21. Koimeterion
pertanyaan karena sudah melewati part 20 ke atas (tolong dijawab):sejauh ini, siapa karakter yang kalian harapkan kemunculannya di cerita ini?
jangan lupa vote dan comment, ya! apalagi yang sebelumnya belum pernah vote dan comment, boleh balik ke part sebelumnya, ya. yang biasa baca offline, boleh nyalakan dulu kuotanya terus vomments dan matikan lagi, ya. semoga untuk part-part yang belum mencapai 30 votes bisa melampaui, bahkan lebih. aaaminnn.
terima kasih untuk support-nya dan selamat membaca!
.
.
.
Jakarta, Indonesia
Early June 2026
"Non Gi, petugas keamanan pemakaman mengabariku kalau mereka melihat lelaki yang datang ke makam orang tuamu selama enam bulan belakangan ini. Bukan lelaki yang biasanya, namun dia lebih muda."
Beberapa hari yang lalu, Mba Yaya mengabari Giandra yang sedang bersiap menuju kantor. Karena kabar tersebut, Giandra langsung merencanakan perjalanan rutinnya menuju pemakaman. Pikirannya serasa diberi isyarat bahwa, sudah beberapa bulan belakangan, ia tidak sempat mengunjungi makam orang tuanya.
Dad dan mom sudah membayar tanah pemakaman bagus di salah satu komplek pemakaman prestis di pinggir ibu kota dan Giandra tampak iri karena orang tuanya sudah memikirkan hal tersebut. Sebelum kematiannya, dad memang sudah sakit dan beliau sudah membayar tunai tanah makam untuk dua orang—yang rencananya akan dipergunakan oleh dirinya sendiri dan mom (ekspektasi Hiram saat itu adalah istrinya akan meninggal di usia senja).
Giandra sendiri tidak begitu kaget dengan kesiapan kedua orang tuanya, bahkan saat mereka harus mempersiapkan pemakaman mereka sendiri. Sifat well-planned tersebut ditularkan kepada Giandra dengan harapan tidak menjadi orang yang gegabah.
Setelah satu jam perjalanan dari Permata Hijau, sampailah Giandra di kompleks pemakaman mewah. Wanita tersebut tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai petak makam orang tuanya karena ia sudah terlalu sering mengunjunginya. Nisan yang terbuat dari marmer hitam dengan ukuran lebar dan rumput hijau yang menandakan makam dirawat dengan baik menjadi hal yang Giandra suka saat mengunjungi rumah baru orang tuanya.
In loving memory of
A dear husband, father, son, and friend
Hiram Arifa Soerjapranata, son of dr. Arif Soerjapranata
New York, 24 April 1967 - Jakarta, 16 September 2018
In loving memory of
A dear wife, mother, daughter, sister, and friend
Kirana Rantikarna Hadiwiryono, daughter of Prof. Dr. Arya Hadiwiryono
Jakarta, 23 April 1970 - Jakarta, 16 September 2018
Giandra membawa bunga bakung yang merupakan bunga kesukaan mom, payung hitam, dan kopi susu untuk ia minum saat berada di makam orang tuanya (bahkan Giandra pernah membawa setoples kue kacang saat kunjungannya di Hari Raya). Biasanya Mba Yaya atau mama ikut datang untuk menemani Giandra ke makam orang tuanya, namun Giandra lebih sering mengunjungi makam orang tuanya sendirian.
Cuaca pagi itu memang tidak terlalu panas karena belum memasuki tengah hari, namun Giandra tetap membuka payung hitam dan mengenakan kacamata hitam dari rumah mode Italia. Tangannya langsung meletakkan bunga bakung di atas tanah makam yang rata tanpa gundukan dan tersenyum tipis. Dari balik kacamata hitamnya, pandangan Giandra tampak berkaca-kaca.
"Hi Mom, hi Dad." Giandra berbicara dengan suara pelannya yang kemudian ia melanjutkan dengan doa.
