11. Pendants and Chain

nas's notes: hi semua! maaf aku baru update lagi karena sekarang kondisiku udah baikan. kemarin aku sempat sakit dan juga sedih karena habis nonton belgian gp <///3.

anyway, terima kasih untuk 5k dan juga 500-an votes. terima kasih juga karena cerita umkm ini bisa bertengger di peringkat 10 tagar oldmoney bersama cerita-cerita top lainnya :")

untuk teman-teman yang baru mengikuti cerita ini, coba absen dulu yuk dengan reply paragraf ini!!

jangan lupa vote terlebih dahulu sebelum membaca dan kalau kalian suka baca offline, tolong nyalain dulu paket datanya terus vote dan matikan lagi paketnya. kalian juga boleh follow twitter/x aku di (at) gemeinschweft supaya enggak ketinggalan info update, spoiler, atau konten-konten lainnya!

terima kasih banyak dan selamat membaca <33

.





.





.

Jakarta, Indonesia
27 April 2026

Giandra Euphrasia's 26th birthday.

"Sayang, jam setengah empat nanti tutup laptop, ya. Kamu, 'kan, sudah bilang kalo kamu akan pulang cepat di jam empat sore." Seorang wanita berusia tiga puluhan awal kembali mengingatkan saat melirik Giandra yang duduk di sebelah mejanya. Wanita tersebut terlihat memasukan pouch besar ke dalam tote bag Goyard abu-abu miliknya dengan terburu-buru.

Giandra menganggukkan kepala dan matanya melirik ke arah jam tangan yang ia kenakan. Sekarang jam setengah empat kurang lima belas menit dan Giandra sudah tidak memiliki banyak pekerjaan di hari Jumat sore. "Yup, Mba Gis. Akan aku selesaikan pekerjaanku."

"Giandra." Wanita dengan rambut pendek berwarna honey blonde pun memanggil namanya. Matanya menatap Giandra yang mulai mengetik keyboard dengan cepat. "Sudahlah."

"Sebentar lagi," ucap Giandra sembari memandangi layar dan membiarkan jemarinya bekerja dengan cepat.

Gista, nama wanita yang menjadi mentor Giandra dan Farhan, sebenarnya hanya berusaha untuk mengingatkan Giandra terkait dengan pekerjaan. "Aku tidak mau jawaban itu. Masih ada hari Senin untuk menyelesaikannya. Itu bukanlah pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini."

"Iyaaaaa Mba." Giandra mencoba mematikan laptop dan menunjukkannya kepada Gista. "Sudah, ya."

"Nah, bagus." Gista merespon sembar beranjak. "Aku pulang sekarang, ya. Aku harus jemput orang tuaku di bandara. Farhan, kamu jam empat tutup laptop juga, ya. Turun sama Giandra dan langsung pulang. Jangan di kantor sendirian ... hari ini sepi, tahu." Gista melanjutkan ucapannya sembari membawa tas mewah miliknya.

Farhan, lelaki satu-satunya di divisi tersebut hanya bisa mengangguk dengan sopan. "Iyaaa Mba Gis."

Kemudian wanita yang dipanggil Mba Gis ini langsung beranjak dari kursinya dan memandangi dua rekan satu timnya. "Farhan, I love your new haircut ... It looks wavy and cool,"  puji Gista saat melihat Farhan dengan gaya rambutnya, lalu matanya menoleh pada Giandra yang (menurutnya) menampakkan penampilan yang menarik untuk hari ini, "Giandra, oh Dear, you look lovely and sweet like first love!"

Kedua anak muda itu pun tersenyum sopan begitu mendengar senior mereka yang begitu murah hati (dan selalu) memuji mereka dan memberikan kata-kata baik untuk semua hal. Mencerminkan orang dewasa di kantor yang mengayomi dan bertanggungjawab. "Thank you Mba Gista and happy weekend!"

Setelah Gista meninggalkan ruangan untuk mengejar lift, Farhan menutup laptopnya dan memasukan barang-barangnya ke dalam tas ransel navy-nya. Giandra juga membereskan barang-barangnya seperti kabel cas, Macbook, dan shawl dari Hermés. Lelaki muda itu pun melirik pada Giandra yang duduk persis di sebelahnya dan menyadari bahwa Giandra berpenampilan lebih manis dari penampilan biasanya (namun ia menahan diri dari memberikan pujian). "Kak Gi ada kencan, ya?"

Giandra menganggukkan kepalanya perlahan. Ia tidak bisa berbohong karena penampilannya sudah menggambarkan agenda yang membuatnya bersedia untuk pulang lebih cepat.

"Iyaaaa. Apa kamu ada tips soal kencan ini, Han?"

Lelaki muda itu hanya memberikan ekspresi datar. "Aku terakhir kencan itu sama mantanku pas kuliah, Kak. It's your first time, ya?" tanya Farhan sembari menebak.

Wanita muda itu terlihat mengangguk pasrah untuk menjawab pertanyaan, "benar, Han."

