Chapter 6: Jealousy

Hari ini untuk pertama kalinya aku belajar bersama di rumah Lilo. Oh maksudku... dengan Louis juga tentunya. Belajar bersama Louis lebih tepatnya.

Aku datang berbarengan dengannya menuju rumah Lilo. Ia merangkulku dengan akrab sembari menekan bel. Saat itu ia memakai baju yang saaaaangat santai. Dia hanya memakai kaos hitam berlengan pendek serta celana pendek selutut. Dan itu pun bukan celana jeans. Dia juga hanya memakai sendal jepit berwarna hijau. Seperti akan ke pantai saja.

Aku melihatnya dengan aneh dari bawah sampai atas. Ia menolehku.

"Vas' Happenin' to you, dude? Hah?" tanyanya.

"Nope. Tapi kau terlihat sangat santai"

"Really? Aku selalu memakai baju seperti ini jika kesini" Ia tersenyum konyol.

"Ooh..." Aku manggut-manggut. Sekarang Louis malah mencolek-colek kupingku dengan iseng. Haduuh...

"Hey! Akhirnya kalian datang!" sorak Lilo yang akhirnya membuka pintu. "Lho, kalian datang berdua? Tumben sekali" Ekspresinya langsung berubah.

"Ya, Louis bahkan menarik tanganku saat aku masih gosok gigi. Dia ingin cepat-cepat datang kesini"

"Oh, pirang, ternyata kau ini pengadu ya!" Louis membelai-belai rambutku.

"Ayo cepat masuk!" Lilo menarik tangan kami berdua.

Aku menaruh tasku di atas sofa ruang tamu. Lalu duduk dengan sopan.

Rumah Lilo hari ini sangat sunyi. Mungkin ibunya sedang berkutik di kamar.

Karena aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, jadi langsung saja aku mengeluarkan buku dari tas. Namun ku lihat Louis malah mengikuti Lilo yang berjalan menuju kamar.

"Lho? Louis!" seruku tidak terlalu kencang. Tidak sopan berteriak-teriak di rumah orang.

"Niall? Memanggilku?" tanyanya dengan tampang tablo.

"Ya, Aku memanggilmu Louis"

"Kau memanggil Louis?" tanya Louis lagi. Masih dengan tampang yang sama.

"Ya, aku memanggilmu!" jawabku.

"Kau sebenarnya memanggilku atau memanggil Louis?" Tampang Louis makin menjadi-jadi.

"Memangnya namamu siapa?!" -___-

"Nama? Namaku? Aku siapa?"

"Namamu Louis!!" seruku.

"Namaku Louis? Oh iya ya! Berarti kau memanggil Louis, bukan memanggilku!" sahutnya dengan wajah bahagia.

"Aaargh... sudahlah! Uhm, kenapa kau malah mengikuti Lilo berjalan? Kita kan mau belajar!" tanyaku akhirnya. Louis dan Lilo saling bertatapan dengan heran. Mereka tertawa-tawa.

"Kita memang mau belajar. Tapi tidak disini! Di kamar Lilo!" jawab Louis dengan masih tertawa.

"Memangnya ibu Lilo tidak akan marah?"

"HAHAHA" Tawa mereka makin menjadi-jadi. Bahkan Lilo sampai memukul-mukul bahu Louis dan wajahnya memerah karena geli.

"Ibu Lilo saja sedang di kamar, tidak disini"

"Tapi bukankah tidak boleh laki-laki masuk ke kamar perempuan?"

"Lho? Memangnya kenapa? Lagipula kita hanya belajar, bukan melakukan apa-apa. Hahaha" Mereka pun berjalan duluan ke kamar Lilo sambil masih tertawa-tawa.

Jadi ternyata mereka sudah sedekat itu. Tentu saja aku tidak mengetahui hal itu. Saat itu aku belajar bersama Lilo di ruang tamu. Dengan kesal, aku kembali memasukkan buku-buku ke tas dan menyusul mereka.