Beberapa tahun sebelumnya, Giandra pernah berpikiran untuk meninggal dan dimakamkan di petak yang berdekatan dengan makam orang tuanya. Ia kerap menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. Sekarang Giandra sudah melewati masa tersebut dan datang ke makam orang tuanya dengan perasaan yang lebih santai. Inilah alasan masuk akal bagi Giandra untuk membawa kopi dingin dan bunga bakung—karena ia menganggap orang tuanya pindah ke rumah baru yang jauh lebih bagus.
"Morning, Giandra."
Wanita tersebut berdiri dan menoleh pada seorang pria bertubuh tinggi yang berdiri di sebelahnya. Giandra membuka kacamata hitamnya untuk melihat lelaki itu lebih jelas.
"Morning, Kak Nicky," sapa Giandra begitu ia melihat lelaki yang menyapanya di makam orang tuanya adalah Nicholas, "apa yang Kak Nicky lakukan di sini? Apakah Kakak mengunjungi makam seseorang?"
Giandra tahu pasti bahwa kakek nenek Nicholas dari pihak ayahnya dikebumikan di Indonesia. Kakeknya Nicholas yang pernah menjabat sebagai Menlu, Rashad, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata. Sementara neneknya, Agnia, dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir. Pengecualian untuk kakak Nicholas, Hanneli, yang harus dimakamkan secepat mungkin saat wafat di Arab Saudi pada tahun 2022 silam.
Lantas, makam siapa yang dikunjungi oleh Kak Nicky? Giandra membatin sembari bertanya pada dirinya sendiri.
"Aku mengunjungi makam sahabat baik ayahku," jawab Nicholas sembari tersenyum dan memandangi makam dari orang tuanya Giandra.
Wanita muda itu teringat dengan ucapan Mba Yaya yang mengabarinya tentang seorang lelaki muda yang mengunjungi makam orang tuanya selama beberapa bulan belakangan. "Jadi ... Kak Nicky yang mengunjungi makam orang tuaku selama beberapa bulan ini?"
Lelaki muda itu menganggukan kepalanya perlahan dan mengambil payung hitam yang digenggam oleh Giandra. Mereka pun berbagi payung karena matahari pagi yang mulai terik. "Iyaa, Giandra. Aku sudah mulai mengunjungi makam orang tuamu sejak akhir tahun lalu. Sebelumnya, aku menemani ayahku yang kerap mengunjungi makam orang tuamu sendirian. Sejak aku menemaninya, ayahku menceritakan banyak hal soal orang tuamu dan ayahku tampak senang akhirnya ada seseorang yang bisa mendengarkannya saat ia membicarakan keluarga sahabatnya."
Telinga Giandra menangkap penjelasan Nicholas tampak menarik perhatiannya dan ia memutuskan untuk menanyakan apa yang Nicholas ketahui soal orang tua atau keluarganya. "Apa saja yang pernah diceritakan oleh ayahmu, Kak?"
"Banyak sekali. Karena ayahku dan ayahmu juga seumuran serta sama-sama anak tunggal, jadi mereka banyak berbagi cerita."
"Ayolah ceritakan padaku!" Giandra tetap membujuk Nicholas sembari memandanginya dan lelaki itu langsung tertawa kecil.
"Aku ceritakan yang ada namamu, ya!" sontak Nicholas dengan perasaan senang dan terdiam sejenak untuk mengingat salah satu obrolan yang diceritakan oleh ayahnya tentang keluarga sahabat baiknya ini. "Untuk mendatangkan Anindya, orang tuanya berdoa lebih banyak. Mereka mendoakan diri mereka dan orang lain. Mereka juga banyak membantu orang lain. Bahkan saat Anindya lahir, mereka tetap melakukannya hingga mereka meninggal."
