37. Bring to an End

nas's notes: hiii aku balik! aku sengaja update supaya aku bisa mengejar views. anyway, ini sudah 40k views ya wkwkwkwkw sumpah enggak berasa, cuman aku ingat-ingat lagi ....

... apa aku bisa achieve goals september aku yang 50k views dan 5k votes itu???

not really sure juga since aku bukan penulis yang gede BANGET. but I love to babble and manifest anything I wish for.

jangan lupa untuk vote dan comment. kalau kalian baca secara offline, bisa aktifin paket dulu yaa terus vote dan matikan lagi. boleh juga dipromosikan asal jangan dibilang end wkwkwkwk. tapi dipersilahkan yaa jika ingin mempromosikan ke mfs twitter atau fb. justru aku berterima kasih sama kalian yang berkenan untuk menyebarkan cerita ini.

terima kasih banyak dan selamat membaca <3

.

.

.

Jakarta, Indonesia
July 4th, 2026

The Engagement Day of Giandra Soerjapranata and Nicholas Wiradikarta

Bersama ajudan, Raka Purnomo melangkah masuk ke pekarangan depan kediaman Keluarga Wiradikarta dan membiarkan ajudan mengetuk pintu rumah dengan keras. Tak butuh waktu lama, Nicholas langsung membukakan pintu depan kediamannya.

"Can we talk?" 

"Sure. Come in." Nicholas menghela nafas dan mempersilahkan Raka untuk masuk. Ajudan pun mencoba untuk melangkahkan kakinya, namun Nicholas langsung menghalangi langkah pria tersebut. "Hanya bosmu yang bisa masuk dan kita akan bicara secara pribadi. Anda bisa menunggu di depan."

Sesampainya di ruang tamu, Raka menyadari bahwa tidak ada ART yang menyajikannya segelas teh. Raka merasa bahwa kehadirannya harus disambut. Sayangnya, Nicholas tak merasa bahwa kehadiran Raka hari ini dinantikan. Bahkan Nicholas tidak peduli dengan apapun yang Raka akan katakan karena lelaki itu sudah terlihat jengkel hanya karena Raka yang sudah menganggu hari bahagianya. 

Seharusnya Nicholas sudah dicium lebih banyak oleh Giandra. Malah sekarang ia harus meladeni tamu yang tidak ada ramah tamahnya. Untungnya, Sura dan bunda sudah pergi keluar rumah untuk membeli makan malam.

"Tidak ada teh?" tanya Raka bingung.

"Tidak ada—kamu berkunjung untuk mengobrol. Bukan untuk minum teh dan makan kue." Nicholas menggelengkan kepala dengan perlahan saat membalas ucapan Raka. "Ada apa?"

Sebenarnya aku tidak sudi menerima sekutu penjajah sialan di rumah ini. Hanya saja aku harus mendengarkan dia untuk tahu apa intensi sebenarnya. Mengejutkan, aku menyadari bahwa matanya sudah melirik ke arah lukisan dan foto-foto keluarga. Nicholas membatin dan menatap tajam lelaki yang sedang melipat kakinya.

"Suruh Giandra buka blokirannya—dia memblokir semua aksesku untuk menghubunginya."

Sekarang dia menyuruhku dan Giandra. Memangnya dia siapa? Oh, oke aku tahu dia orang besar di negara ini. Hanya saja, dia menyuruhku seperti menyuruh anak buahnya yang dengan setia akan manut-manut itu. Nicholas membatin dengan kesal.

"Memangnya ada hal yang penting, 'kah?" tanya Nicholas yang tampak meragukan apa maksud dari Raka. Sayangnya, dibandingkan menjawab pertanyaan, Raka malah tidak memberikan jawaban apapun.

"Kalau seseorang memblokir akses komunikasi, berarti orang tersebut memang sengaja untuk cut off." Nicholas melanjutkan ucapannya.

Begitu mendengar kata cut off, Raka pun menampilkan ekspresi wajah jengkelnya. Di dunianya, Raka memang dikenal sebagai pejabat yang disegani dan disukai oleh masyarakat. Bahkan tak terdengar berita bahwa Raka Purnomo mendapat cut off dari tokoh politik atau public figure lain karena reputasi Raka yang apik. Lelaki itu selalu berpikir tak ada yang berani memotong dia dari hubungan. Mendengar ucapan Nicholas barusan, tentu saja Raka merasa tersinggung.

"Jadi kamu berpikir bahwa aku orang jahat, Nicholas?!" bentak Raka dengan nadanya yang mulai meninggi. "Atau kamu yang menyuruh Giandra untuk memblokir kontakku?"

Ucapan Raka barusan terdengar seperti sebuah tuduhan yang ditujukan kepada Nicholas. Nicholas pun terkejut, hanya saja ia memilih untuk tidak memberikan sanggahan apapun. "Jadi kamu ke rumahku hanya untuk membicarakan soal blokir memblokir ini?" ungkap Nicholas sembari memberikan raut wajah penuh pertanyaan.

"Tentu tidak," sahut Raka sembari menatap Nicholas dengan dalam, "batalkan pernikahanmu dengan Giandra."

Membatalkan pernikahan? Pria tua ini lucu sekali. Giandra hanya cinta sama aku dan dia ingin menikah denganku. Coba saja iris daun telingaku kalau omonganku ini bohong. Aku sudah lama menunggu momen ini dan aku tidak akan sudi membatalkan pernikahanku untuk orang bejat sepertimu, Raka. Nicholas membatin sembari menarik nafasnya.