Dan ternyata sesuai dugaan. Ini bukan belajar bersama. Tapi serasa belajar sendirian. Berbeda dengan sebelumnya, belajar bersama hari ini justru membuatku jengkel, bete, dan ill feel setengah mati. Aku terus menekuk wajahku dan bertopang dagu melihat mereka berdua cuma main-main dengan ponsel Louis. Entah berfoto, lalu main game berdua, dan bahkan mereka juga iseng memfoto-fotoku dengan tampang kesal seperti ini.

"Lilo, nomor dua sepertinya..."

"HAHA! LOUIS! WAJAHMU ANEH SEKALI DISINI!!"

Baru saja aku ingin bertanya padanya, dia sudah berpaling pada Louis lagi. Aku kembali bertopang dagu melihat mereka yang sekarang berfoto-foto sambil makan snack. Melirik mereka berdua lagi lalu memutar bola mata. 

Jealous? Aku tidak jealous! Lagipula apa itu jealous? Tidak ada kata-kata jealous dalam kamus kehidupan Niall Horan! Apalagi jealous dengan mereka. Mereka ini memang sudah dari sananya dekat. Bahkan sebelum aku hadir. Aku hanya tidak suka menjadi korban kisah sejoli mereka. Bahkan sampai dijadikan kacang seperti ini.

Ya Tuhaan... makin lama aku makin bosan disini!! Aku berniat mencoba menanyakan pr lagi pada mereka. Kini Louis.

"Lou, kau tahu tidak nomor lim..."

"LILO!! KAU MENGHABISKAN COKLATKU!!"

Bagus. Sempurna. Cocok. Mereka benar-benar cocok. Aku memutuskan untuk memasukkan kembali buku-bukuku ke dalam tas dan bangkit dari sofa kamar Lilo ini. Aku hampir beranjak pergi sampai akhirnya Louis menahan tanganku.

"Hey, Niall, kau mau kemana?" Untuk pertama kalinya aku dianggap oleh mereka.

"Aku mau pulang!" sahutku ketus tanpa menatap wajahnya.

"Oh, ayolah, kita baru saja sampai disini! Kau masih ingin bersenang-senang bukan? PR-ku juga masih belum selesai"

APA?!! APA KATANYA!! BARU SAMPAI?!

Louis tidak sadar ya? Kita sudah 3 jam disini dan tidak satu nomor pun dikerjakan bersama-sama. Dan ia bilang aku masih ingin bersenang-senang? Sejak kapan aku senang berada diantara mereka? Aku tidak pernah dianggap ada! Apa itu yang membuatku senang? HAH?!!

Aku berbalik dan menoleh Louis.

"Maaf, Louis Tomlinson dan Lily Greimas, tapi pr ku sudah selesai. Dan kalian tahu? Aku mengerjakannya SENDIRIAN. Padahal kita sedang belajar bersama, bukan? Jadi lebih baik, lain kali aku mengerjakannya di rumah saja. Permisi!!" Aku langsung buru-buru pulang ke rumah saking kesalnya. Jika mereka bisa memperhatikan dengan jeli, wajahku sudah memerah menahan amarah.

Lilo's Pov

Aku melihat Niall sedang memasukkan buku-bukunya ke tas hitam strip birunya itu. Aku menyikut Louis dan berbisik padanya.

"Hey, itu Niall mau kemana?"

Louis ikut menoleh Niall dan ia langsung menahan tangan Niall yang sudah beranjak dari sofa.

"Hey, Niall, kau mau kemana?" 

"Aku mau pulang!" Aku langsung tersentak mendengar nada bicaranya yang judes itu. Tumben sekali ia bersikap begini. Louis juga terlihat kaget, namun ia bisa bersikap normal lagi.

"Oh, ayolah, kita baru saja sampai disini! Kau masih ingin bersenang-senang bukan? PR-ku juga masih belum selesai"Aku langsung mengangguk menyetujui perkataan Louis ini. 