"Gini, Kak, kalau dia inisiatif jemput Kak Gi di lobi bawah atau dia jemput dari pintu rumah terus sapa orang rumah, langsung kontak WO aja, ya." Farhan berujar.

Jawaban yang diberikan oleh Farhan pun membuat Giandra berpikir. "Kenapa, Han?"

"Kalau orang yang antusias untuk berkencan dengan orang dia suka, pasti begitu. Karena aku begitu. Daripada menunggu di mobil, lebih baik aku jemput dia terus ngobol sampai ke parkiran. Aku tahu Kakak bisa jalan parkiran langsung ketemu dia di mobilnya, tapi Kak Gi pasti senang pas lihat dia jemput dari depan pintu rumah atau dari lobi kantor."

Mendengar penjelasan dari Farhan, Giandra pun langsung terbayang bahwa Nicholas kerap menjemputnya dari lobi depan kantor (tentu saja dengan cara jemput anak sekolah yang mobilnya mengantri dan melewati lobi), namun jika Nicholas menjemputnya dari rumah, ia akan turun dan masuk ke rumah untuk menyapa Mba Yaya atau keluarganya yang ada di rumah. "Let's see, ya. Karena lelaki yang memiliki akal dan pikiran untuk memikirkan hal sedetail itu adalah editor-ku." Giandra membalas sembari tersenyum.

"Editor-mu kenapa?"

"Dia attention to detail-nya bagus. Tampaknya akan masuk akal kalau dia yang menjemputku. Entahlah teman kencanku ini akan seperti apa."

Mereka berdua tak melanjutkan ucapan. Dengan tak sengaja, Farhan memainkan rambutnya yang baru saja ia potong. "Kak Gi, kau tahu, yang paling penting dalam kencan pertama ialah memastikan bahwa mereka masih menghubungimu setelah kencan."

"Kamu benar," ujar Giandra setuju sembari memainkan pergelangan tangannya, "kalau tidak berlanjut, aku pun tidak masalah."

Farhan hanya menghela nafas. "Kencani saja editor-mu."

"Apakah itu saran lainnya?"

Lelaki muda itupun terkekeh. Ia sendiri mulai mengenakan jaket jinsnya dan melirik ke arah pergelangan tangan Giandra yang mengenakan gelang yang tak biasa. Gelang yang sejak tadi sudah menarik perhatiannya. Farhan sadar bahwa gelang tersebut adalah gelang yang menjadi perbincangan di media sosial sejak beberapa tahun yang lalu. "Ngomong-ngomong aku sudah sadar sejak tadi pagi—aku baru kali ini lihat Kak Giandra pakai gelang."

Saat Farhan menyadari bahwa dirinya mengenakan gelang dari Pandora, Giandra refleks melirik pergelangan tangan kirinya untuk melihat gelang yang memiliki beberapa pendants koleksinya. "Ah, aku sudah memilikinya sejak lama dan aku selalu mengenakannya untuk hari spesial."

"Tampaknya hari ini benar-benar spesial sekali untukmu, Kak Gi. Boleh diceritakan soal pendants-mu itu, Kak?"

Merasa senang saat ada seseorang yang menanyakan arti dari pendants-nya, Giandra pun langsung menunjukkan gelangnya agar dapat terlihat jelas oleh rekan kerjanya. "Koala, because I was born in Australia, house with flowers, my dad was an architect and mom was a landscape architect, and the revolver ... I was a good shooter athlete."

Begitu mendengar penjelasan Giandra soal cerita dari pendants-nya, Farhan memberikan reaksi terkejut. Ia tahu bahwa seniornya ini memiliki banyak kesukaan, namun ucapannya Giandra soal karier atletik terdahulunya membuat Farhan penasaran untuk mencari nama Giandra di internet. "Kak Giandra pernah jadi atlet menembak?!"

"Yeah! I got my prestigious gold medal. For now, I already retired and am still playing for fun," balas Giandra dengan perasaan penuh nostalgia sembari memainkan salah satu pendant di gelangnya dengan jemarinya.

Akhirnya saat mereka berdua menyadari waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Giandra dan Farhan langsung bergegas berjalan menuju lift untuk turun menuju lantai dasar. Begitu mereka berdua sudah keluar dari pintu otomatis, mata Farhan tampak melihat banyak orang, namun pandangannya fokus kepada sosok lelaki yang duduk di sofa dan menarik perhatian Farhan dengan tampilan samping wajahnya. Farhan pun berbisik, "Kak Gi, teman kencanmu belum datang, 'kan? Sudah kamu kabari?"

"Sudah! Aku bisa menunggunya di lobi."

Lelaki muda itu hanya mengangguk sopan. "Baiklah, aku pulang duluan ya, Kak."