Dibandingkan memberikan reaksi wajah terkejut atau kesal, Nicholas hanya tersenyum untuk menakuti Raka. "In deinen Träumen."

"Apa maksud—oke, terdengar seperti sebuah penolakan, tapi coba kamu berpikir. Apa yang bisa kamu berikan untuk Giandra? Bahkan gaji diplomatmu yang menyedihkan saja tidak akan cukup. Giandra juga tidak dapat bekerja dengan tenang karena harus mengikutimu. Seharusnya kamu sadar diri dengan meninggalkan Giandra dan mencari perempuan lain yang bisa mengikutimu."

Kata siapa aku akan menafkahi Giandra hanya dari gajiku saja? Kamu belum tahu aset keluargaku di Inggris dan Indonesia yang diberikan atas namaku. Kata siapa Giandra tidak dapat bekerja saat ia akan menikah denganku? Dia akan bekerja dengan baik untuk saat ini dan aku akan mendukung penyuntingan dari karya-karyanya Giandra. Aku sudah berpikir terlalu jauh untuk ini. Batin Nicholas saat ia menyadari bahwa Raka menatapnya hingga tak berkedip sedikit pun.

"Mungkin kalau soal gaji dan harta, aku sudah kalah darimu—yang sudah menjadi menteri di usia muda," ungkap Nicholas sembari membalas tatapan Raka. Tangan Nicholas meraih sebuah buku yang tergeletak di nakas samping kursi meja. Buku itu ialah The Favourite yang ditulis oleh Giandra dari cetakan Bahasa Inggrisnya dan Nicholas sudah membaca buku tersebut sebelum Raka berkunjung.

"Hanya saja, kamu tidak akan mendapatkan ini. Aku juga editor-nya Giandra." Nicholas melanjutkan ucapannya sembari mencari halaman Acknowledgments yang terdapat namanya, lalu menyodorkan halaman tersebut kepada Raka. "Meskipun kamu berhasil memisahkan aku dengan Giandra, kamu tidak bisa menghapus aku dari hidup dan karyanya. Suka tidak suka, nama Nicholas Wiradikarta akan selalu berada di halaman depan sebagai pembaca draft pertama dan penyunting Giandra."

Sialan, diplomat kecil ini terlalu besar kepala dan, lagi-lagi, tidak menuruti keinginanku. Haruskah aku menghancurkan hidupnya juga? Tak ada ruginya karena aku akan kehilangan saingan. Raka membatin sembari menerima buku tersebut untuk diperhatikan dengan seksama.

.

.

.

Jakarta, Indonesia
July 6th, 2026

"Kudengar, Mba Gista marah setelah mengobrol dengan CPO." Farhan mengatakan dengan nada pelan saat ia duduk di sebelah Giandra. "Tentu saja bukan aku yang menguping. Ini kata People Team yang mendengar mereka bertikai dengan suara kencang."

Giandra menghela nafas begitu datang ke kantor dan kembali mengerjakan pekerjaannya bersama Farhan. "Aku tidak tahu kalau obrolan mereka selama itu," ujar Giandra yang menoleh kepada Farhan.

"Semenjak selesai dari ruang CPO, Mba Gista belum balik juga. Bahkan kita tidak bertemu dengannya saat makan siang. Padahal kita ada meeting sama team tech dari Singapura." 

Sebelum Giandra menanggapi ucapan Farhan, seorang wanita berjalan menuju arah Giandra dan menyapa mereka dengan sopan. Wanita itu adalah Sekretaris dari CPO—Chief People Operation, yang sudah lama bekerja di Forest Green.

"Mba Giandra, Mba diminta untuk ke ruangan sama Pak CPO," pinta wanita muda itu kepada Giandra yang masih duduk dan berbincang bersama Farhan.

"Ada apa, ya?" tanya Giandra secara spontan.

"Maaf, aku tidak dapat memberitahu."

Akhirnya Giandra pun mengerti dan langsung berdiri dari bangkunya. Ia melangkahkan kakinya menuju ruangan CPO yang berada satu lantai di atas lantai tempatnya biasa bekerja. Langkah kaki Giandra tak merasakan perasaan apapun hingga ia masuk ke sebuah ruangan dan Sekretaris tersebut meninggalkannya untuk kembali duduk di meja depan ruangan CPO. 

Tak membutuhkan waktu lama setelah Giandra dipersilahkan duduk dan mereka mengobrol sebentar. Awalnya mereka berbicara santai soal apa yang Giandra lakukan di luar pekerjaannya hingga ke pembahasan soal pekerjaannya, terutama membicarakan position dan role terbaru Giandra yang membutuhkan tanggung jawab lebih besar. Wanita muda itu tak dapat membaca ekspresi CPO yang terlihat tenang. Pada akhirnya, CPO pun akhirnya mengatakan sesuatu dengan nada lirih.

"Giandra, aku dan perusahaan sangat mengapresiasi apa yang kamu lakukan. Hanya saja, dengan berat hati, perusahaan harus memberhentikan kamu dan last day kamu hari ini."

Hampir saja Giandra tak dapat mengedipkan matanya karena terlalu terkejut dengan ucapan CPO yang dialamatkan kepadanya.

TBC

Published on September 25, 2024

nas's notes: wkwkwkkw deg-degan udah 40k views. terima kasih banyak sudah berkenan untuk mampir, vomments, bahkan mempromosikan cerita ini <3

target sebelum akhir september: 50k views???

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top