Tak lama ia berbalik badan dan menoleh kami berdua. Apakah dia tidak jadi pulang? Ternyata salah! Dia justru menyemprotku dan Louis dengan kata-kata tidak kasar, namun bernada pedas.

"Maaf, Louis Tomlinson dan Lily Greimas, tapi pr ku sudah selesai. Dan kalian tahu? Aku mengerjakannya SENDIRIAN. Padahal kita sedang belajar bersama, bukan? Jadi lebih baik, lain kali aku mengerjakannya di rumah saja. Permisi!!" Ia langsung berlari keluar dari kamarku, bahkan rumahku.

Dan dia tadi sempat menekankan kata 'Sendirian'. Itu cara Niall menolak belajar bersama kami? Tapi Niall tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku dan Louis saling bertatapan.

"Kenapa dia?" tanyaku.

Louis hanya angkat bahu. 

Niall's Pov

Aku membelokkan setir mobil dengan kasar. Mengebut untuk cepat sampai di rumah dan saat sampai, aku dengan sengaja menginjak rem mendadak. Namun sebelum turun dari mobil entah untuk apa aku mengegas mobil kencang-kencang. Untung saja jarak antara rumah-rumah berjauhan. Jadi tetangga tidak merasa terganggu.

Ibu langsung keluar dari rumah sambil menutup kedua telinganya dan meneriakkanku untuk turun dari mobil. 

"Niall! Kenapa kau mengegas mobil kencang-kencang!!" serunya kesal.

"Tidak tahu! Pikir saja sendiri!" Aku membanting pintu mobil.

"Kau ini kenapa Niall? Kesal?" tanyanya.

"Ibu, aku bilang aku tidak tahu!! Aku capek buu!!"

Buru-buru saja aku lari ke kamar dan membanting pintu. Aku merebahkan tubuhku di kasur.

Sepertinya kata-kataku tadi terlalu kasar untuk mereka. Aku jadi ingin minta maaf. Tapi, aah... bagaimana ya? Aku gengsi. Terutama Louis. Pada dasarnya, Louis memang orang yang baik dan mengasikkan. Ia juga lucu. Tapi kenapa aku sedikit tidak suka ya dengan keberadaanya? Apa jangan-jangan aku ini... aarghh... aku tidak sanggup mengatakannya. Mungkin sebagian kalian sudah tahu apa yang ingin ku katakan. Sudahlah. Lupakan saja!

---

Lilo's Pov

Pagi ini aku datang ke sekolah dengan berjalan kaki. Di gerbang masuk sekolah, tak sengaja aku bertemu Niall. Dia berjalan dengan wajah stay cool-nya. LOL.

"Niall!" seruku sembari berlari mendekatinya. Ia menolehku. "Niall, soal kemarin, kau kenapa sih? Apa aku ada salah? Atau Louis?"

Ia hanya diam menatapku.

"Kalau misalnya aku salah, aku ingin minta maaf. Soalnya aku belum pernah melihatmu marah" ucapku sambil menaruh sikutku di bahunya.

Niall tersenyum ramah. Ia menurunkan sikutku lalu mempercepat jalannya meninggalkanku. Aku diam dengan rasa bingung. Niall aneh.

Well, Niall memang orang yang aneh sejak pertama kenal dengannya. Dia suka melamun dan sekarang, ia bersikap seperti ini. Selain itu aku juga belum kenal latar belakang Niall. Hari ini dia sedang bad mood kah? Ku harap ia hanya bad mood dan melupakkan hal kemarin.

Karena 10 menit lagi bel masuk berbunyi, aku menyusul Niall sampai kelas.

Dan yang membuat Niall lebih aneh lagi, ia memindahkan tempat duduknya dari yang tadi di depanku, menjadi jauh di pojok ruang kelas. Aku memperhatikannya. Namun saat ia menatapku balik, ia justru tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku tidak mengerti. Dia itu sedang marah atau tidak? Kalau tidak, kenapa dia jadi menjauh? Kalau iya, dia masih bisa tersenyum begitu.