Begitu mendengarkan cerita dari Nicholas, Giandra pun langsung terdiam dan terasa aneh saat mendengarkan Nicholas bercerita tentang dirinya, namun memanggilnya dengan nama panggilan yang dipakai oleh orang tua dan kakek neneknya. Wanita muda tersebut mencoba untuk tersenyum tipis dan melihat Nicholas untuk menanyakan cerita lainnya. "Apakah ada lagi, Kak, yang kamu ingat dari cerita ayahmu tentang orang tuaku?"
"Ayahku berkata kalau Pak Hiram percaya kamu akan memiliki hidup yang sangaaaaat baik setelah kepergiannya. Bahkan ayahmu akan mengunjungi pacarmu kalau kamu mendapat pacar yang jelek secara sifat dan rupa."
Giandra tertawa begitu mendengar ucapan dari Nicholas. "Iyaaa, kurasa dad memang benar-benar mengatakannya."
TBC
Published on August 17th, 2024
nas's notes: karena sudah memasuki 11k views, aku berikan bonus. tapi tolong jawab pertanyaanku di atas, ya. atau pertanyaanku di beberapa part sebelumnya juga boleh (authornya kesepian).
.
.
.
Jakarta, Indonesia
Early June 2026
"Aku akan menulis novel romansa!"
Pengumuman yang didengar Nicholas dari mulut Giandra tentu saja berhasil membuat lelaki berambut cokelat itu terkejut. Selama ini, Giandra menulis beberapa novel hits tanpa bumbu romansa, hingga banyak orang yang memiliki asumsi sendiri bahwa Giandra belum pernah pacaran (ini benar) dan Giandra memiliki trauma dalam menjalin hubungan (ini salah). Sepulang dari komplek pemakaman di pinggir kota Jakarta, mereka berdua memutuskan untuk mampir ke Grand Indonesia hanya untuk makan siang dan membeli minuman dingin.
"Tentang apa, Giandra?" tanya Nicholas yang tampak penasaran.
"Jatuh cinta untuk pertama kali," ucap Giandra yang langsung tersenyum manis, "kalau aku mengambil referensi adegan ciuman dari ciuman kita yang terakhir itu, apakah boleh?"
Wajah lelaki muda itu tampak memerah. Ciuman pertama Nicholas dan Giandra menjadi kenangan abadi untuk mereka berdua. Alangkah terkejutnya saat ia mendengar Giandra ingin menggunakan ciuman mereka untuk referensi tulisan yang akan ia tulis.
"Aku tidak keberatan, Giandra. Kalau kamu ingin aku cium lagi juga boleh." Nicholas langsung menawari bantuan dan memegang tangan Giandra untuk mengusap punggung tangan wanita pemilik iris cokelat itu. "Kalau boleh, aku akan mengatur kencan selanjutnya sekaligus mengutarakan keinginanku. Apakah kamu ingin berkencan lagi denganku?"
Kini, giliran Giandra yang menampilkan reaksi terkejut. Pipinya langsung memerah dan ia menyorot pandangannya ke arah lain. "Aku mau berkencan denganmu, Nicholas Wiradikarta ... ah, ya, tentu ... tolong jadwalkan untuk ... kencan selanjutnya, Kak Nicky."
Pemilik iris hijau kebiruan itu langsung tersenyum dan menatapnya sembari mengusap punggung tangan Giandra. Menurut Nicholas, ia melihat Giandra yang tetap lucu, menggemaskan, dan murni seperti dirinya sendiri. "Akan aku atur jadwal kencan kita, Giandra Soerjapranata. Kamu juga boleh mengatakan apa yang kamu inginkan untuk kencan kita. Let me know!"
"Bagaimana kalau kita nonton film?" Giandra mengajukan kegiatan yang ingin dia lakukan saat berkencan. "Aku mau berkencan sembari menonton film!"
Mendengar saran Giandra, lelaki muda itu langsung menganggukkan kepalanya. "Boleh! Yuk kita nonton film horror ... mau horror Jepang atau horror Indonesia?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top