18. Eye-Opener

nas's notes: jangan lupa vote dan comment ya. kalau bacanya offline, bisa nyalain dulu paket datanya dan vomments terus matikan lagi. PLS JANGAN LUPA DI VOTEEEE PART LUCU INI karena hari ini aku upload dua kali :((

terima kasih dan selamat membaca!

.


.


.

Nicholas Wiradikarta:
Adeeeek.
Gimana?

Nayantara Sura:
Apaa?

Nicholas Wiradikarta:
Giandra.
Aku, 'kan, langsung pergi habis dari rumahnya Giandra.
Ini aku masih di tempat Andrew.

Nayantara Sura:
Tahu, enggak?
Siapa crush-nya Giandra yang jelek, cuman modal ngajakin jalan, sama enggak niat confess itu?
Sumpah aku beneran emosi banget karena gara-gara orang ini, Giandra mau menolak Adipati Jawa sama Hamdi Hassan.
Iya memang kakek neneknya yang nolakin, cuman, 'kan, Giandra juga enggak bakalan mau sama mereka. MAUNYA SAMA CRUSH-NYA YANG JELEK ITU.

Nicholas Wiradikarta:
Siapa?

Nayantara Sura:
Nicholas Hanan Albert Wiradikarta.

Nicholas Wiradikarta:
HAH.
BOHONG KAMU.

Nayantara Sura:
Buat apa aku bohong kalau aku ngetik sambil emosi?

Nicholas Wiradikarta:
Jadi soal cursing depan Giandra itu benar-benar disengaja?

Nayantara Sura:
Memang.
Cuman yang aku kaget adalah Giandra tahu.

Nicholas Wiradikarta:
Maaf aku suka kelepasan cursing depan Giandra.

Nayantara Sura:
Giandra enggak suka laki-laki kasar.

Nicholas Wiradikarta:
AKU ENGGAK TAHU KALAU GIANDRA TAHU ARTINYA.

Nayantara Sura:
Giandra pintar, 'kan?
Karena itulah, dia disukain sama para lelaki mapan. Sayangnya, dia sukanya sama kakak.
Minimal kalau disukain sama perempuan seperti Giandra, tuh, harus sadar diri. Mana kalian sudah sering jalan bareng keliling Jakarta, tapi bisa-bisanya kakak enggak bisa confess.
Emang orang jelek suka enggak tahu diri.
Pantas saja selama ini anaknya enggak mau cerita siapa crush-nya.

Nicholas Wiradikarta:
Tolong jangan gaslighting aku.

Nayantara Sura:
Mana ada gaslighting, sih?
Aku mengatakan hal yang benar.
Kasihan Giandra sekecil itu sudah menyukai lelaki yang enggak seberapa kayak kakak.

Nicholas Wiradikarta:
Kata-katamu jahat sekali, Adek.

Nayantara Sura:
Udah minta dijodohin, terus aku dibilang jahat. Emang orang enggak tahu diri dikasih nyawa jadinya kayak Kakak.
Terus sekarang kakak sudah tahu, jadi mau gimana?
Giandra kalau langsung diajak nikah sama kakak kayaknya senang, deh.

Nicholas Wiradikarta:
Sebenarnya, Adek.
Aku memang belum tahu banyak kalau soal percintaan alias aku baru sekarang suka sama perempuan. Aku bingung harus confess seperti apa ke Giandra supaya dia terkesan.
Apakah kamu ada ide?

Nayantara Sura:
Tanya Mas Andrew, Kak.
'Kan Mas Andrew pakar asmara walau lebih sering ketolak dan patah hatinya.

Nicholas Wiradikarta:
Apa aku confess lewat chat aja, ya.

Nayantara Sura:
JANGAN.
Buat orang yang sering ketemu, sebenarnya enggak baik kalau giliran confess atau mengajak anak perempuan orang lain pacaran lewat chat.
Apalagi kakak juga jadi editornya Giandra sejak awal debutnya sebagai novelis.

Nicholas Wiradikarta:
Gimana ya, Sura.
Apa aku ajak Giandra makan aja?
Astaghfirullah.
Dek.
Sura.
Haloooo?
Fix aku ditinggal.

"Dru, cara confess ke Giandra, tuh, gimana, ya?"

Nicholas memberikan pertanyaannya saat Andrew sedang menonton kualifikasi Formula One dari kediaman Andrew. Kebetulan, rumah Andrew sepi dan Sura belum pulang dari perjalanannya bersama Giandra dan Aqsad. Sedari tadi, mata Andrew hanya terfokus kepada cepatnya laju mobil yang dibawa oleh Max Verstappen.