"Hey Lilo bolo-bolo!!" Seru Louis menepuk pundakku. Aku mengalihkan tatapanku padanya.

"Kau mengagetkanku saja!" Aku memukul lengannya.

"Kalau begitu Louis minta maaf. Kau sedang apa? Pagi-pagi sudah bengong"

Apa aku harus bercerita pada Louis tentang Niall? Tapi nanti aku dikira punya prasangka buruk. Lebih baik biar aku saja yang tahu dan sadar akan hal ini. 

"Nope. Aku tidak bengong. Aku kesepian! Untung saja kau sudah datang! Welcome! Haha..ha" seruku ga jelas. Terang saja. Aku masih penasaran dengan Niall.

Dan ternyata... sikap aneh Niall tidak berakhir satu hari saja. Ia semakin membuatku penasaran berhari-hari. Sepertinya Louis tidak menyadari hal ini. Ia akhir-akhir ini sibuk stalking tentang kematian Marilyn Monroe. Dasar.

.

.

.

Di saat istirahat aku mencoba untuk menghampiri Niall di tempat duduknya. Oya, dan tak lupa menggandeng Louis untuk ikut juga.

"Niall! Ayo kita ke kantin!" Tanganku yang satunya segera menggenggam tangan Niall. Tapi saat ku tarik, Niall justru tidak bergerak. Ia tersenyum menatapku yang sedang kebingungan.

"Maaf, tapi aku tidak ke kantin" ucapnya.

"Wow-wee, ayolah kawan! You got to be joking, dude" Louis merangkul Niall dengan akrab. Niall menyingkirkan tangan Louis lalu kembali duduk.

"Aku tidak ke kantin" Ia lagi-lagi tersenyum.

"Oh, ya sudah, ayo kita ke kantin, Lo" Louis sekarang merangkulku. Sambil berjalan keluar kelas, aku masih menatap Niall yang sekarang membaca buku dengan tenang. Tapi ternyata candaan Louis mampu melupakan rasa bingungku terhadap Niall.

.

.

.

Aku melemparkan kacang ke arah mulut Louis yang menganga lebar. Daan... meleset. Kacang justru menubruk hidungnya.

"Lilo!! Kau ini tidak bakat ya!" ejeknya.

"Maafkan aku, ayo kita coba lagi!" Aku kembali melempar kacang dan... MASUK! Tepat langsung menuju ke tenggorokan Louis.

"Woow!! Lilo berbakat!!! Wooho!!" Louis memelukku dengan rusuh.

"Ohok!! Ohok!! Aar-ggh.. L-L-Loou, a-ku ti.. tidak bisa ber-bernapas.."

"Ups! Maafkan Louis" Ia langsung melepas pelukannya.

Tanpa sengaja mataku melihat seorang laki-laki berambut pirang. Yap. Itu Niall. HAH? APA?! NIALL!? Katanya dia tidak ke kantin! Tapi justru dia disini sekarang!

"Lo..Lou.." Aku menepuk-nepuk bahu Louis yang sibuk menghabiskan kacangnya.

"Hm?"

"I... itu Niall, bukan?" Aku menunjuk Niall dengan kepala. Sepertinya Louis ikut shock juga. Namun wajahnya lebih konyol dariku. Aku berbisik pada Lou.

"Dia bilang ia tidak ke kantin kan?"

 "Ya..." jawabnya.

"Dan ia disini sekarang..." Ucapku dan Louis berbarengan sambil menatapnya.

Niall juga menatap kami berdua. Namun sekarang TANPA senyuman. Justru ia memberi tatapan sinis yang menyebalkan. Hal itu makin menyebalkan karena matanya memang sudah di-desain Tuhan berwarna biru tajam yang makin menajamkan tatapannya.

Setelah selesai dengan makanan yang ia beli, ia langsung pergi ke kelas lagi dan melewati kami berdua. Tanpa menoleh ke arah sini. Aku dan Louis bertatapan dengan wajah bingung lalu menyandarkan kepalaku ke lengan kiri Louis sambil makan kacang.

