The Idiom of "Anjay" on Earth-62

Awal tahun 2020 adalah petir di musim panas bagiku. Presiden Antar Galaksi mengeluarkan larangan warping[1] dari dan ke Earth-01 karena munculnya sebuah pandemik di sana. Siapapun yang melanggar, habislah sudah. Tidak hanya kehilangan akses untuk warping ke Earth-01, tapi juga ke semua planet, tapi juga semua galaksi. Jika kehilangan koneksi internet adalah yang paling ditakutkan oleh manusia di Earth-01, maka aku lebih takut kehilangan akses warping.

Sudah jelas bukan, warping adalah segalanya. Ingin bertemu dengan pacar? Warping. Bermain volley-asteroid? Warping ke Mars-01. Permainan yang lebih menantang? Mengubah sudut satelit di Earth-01. Tentu hal itu dilarang karena mengganggu proses kehidupan dimensi lain, tapi peduli amat.

Dimensi-01 adalah satu-satunya dimensi yang berdiri tanpa sebuah organisasi. Artinya, tidak ada satupun aturan di sana. Oleh karenanya, ada begitu banyak turis dari dimensi lain yang datang ke sana. Entah itu untuk bermain, atau berbuat seenaknya. Termasuk ketika aku secara perlahan mengubah jalur orbit Pluto-01.

Namun, hal yang paling menyenangkan tentu ada di Earth-01. Melihat bagaimana para manusia di sana berinteraksi merupakan hiburan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Marah, senang, sedih, haru, bisa kurasakan hanya dengan melihat mereka. Dan kini, aku tidak tahu sampai kapan larangan warping ini berakhir. Sudah delapan bulan lamanya, aku tidak pernah beranjak dari Earth-62. Hampir seluruh hariku kuhabiskan untuk berbaring di kasur sembari membaca buku.

"Dik!"

Sejenak aku menoleh ke arah sumber suara. Kulihat sebuah lubang cacing yang muncul tiba-tiba dan perlahan membesar. Lalu, pacarku--Nisa--muncul sembari tersenyum ke arahku.

"Anjay?" tanya Nisa dengan senyum penuh rahasia.

"Anjay," jawabku penuh malas sembari mengambil kembali buku yang tengah kubaca.

"Dik!" panggil Nisa dengan nada tinggi.

Aku menghela napas kasar. Dengan malas, kutatap Nisa yang tengah memasang wajah serius. Selama delapan bulan ini, Nisa lah yang selalu mengajakku pergi keluar. Selama itu pula ajakannya selalu kutolak. Namun, ini pertama kalinya kulihat Nisa begitu serius. Belum sempat aku berkata, Nisa melemparkan sebuah masker oksigen yang digunakan untuk pergi ke antar galaksi. 

"Anjay!" ujar Nisa kembali sembari menunjuk ke dalam lubang cacing.

"Anjay?"

"Anjay!" jawab Nisa sembari mengacungkan kedua jempolnya.

Aku mendengus kasar tak percaya. Mana mungkin ada yang lebih menarik daripada Earth-01.

"Anjay!" ujar Nisa kembari yang terus meyakinkanku.

"Anjay?" tanyaku penasaran.

"Earth-01," jawab Nisa.

"Anjay!" teriakku tidak percaya. "Earth-01?"

Nisa mengangguk cepat sembari tersenyum. "Anjay! Earth-01. Anjay?"

Tanpa menunggu lebih lama, aku segera beranjak dari kasur dan segera mendekati Nisa. Namun, beberapa detik kemudian, aku terdiam dan menatap Nisa dingin. Aku tahu jika Earth-01 adalah hiburan terbaik selama ini. Tapi, bagaimana mungkin aku mengambil risiko kehilangan akses warping.

Nisa hanya tersenyum kepadaku. Sepertinya ia sadar arti dinginnya sorot mataku. Dengan perlahan, Nisa menghampiriku dan menepuk bahuku. "Anjay," ujarnya pelan, "Anjay?"

Aku terdiam sejenak. Namun, setelah beberapa lama, aku mengangguk pelan. Toh, mana mungkin ia berusaha mencelakaiku. Dalam satu tarikan napas, kupasangkan masker oksigen yang diberikan Nisa tadi. Lalu, secara perlahan aku menyusul Nisa menembus lubang cacing yang ia buat.

Sesampainya di ujung sana, aku hanya terdiam menatap gelapnya langit. Jelas, ini bukan langit khas yang dimiliki oleh Earth-01. 

"Anjay?" tanyaku bingung sembari melangkah keluar. Lalu, dengan cepat kuarahkan pandanganku ke permukaan tanah. Tanahnya begitu putih dengan permukaan yang kasar. Bukti kedua yang menunjukan bahwa ini jelas bukan Earth-01.  