"Minimal coba cari-cari dulu tutorial-nya di internet. Jangan langsung jeder nanya ke aku 'Dru, cara confess ke Giandra, tuh, gimana, ya?'" gumam Andrew yang tatapannya masih memfokuskan diri menatap televisinya. "Duh, mobilnya Norris ini selalu menempel dan merayap sama mobilnya Verstappen terus, ya. Ini baru kualifikasi, loh."

Nicholas juga sedari tadi memperhatikan tim kesukaannya, namun pikirannya akan Giandra tampak mengalihkan fokusnya dari kualifikasi yang ia tonton dan langsung mengambil ponsel pintarnya. Jemarinya tampak mengetik layar ponsel sembari mengucapkan kata-kata yang ia ketik di situs pencarian. "Cara menyatakan perasaan kepada wanita."

"Tahun ini usiamu boleh dua puluh sembilan, tapi kamu benar-benar masih seperti toddler." Andrew mengatakannya sembari menggelengkan kepalanya dengan heran. "Nicky, cara yang bisa diterima adalah kamu datang ke rumahnya Giandra dan ajak dia mengobrol soal pernikahan."

"Hanya itu?" Lelaki muda tersebut mencoba untuk mengkonfirmasi ucapan Andrew barusan.

Akhirnya Andrew menoleh sejenak pada Nicholas dan menganggukkan kepala. "Kalau kamu mau langsung ajak dia nikah juga silahkan."

"Aku tidak segila itu ... walaupun sebenarnya aku ingin ...."

.


.


.

Jakarta, Indonesia
End of May 2026

"Apa yang terlihat cantik untuk dikenakan oleh perempuan yang tingginya 171-172 cm?"

Para pegawai yang bekerja di butik mewah asal Prancis langsung mencarikan beberapa rekomendasi yang diminta oleh Raka. Seorang manajer langsung mengeluarkan dua set pakaian terbaik yang baru saja masuk Indonesia.

Setelah selesai mengayunkan stik golf di hari Minggu, Raka Purnomo dan Akbar Pradana langsung mengunjungi pusat perbelanjaan untuk membeli hadiah. Raka meminta manajer untuk menutup butiknya untuk penjualan privat. Alhasil, manajer butik langsung mengetahui bahwa dua pria ini akan melakukan transaksi besar di butik tempatnya bekerja.

"Bukankah tinggi badan istri Pak Raka 157-an?" tanya Akbar begitu telinganya menangkap angka yang tidak sesuai sembari meminum jus jeruk yang tersaji di butik. Matanya tampak asyik melihat koleksi sepatu yang akan cocok untuk istrinya.

"Istri saya, sejak pengobatan dan diam di rumah, tak dapat mengenakan barang-barang mewah seperti ini, Akbar. Kalaupun saya membelikan hadiah untuk dia, tempat yang bisa dikunjungi istri saya hanyalah kamar tidur, ruang rias, dan kamar mandi. Itupun ia masih membutuhkan caregiver."

"Astaghfirullah, separah itu, kah, Pak?" tanya Akbar dengan perasaan prihatin dan Raka menganggukan kepalanya perlahan.

"Saya menyayangkan istri, orang yang saya sayangi, yang harus mengalami semua kejadian ini," ucap Raka dengan nada yang penuh prihatin, "saya selalu memperhatikan orang-orang di sekitar, namun untuk istri yang sudah menemani saya sejak nol, saya harus lebih memperhatikannya sebagai suami yang merindukan kehadiran istri dan mengharapkan yang terbaik seperti sedia kala."

"Memang Pak Raka ini sosok lelaki dan suami yang pantas menjadi panutan bangsa," puji Akbar sembari menoleh pada Raka, "makanya banyak anak-anak muda yang menjadikan bapak sebagai inspirasi dan standar."

"Saya tersanjung mendengar pujian dari anak muda yang sangat menginspirasi seperti Mas Akbar." Raka menerima pujiannya dan membalikannya pada Akbar. "Memang keluarga Mas Akbar ini selalu menjadi panutan."

Mata raka melihat sekilas satu set jas dan rok pendek di atas lutut berwarna hitam. Ia berpikir bahwa set pakaian tersebut akan manis jika dikenakan oleh seseorang yang cantik dan elegan seperti Giandra.

"Saya ingin membelikan seseorang untuk pergi makan malam bersama—saya ingin dia datang dengan pakaian yang sesuai selera karena saya ingin membicarakan sesuatu yang bernilai besar." Raka mengatakan sembari menoleh pada pegawai toko yang memegangi satu set pakaian yang akan ia beli. "Saya ambil yang itu. Tolong dijumlahkan bersama belanjaan saya tadi, namun tolong disimpan terpisah dari belanjaan lainnya."