"Lou, aku tidak mengerti Niall" ujarku. "Wajahnya sih lucu seperti bayi. Tapi dia itu kadang bersikap misterius"

"Benarkah? Memang dia itu seperti apa? Harus ku akui, dia memang agak pendiam"

"Kau tahu? Ia itu sering melamun saat awal-awal aku bertemunya. Entah dia ada masalah apa"

"Mungkin saja penyakitnya kumat dan lalu.."

"LOUIS! Dia tidak punya penyakit apapun! Dan aku sedang bicara serius!" Tegurku sambil menjitak Louis. Ia langsung diam. "O-ow, Louis minta maaf" ucapnya.

"Mungkin kau harus berbicara dengannya empat mata. Tanya dia baik-baik apa masalahnya" usul Louis yang ku akui, ia saat ini malah terlihat makin lucu dengan wajah serius. Aku makin menyukaimu Louis!

"Aku pernah melakukannya. Tapi ia malah terlihat gelisah" aduku.

"Kenapa bisa?"

"Karena aku sengaja menatapnya tajam agar ia resah! HAHA" Tawaku langsung meledak.

"Dasar kau! Sama saja ia merasa di interogasi! Huuuh! Anak daddy bodoh!" Ia balas menjitakku.

"Hey! Itu sakit!" Aku menjitaknya lagi.

Dan akhirnya pembicaraan ini malah diakhiri dengan pertengkaran kami yang rusuh. Tidak, tidak. Bukan bertengkar yang benar-benar, hanya bercanda saja. Tapi sungguh, sepertinya aku harus mencoba saran Louis. Aku harus menanyakannya sekali lagi!

.

.

.

Di tengah-tengah pelajaran, aku melirik ke belakang. Pojok ruangan tepatnya. Bertopang dagu menatap Niall. Wajahnya straight sambil memperhatikan papan tulis di depan.

"Wajahnya terlihat serius ya" Tiba-tiba Louis, di belakangku, menyambar-nyambar saja.

Aku menoleh Louis dan ia terlihat juga menatap Niall.

"Lou, kau tahu? Aku rasa kau benar. Aku harus menanyakannya sekali lagi" ujarku pelan.

Louis mengalihkan pandangannya padaku. Nope. Kali ini tidak ada candaan. Louis juga terlihat serius. Ia sedikit memajukan dirinya ke depan lalu berbisik dekat sekali.

"Ya, kau harus. Tidak baik mendiamkan sahabat yang punya masalah terpendam. Ajak dia mengobrol terlebih dahulu, lalu pelan-pelan di sela-sela mengobrol itu, kau tanyakan dia!"

Louis kembali memundurkan dirinya lagi. Bisa ku lihat, Niall yang tadinya terhalang oleh kepala Louis sekarang menatap kami berdua.... dengan tajam.

"Sebaiknya kita jangan terlalu lama membicarakannya. Ia melihat ke arah sini" bisikku lalu kembali mengalihkan kepala ke depan.

.

.

.

Ia terlihat sendirian dengan coklat batang di tangannya. Lebih tepatnya makan coklat sambil memandangi daun-daun berguguran. Persis seperti waktu itu. Pelan-pelan aku melangkahkan kaki dan duduk di sampingnya. Entah kenapa topik pembicaraan yang sudah ku rancang sedemikian rupa tiba-tiba menjadi musnah dari kepalaku.

Duuh.. bagaimana ini? Aku harus mulai darimana? Kenapa tiba-tiba jadi blank begini.

Akhirnya aku hanya bisa diam. Lou, andai kau ada disini mencairkan suasana. Rasanya aku ingin mengadu padanya keadaanku saat ini.

"Dimana dia?" Heh? Siapa yang berbicara? Niall?

"Kau tidak bersamanya?" Aku menoleh Niall. Tapi dia tidak melirikku sama sekali. Dia ini bicara pada siapa sih? Aku celingak-celinguk ke belakang dan kanan-kiriku. Di dekatnya hanya ada aku.

