesuatu yang menarik."

Ternyata, notifikasi pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal. Akan tetapi, Giandra sudah memblokir nomor dari Raka Purnomo. Tak hanya nomor, namun Giandra juga memblokir semua akses komunikasi dari jangakauan Raka. Dibandingkan memikirkan siapa pengirimnya, Giandra memutuskan untuk membaca pesan terlebih dahulu.

WhatsApp
+6212XXXXXXXX
Kak Giandra, sebelumnya minta maaf aku sudah menganggu waktunya. Aku adalah sekretarisnya Pak Raka. Sebelumnya terima kasih banyak karena pakaian yang Kak Gi berikan untukku sudah terjual dan adikku bisa membayar UKT-nya.

Sekaligus dari pesan ini, aku akan menyampaikan sesuatu yang harus kakak ketahui. Aku turut menyayangkan saat mendengar kabar dirimu yang terkena PHK. Sebenarnya aku tahu sesuatu soal PHK tersebut. PHK itu sebenarnya bukan murni dari idenya CPO, namun murni idenya CEO. Hanya saja, setelah aku mencari tahu, ternyata CEO dan Pak Raka ini memiliki proyek yang apik dan menghasilkan—Pak Raka membantu CEO Forest Green dan sebagai barternya, Pak Raka ingin Kak Gi yang dikorbankan.

Aku berharap setidaknya Kak Gi tahu siapa yang berulah atas pemecatanmu. Kak Giandra orang baik, baiiiiik banget, dan aku harap kakak lebih banyak mendapatkan kebahagiaan. Semoga Kak Gi selalu berada dalam lindungan Tuhan.

TBC

Published on September 27, 2024

nas's notes: wiwiwi siapa yang masih bertahan di part ini? ayo rep!!

part bonusnya di bawah ini yaa!

.

.

.

"Tolong kirimkan email dengan dokumen yang sudah saya kirimkan di WA, ya."

Raka Purnomo memerintah wanita muda saat ia melangkah menuju ruangannya. Wanita yang dimaksud ialah sekretaris Raka yang dengan setia duduk di sebuah meja persis depan pintu ruangan Raka. Sebenarnya, Sekretaris merasa pekerjaannya semakin absurd. Ia tidak hanya mengurus urusan profesional Raka sebagai Wamenparekraf, namun juga urusan di luar itu.

Lelaki tua bangka dan bangsat itu memang memberikannya tambahan uang saku, bahkan jumlahnya lebih banyak dari pada gaji dan tunjangannya sebagai bagian dari Pegawai Negeri Sipil. Hanya saja, tambahan uang saku itu juga didukung oleh tambahan tanggung jawab. Lagi-lagi, Sekretaris hanya bisa menahan diri atau Raka akan menganggunya.

Sekretaris pun membuka laman email dengan akun personal Raka yang dipercayakan kepadanya. Ia mengirimkan dokumen dan mengirimkan ke alamat surel—sesuai dengan yang diinstruksikan oleh Raka. Matanya pun melihat surel terbaru yang tampaknya sudah dibuka oleh pemilik alamat surel. Ia ingin mengabaikan, namun subjek dari surel tersebut sudah menarik perhatiannya.

Subject: Giandra Soerjapranata's Resume

Tangan kanan Sekretaris langsung membuka surel dan membaca isinya. Ia sadar bahwa isi surel tersebut adalah konfrimasi dari CEO Forest Green.

Dear Raka,

Giandra had her early termination today. As requested, I attached Giandra's resume for professional use.

Thank you.

Saat Sekretaris membuka resume milik Giandra, ia merasa bahwa resume tersebut telah tersusun secara apik dan spesifik untuk menargetkan posisi yang diinginkan. Sayangnya, bukan detail terkait pengalaman kerja Giandra yang ia inginkan, namun ia membutuhkan nomor telepon yang biasa tercantum pada resume. Dengan cepat, Sekretaris mengetik nomor telepon Giandra pada ponselnya dan menyimpan nomor tersebut pada ponsel pintar. 

Untuk menghindari kecurigaan, sesegera mungkin Sekretaris itu menghapus semua jejak yang terkait dari browser-nya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top