Akbar mengangguk mengerti saat mendengar jawabannya Raka. "Anda memang selalu bermurah hati kepada orang lain, Pak Raka."

Setelah kedua pria itu menyelesaikan transaksinya dan keluar dari toko bersama beberapa belanjaan yang dibawakan oleh ajudan, Akbar dan Raka berjalan menyusuri pusat perbelanjaan dan beberapa pengunjung menyadari bahwa Raka, Si-Wakil-Menteri-Paling-Menginspirasi-dan-Tampan, tampak berjalan dekat mereka sembari tersipu dan terpesona.

Dari sekian pengunjung yang memandangi Raka berjalan melewati mereka, Raka langsung mendapati pandangannya yang menangkap sosok lelaki yang ingin ia temui melalui sekretarisnya. Raka sudah menantikan pertemuannya dengan Nicholas dan ini adalah saat yang tepat untuk Raka. Sayangnya, Nicholas langsung bergegas dan Raka langsung memberi isyarat pada salah satu ajudannya.

"Pak, tolong ikuti lelaki itu dan bawa dia. Saya ingin bertemu dengannya. Akan saya kirimkan lokasinya."

TBC

Published at August 11th, 2024

nas's notes: kalau kalian udah baca part 16 bonus, pasti kalian bakal membatin pas baca omongan si raka di part 18 ini.

yaaaay sudah 9k views! terima kasih ya semuanyaa <3 aku mau post bonus yaaa :D

.


.


.

Jakarta, Indonesia
End of May 2026

"Aqsad, kamu yakin kalau Raka Purnomo ini benar-benar anak orang kaya lama?"

Pertanyaan yang ditanyakan oleh Hamdi Hassan saat minum kopi di jam senggang mereka membuat pikiran Aqsad agak lebih terbuka. Sebenarnya Aqsad sendiri sudah mumet dengan pekerjaannya sebagai pengacara, keluarganya yang menjadi dominasi nomor dua dalam konglomerasi kretek nasional, dan kisah asmaranya dengan jurnalis yang tak menentu karena mamanya tak merestui.

"Hmmm, ada apa, Bang Hamdi?" tanya Aqsad yang telinganya menangkap nama yang familiar bagi dirinya dan keluarga.

"Sebenarnya aku sedang membaca artikel yang terlalu banyak menyanjung Raka dalam setiap paragrafnya dan menurutku itu aneh," ucap Hamdi sembari membuka Macbook miliknya, "oke, memang terdengar pahit, namun aku melihatnya juga merasa ... agak janggal."

"Bagaimana, Bang?"

"Raka ini, 'kan, memiliki citra diri sebagai bagian dari keluarga orang kaya lama yang berkuasa di Indonesia." Hamdi menjelaskan sembari menjelaskan isi catatannya yang terlalu rinci. "Kejanggalannya adalah saat temanku berkunjung ke rumah keluarga tersebut, mereka tidak melihat jejak Raka di foto dan dokumen keluarga manapun."

"Siapa tahu Raka dikirim untuk sekolah di luar negeri?" Aqsad berasumsi dan Hamdi tampak tak yakin sembari meminum kopinya.

"Kalaupun dia memang sekolah di luar negeri sejak kecil, minimal di foto keluarga pasti ada, dong, Sad?" Hamdi membalikan pertanyaan dan membiarkan Aqsad untuk berpikir.

"Sebentar, Bang, mamaku tahu istrinya dan seharusnya istri juga tahu siapa saja keluarga dari suaminya. Kalaupun Raka emang berpura-pura soal keluarganya, bisa saja ketahuan dari istrinya," jelas Aqsad dan sayangnya ia merubah ekspresi wajahnya menjadi muram, "sayangnya istrinya sudah lama sakit dan mamaku tidak bisa menemuinya selama tiga tahu belakangan. Raka tahu itu karena aku mengingatkannya saat di pernikahan adiknya Mba Alya."

Hamdi dan telinganya coba mendengarkan ucapan Aqsad barusan. Ia teringat bahwa ada kejanggalan dari kasus istrinya Raka. "Sakit bukan penyakit, Aqsad. Cuman memang istrinya dibikin kritis sama Raka. Istrinya ini kaya banget, loh, dan Raka ingin harta istrinya. Makanya sang istri masih dibuat hidup, meskipun nyaris mati. Bahkan ada dugaan kalau Raka ini punya simpanan dari A-list actress kita."

Aqsad yang mendengarnya pun hanya melotot. "HAH SIAPA BANG?!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top