Mereka berdua pun berpamitan dan Giandra melihat rekan satu timnya yang berjalan keluar dari gedung kantor lalu bertemu dengan pengemudi ojek online-nya. Sembari menunggu, Giandra memilih untuk duduk di sofa yang biasanya diduduki oleh tamu atau orang-orang yang menunggu jemputan. Ia mencoba membuka ponsel dan tak ada satupun notifikasi dari Nicholas. Biasanya, jika Giandra di jemput dari kantor, ia bisa melihat mobil Nicholas yang menjemputnya dari depan lobi. Sayangnya, matanya masih belum melihat keberadaan mobil Mercedes-Benz E Class warna hitam milik Nicholas.

"Kamu kira aku akan jemput kamu di lobi depan, ya?"

Giandra menoleh dan ternyata Nicholas sudah menghampirinya di sofa lobi. Pikirannya berusaha memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang membuat Nicholas mau berjalan ke dalam lobi kantornya. Wanita muda itupun tak tahu harus bereaksi seperti apa hingga Nicholas memilih untuk mengambil barang-barangnya dari tangannya.

"Kak Nicky?"

"Hai," sapa Nicholas sembari tersenyum, "sudah siap?"

"Sudah!" Giandra membalas dengan raut wajah senang.

"Yuk kita jalan ke parkiran!"

TBC

Published on July 31th, 2024

nas's notes: akhirnya farhan yang kalian lihat di one tweet aku sudah aku debutkan di part ini! :D

harusnya aku publish di tgl 30, tapi aku ketiduran wkwkkwkwk (nangis).

terima kasih yaa semua! aku drop bonusan karena kalian suka vote dan kasih aku reaction yang banyak terus lucu-lucu. kan aku jadi semangat untuk update ya wkwkwk yasudah yuk cek!

nas's notes at november 2024: aku menyadari bahwa part ini kayak flat dan enggak semua orang suka (dari votesnya), jadi aku revisi beberapa bagian. boleh dibaca lagi yaaa! terima kasihhh
.

.

.

Karena ia kerap penasaran tipe cowok Giandra dan ia tidak menemukan apapun dari akun media sosial, Nicholas mencoba untuk bertanya langsung dari sumber. Sebenarnya Nicholas bisa bertanya pada Sura, adiknya, namun ia tahu bahwa Sura akan bertanya "Ada apa? Kakak ingin merekomendasikan Giandra untuk temanmu?" atau "Kenapa tidak bertanya pada orangnya langsung? Kakak, 'kan, berteman dekat sama Giandra."

Seakan-akan Sura tidak terpikir untuk menjodohkan kakaknya dengan sahabatnya itu.

Sumber yang dimaksud adalah Giandra. Ia mencoba untuk menghubungi melalui WhatsApp. Pada pukul sepuluh malam dan sedang merebahkan tubuhnya setelah mandi, Nicholas langsung mengetik tanpa berpikir.

Nicholas Wiradikarta:
Tipe cowokmu yang seperti apa?

Apakah tipenya yang tinggi, tampan, dan kaya? Atau orang Jawa? Atau keluarga konglomerat yang dekat dengan neneknya? Nicholas membatin sembari menunggu pesan dengan cemas.

Telinganya menangkap suara notifikasi dan Giandra membalas dengan cepat.

Giandra Euphrasia:
Yang kayak Oscar Piastri.

Oscar Piastri ... Alright, tentu saja aku juga suka Oscar. Pembalap masa depan yang benar-benar memiliki GRIT. Hanya saja ... Giandra sedang bercanda, 'kah? Atau asal bunyi saja? Lagi-lagi Nicholas masih membatin dengan perasaan cemas. Jemarinya langsung mengetik dengan cepat.

Nicholas Wiradikarta:
Katanya enggak suka yang lebih muda?

Giandra Euphrasia:
Memang, tapi aku sama Oscar, 'kan, sama-sama dari Melbourne. Jadi kalau Oscar Piastri masih bisa dipertimbangkan.

Nicholas Wiradikarta:
Iyaaa anak kecil.
Aku sama Carlos Sainz juga satu kota, wle.
Tapi ini beneran pertanyaan serius, kamu mau nikah sama laki-laki yang seperti apa?
Kalau jawab 'yang kayak Oscar Piastri' lagi, umurmu berkurang satu tahun.

Giandra Euphrasia:
Astaghfirullah.
Ini jawaban serius yaaaa, Kakak.
Sama lelaki yang mendukung apapun yang menjadi passion-ku. Lelaki yang harus tahu sejak awal kalau aku memiliki banyak kebisaan dan kesukaan.
Karena orang tuaku enggak melarangku karena aku perempuan atau karena mereka lihatnya enggak cocok, justru mereka mendukung dan berusaha agar aku bersinar.
Mereka ingin aku membangun karierku yang didasari karena aku senang melakukannya dan orang tuaku selalu mendukung aku.

Nicholas Wiradikarta:
Alright, namun kalau suatu saat karier kamu redup, bagaimana?

Giandra Euphrasia:
Redup atau tidaknya, yang penting aku sudah berusaha dan sudah didukung.
Kalau aku dicurangi atau ada yang menghalangi aku, seharusnya dia tahu kalau dia akan selesai.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top