3. Table for Two
nas's notes: ayo kalau sebelum baca atau sesudah baca JANGAN LUPA vote, ya. sumpah gemes banget lihat tiap part jumlah votenya beda-beda—bahkan ada yang jomplang banget :(( (gregetan sendiri)
yang mau offline, bisa vote dulu baru off paket, ya. kalau mau kritik saran bisa di reply atau dm twitter aku gemeinschweft! :")
Terima kasih semua dan selamat membaca!! ♡
.
.
.
Nicholas Wiradikarta:
Giandraaa
Kamu mau aku bawakan apa dari UK?
Giandra Euphrasia:
Kak Nicky!
Aku mau dibawakan Jellycat!!!
Nicholas Wiradikarta:
Boleeeeh!
Kamu mau yang apa?
Giandra Euphrasia:
Bartholomew Bear.
Nicholas Wiradikarta:
Akan aku bawakan untukmu.
Tunggu aku pulang yaaaa, anak kecil.
Giandra Euphrasia:
Aku bukan anak kecil.
Trims Kak.
.
.
.
Jakarta, Indonesia
Early 2026
"Kamu selalu cantik saat tersenyum," puji seorang perempuan Inggris-Indonesia yang sedang makan siang bersamanya baru saja kembali ke meja setelah pergi sebentar ke kamar kecil, "kamu lagi chat sama siapa? Kamu tampak sesenang itu."
Sesegera mungkin Giandra mengubah ekspresi wajahnya dengan cepat—dari yang terlihat salah tingkah menjadi datar saat teman dekatnya mulai menggodanya. "Siapa lagi. Tentu saja crush-ku itu."
Mereka berdua hanya tersenyum sedikit. Giandra sedang makan siang dengan sahabat terdekatnya, Nayantara Sura, di salah satu restoran mewah yang terletak di pusat perbelanjaan besar di Jakarta Pusat. Sebenarnya mereka menginginkan makanan Thailand sebagai makan siang, namun Giandra mendapatkan complimentary voucher dari teman baiknya di H&P (dan akan expired hari ini) dan Sura mengatakan 'mereka selalu menyajikan makanan barat yang enak' jadi mereka memutuskan untuk mengubah rencana makan siang dengan datang ke restoran tersebut.
Sura mendenyitkan alisnya. Ia mengambil ponsel dari tas mungil Bottega Veneta berwarna merah miliknya. Ia bernafas lega begitu melihat notifkasi ponselnya yang hanya menampilkan pesan promosi dari beberapa aplikasi yang ia install. "Tumben? Bukankah kamu biasa mengeluh saat membicarakannya?"
"Tidak juga."
"Aku sudah sering mengatakannya agar kamu mencari laki-laki lain." Sura berujar nadanya yang agak tinggi dan mengguncang sedikit bahu Giandra. "Harusnya kamu terima saja lamaran dari Adipati Jawa itu."
"Aku tidak mau pindah ke luar kota dan menetap." Giandra mengatakannya dengan perasaan pasrah. Ia tidak suka jika harus mengubah hidupnya dengan cara seekstrim itu. "Aku suka tinggal pindah-pindah antar negara. Grandpa juga menolak beliau."
"Kalau begitu seharusnya kamu terima saja Hamdi Hassan!" Sura menyahuti dan teringat bahwa teman dekat kakaknya itu merupakan seorang pengacara terkenal yang menangani banyak kasus di Indonesia dan Australia. "Dia kompeten dan baik padamu."
"Aku besar dengan anak-anak Hassan dan rasanya aneh kalau aku menikah sama Hamdi. Lagipula grandpa sudah menolak lamaran Hamdi saat mereka ketemu di Jakarta."
Perempuan itu menghela nafas saat mendengar fakta bahwa lamaran Giandra, dengan siapapun itu, harus disetujui oleh para kakek nenek yang bertindak sebagai wali. Sura ingat bahwa ada beberapa tajuk gosip gila yang membuat netizen agak menggila (terutama fans dari dua lelaki tersebut), namun Giandra dapat membantah karena aktivitasnya tidak berkaitan dengan kegiatan romantis (bahkan saat netizen mengetahui bahwa Giandra mengisi waktunya dengan bekerja di salah satu start up e-commerce besar di Asia, Forest Green, mereka malah kasihan karena perempuan semuda itu harus berkelahi dengan waktu kerjanya dan tak sempat menjalin hubungan asmara dengan siapapun).
"Giandra?"
Giandra dan Sura langsung menyorotkan pandangan mereka dengan bingung pada sosok pria yang menghampiri meja mereka. Pria yang mengenakan batik bernuansa biru dan kacamata pun tersenyum sopan.
"Ya, hai?" balas perempuan itu dengan sopan. Ia melihat sejenak ke wajah lelaki tersebut. Tampaknya ia tak asing dengan wajahnya yang dibingkai dengan kacamata lebar dan rambut klimisnya, namun Giandra berasumsi bahwa pria itu adalah PNS dengan golongan tinggi atau pejabat-luar-biasa dari pakaiannya (meskipun beliau tampak tidak mengenakan ID dan lanyard dari instansi asal), "maaf aku lupa namamu."