Merasa dibohongi, dalam sepersekian detik adrenalin dan darahku mengalir ke ubun-ubun dengan cepat. Namun, belum sempat aku membentak, kulihat Nisa tengah berdiri bermandikan cahaya mentari. Siluet tubuhnya yang kecil tampak habis dimakan bulat-bulat oleh cahaya putih itu.

"Anjay," ujar Nisa pelan.

Aku mengangkat satu alisku tinggi-tinggi.

"Anjay," imbuh Nisa kembali sembari menoleh ke arahku. Senyumnya yang begitu indah membuatku merasa bingung. 

Perlahan, kudekati dirinya. Lalu, tidak jauh dari tempat kami berdiri, kulihat sebuah planet hijau yang didominasi warna biru tengah berputar cukup cepat.

"Anjay ...."

"Earth-01," potong Nisa sembari berbisik ke arahku.

Aku menoleh ke arah Nisa. Lalu dengan cepat aku menoleh ke tempat di mana aku berpijak. "Anjay?" tanyaku yang masih bingung di mana kita berada.

"Moon-01," jawab Nisa pelan.

Aku terdiam dan kembali menoleh ke arah Earth-01. 

"Anjay Earth-01, Anjay Moon-01," ujar Nisa sembari menunduk.

Aku tersenyum mendengar penjelasan Nisa. Memang, secara teknis, memang kami tidak melanggar peraturan. Yang dilarang oleh presiden Antar Galaksi adalah warping dari atau ke Earth-01, bukan Moon-01.

"Anjay," ujar Nisa seraya memberikanku sebuah teropong berbentuk kacamata.

"Anjay?" tanyaku pelan.

"Anjay!" jawab Nisa sembari mengenakan teropong kacamata miliknya.

Aku hanya terdiam dan mengikuti Nisa. Lalu, setelah kucoba kacamata itu, para manusia di Earth-01 terlihat.

"Anjay!" teriakku. Penantianku selama hampir delapan bulan lamanya, terbayar seketika. Kulepaskan kacamataku dan kutatap Nisa yang senyum sumeringah.

"Anjay?" tanya Nisa pelan.

"Anjay!" jawabku pelan.

Kulihat Nisa masih sibuk menyaksikan para manusia di balik teropong kacamata itu. Sejenak, kuedarkan pandanganku menyaksikan permukaan Moon-01 yang sangat luas. Kemudian aku tersadar, bagaimana besarnya perjuangan Nisa untuk bisa melakukan warping ke sini.

Untuk melakukan warping, maka seseorang harus memiliki kunci ke tempat tujuan. Sementara di Dimensi-01, baik Nisa dan aku hanya memiliki kunci ke planet Earth-01 dan Mars-01. Artinya, Nisa dari Mars-01, berenang melewati luar angkasa ke arah Earth-01. Lalu, ia kembali berenang dan berhenti di Moon-01. Dan kini, berkat Nisa aku bisa datang untuk melihat Earth-01.

Aku terdiam dan kembali menatap Nisa yang masih asyik menatap manusia. Sesekali ia tertawa dan larut dalam objek yang menjadi awal mula bagaimana kami berjumpa. Kuhisap dalam-dalam oksigen lalu kulepaskan masker oksigen yang tengah kugunakan.

Lalu, dengan pelan kulepaskan area mulut dari masker oksigen yang dikenakan oleh Nisa. Aku tahu, dalam beberapa detik, kurasakan Nisa tampak tersentak. Namun semua itu terlambat. Dengan lembut kubiarkan hangatnya napasku keluar menyentuh setiap permukaan bibirnya. Lalu, balasan napas hangat terasa diseluruh bibirku. Disusul sebuah usapan telapak Nisa yang menyentuh kedua pipiku. 

Dalam beberapa detik, bibir kami saling mengisi dan berpagutan. Kemudian, kurasakan sebuah gigitan lembut yang membuat menandakan semua ini terhenti. Kulihat Nisa dengan cepat kembali memasang masker oksigen miliknya. Aku hanya tersenyum, menyeka bibirku dan kembali mengenakan masker oksigen.

Kulihat Nisa masih terpejam, mengatur napasnya yang cepat sembari bertolak pinggang. Lalu, kudengar embusan napas panjang yang membuat masker miliknya berembun.

"Nisa," ujarku pelan.

Dengan perlahan kugenggam kedua tangannya, dan menatap matanya dalam-dalam. 

"Anjay."

Nisa membisu. Secara perlahan, kulihat wajahnya kembali merah merona seperti paska ciuman kami tadi. Beberapa detik kemudian, kurasakan pelukan hangat dari seorang wanita yang telah melakukan semua ini untukku.

"Anjay," ujar Nisa pelan. 

 ***

Footnote: 

[1] Warping: Berpindah tepat atau dimensi menggunakan lubang cacing. 




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top