"Raka." Lelaki itu menyebutkan namanya sendiri sembari tersenyum sopan dengan deretan giginya yang rapi.
Ah, dia Raka Purnomo yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Aku baru ingat karena dia juga political mentee-nya Paman Dhika. Giandra membatin sembari memikirkan respon yang akan dia berikan. Sura hanya meminum es teh manisnya dan mengamati situasi antara Giandra dan pejabat tersebut dengan canggung.
"Oh, Pak Raka, apa kabar?" Giandra mencoba menanyakan kabar.
"Sangat baik, Ternyata kamu sedang makan siang, ya." Raka merespon dan ia menyadari bahwa ia salah dalam memberikan tanggapan. Matanya sudah jelas melihat beberapa piring yang berisi aglio e olio, steak, caesar salad, dan risotto.
Giandra melirik makan siangnya yang baru kemakan sebagian dan melihat lagi lelaki tersebut. Tampak Giandra merasa aneh dengan basa basi janggal ini. "Ya, aku sedang makan siang dengan teman dekatku."
Sura hanya tersenyum sopan saat pria tersebut meliriknya. "Hai."
Mata Raka yang terbingkai dari bingkai kacamatanya pun melihat perempuan berwajah percampuran yang duduk bersama Giandra. Tentu saja Giandra bersahabat dengan putri bungsu Pak Remus Wiradikarta—keluarga yang sangat dihindari oleh Ibu Negara. Batin Raka dan ia tak sadar bahwa ajudannya berbisik dekat telinganya. "Aku harus pergi. Aku harap kamu akan datang ke acara pamanmu dan kita mengobrol lagi, Giandra. Senang bertemu dengan kalian."
"Ya, Pak Raka," balas Giandra sopan.
Setelah Raka dan ajudannya pergi dari pandangan mereka, Sura pun tampak mendenyitkan dahinya dengan perasaan tidak percaya lalu melirik Giandra yang langsung mengambil sendok garpu. "Temanmu Wamenparekraf?"
"Dia Wamenparekraf dan bukan temanku, Sayang. Hanya kenalan—beliau political mentee-nya pamanku." Giandra memperjelas jawabannya sembari melanjutkan makan siangnya. "Sungguh, Sura, aku pun baru ingat beliau itu Pak Raka, namun aku bingung dia siapa—kacamata dan potongan rambutnya tampak berbeda."
"Tenang saja, Gi, karena aku yang tinggal di Indonesia pun juga lupa dia siapa."
Kedua perempuan muda itu hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan dan kembali memakan hidangannya. Tak disangka, Sura memiliki pertanyaan lain terkait dengan keluarga Giandra 'yang itu' di benak pikirannya. "Anak-anak pamanmu tidak tertarik untuk 'melanjutkan dinasti'?"
"Pamanku tidak tertarik membangun dinasti untuk keluarganya sendiri. Lihat saja sepupuku—Akbar memilih untuk meneruskan bisnis pamanku, Nilam membantu Akbar sembari terekspos berita dengan tajuk unik, dan Rayan mengambil spesialis Bedah Saraf di Yogyakarta." Giandra bercerita secara singkat mengenai keluarga sepupunya yang berawal dari keluarga pebisnis besar dan sekarang menjadi keluarga RI 1 yang dikagumi (tentu saja setelah Andhika Pradana berkenalan dengan dunia politik dan menjadi ahli).
"Rayan, Rayan," ucap Sura dari bibirnya sembari mengingat siapa pemilik nama yang familiar itu, "sepupumu itu bersahabat dengan kekasihku, bukan?"
Giandra menganggukkan kepalanya. Ia ingat persis bahwa sepupunya itu adalah sahabat dari kekasihnya Sura, Fabian Hafiyyan, yang sekarang kembali ke Jerman untuk melanjutkan studi spesialisnya. "Rayan bersahabat dengan Fabian sejak kuliah. Ia banyak bercerita soal kekasihmu itu."
"Fabian tidak pernah memperkenalkan sahabatnya padaku. Ia hanya menceritakannya selama ini. Bahkan kalau aku menelepon Fabian, dia pasti menceritakan life update dari orang terdekatnya, termasuk Rayan Rayan itu."
"Percaya padaku, Fabian akan memperkenalkan Rayan padamu." Giandra merespon dengan nada tenang. Ia menyadari bahwa ponselnya bergetar dari dalam tas Fendi baguette lawas miliknya. Sesegera mungkin, Giandra mengambil ponselnya untuk melihat notifikasi siapa yang menginterupsi obrolannya.
WhatsApp
Alya Jusuf
Giandra Sayang, supirku sudah mengantarkan undangan pernikahan adikku ke rumahmu. Aku harap kamu bisa hadir ke acaranya dan kamu bisa membawa plus one-mu, yaaa ♡
TBC
Published on July 13th, 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top