"Aku bicara padamu, bodoh! Dasar Lilo" seru Niall sambil terus melahap coklat batangnya. Walaupun tetap memandang lurus ke depan.

"Ooh, kau bicara padaku. Kau ini membicarakan siapa?" tanyaku tidak mengerti.

"Pacarmu"

Alisku mengkerut. Aku kan tidak punya pacar.

"Maksudmu apa?"

Ia menggigit coklatnya untuk terakhir kali lalu meremas bekas bungkusnya sampai urat-urat nadi tangannya sedikit terlihat. Ia membuang sembarangan bungkus itu.

"Kau ini sedang marah?" tanyaku memberanikan diri.

"Dari yang terlihat bagaimana?" Ia memasang tampak judes.

"Kau marah" jawabku dengan tampang culas. Sebenarnya agak takut. Takut jika Niall akan 'meledak-ledak' nantinya.

"Tapi sayangnya aku tidak" Ia menaruh sikutnya pada sisi bangku. "Selamat ya" ucapnya tiba-tiba. Bicara apa sih dia?

"Sepertinya kau tambah bahagia dengan pacarmu saat aku sudah tidak ada. Tidak ada yang mengganggu kalian saat asik berfoto dan main game dengan ponsel" lanjutnya. Aku diam. Beku. Sepertinya aku tahu siapa yang ia bicarakan.

"Louis?" tanyaku 'nekat'.

"Dari yang ku bicarakan bagaimana?"

Aku benci jika ia berkata seperti itu. Kesannya seperti... sok. Aku menghela napas panjang lalu menghadap ke depan. Sepertinya aku tahu apa masalahnya. Ia kesal karena aku dan Louis selalu asik berdua sehingga melupakannya. Lupa kalau kami sudah punya sahabat baru.

"Hentikan pertanyaan itu" tukasku sambil melipat tangan. Memasang wajah sebal.

Suasana menjadi hening sesaat.

"Kau ini sahabat atau berpacaran? Bisa-bisanya kissing di tengah pelajaran" ucapnya lagi. Haduuh.. aku makin tidak mengerti dengannya! Sekarang ia berbicara kissing!

"Aku kissing dengan Louis? Kapan? Tidak pernah!" bantahku.

"Persahabatan seperti kau dengan Louis mana mungkin tidak pernah sih? Aku melihatnya tadi. Kalian bahkan melirik-lirikku"

Aku mencoba mengingat-ingat. Tapi sumpah! Walaupun aku dan Louis tidak sungkan main gendong-gendongan, kami tidak berani kissing. Itu terlalu nekat. Ah, atau jangan-jangan, Niall salah paham. Niall melihat Louis sedang kissing padahal sedang membisikkan hal tadi?  Pantas saja ia menatap kami berdua tadi.

"Kau salah paham Niall"

"Kau yakin? Kepalanya terarah tepat pada kepalamu"

"Aku yang mengalaminya, jadi aku yang lebih tahu" sahutku.

"Kau menyukainya, bisa saja kau mengelak" DEG! Ini-dalem-banget. Apa perasaan sukaku pada Louis terlihat jelas? Sampai-sampai Niall menyadarinya. Argh. Apa yang harus ku lakukan sekarang?

"Kalau kau terus memojokkanku, lebih baik aku pergi saja" Aku bangkit dan hendak beranjak pergi. Namun Niall menahan tanganku.

"Aku hanya bercanda. Kembali duduk" Syukurlah ia hanya bercanda. Aku kembali duduk di bangku itu. Tapi kini lebih dekat dengan Niall.

"Niall, sebenarnya tujuanku padamu adalah..."

"Menanyakan masalahku? Bukankah kau sudah tahu sendiri?" Baiklah, ia membuatku gila.

"Kalau begitu aku ingin kenal lebih jauh tentangmu. Sudah berhari-hari kenal, tapi aku belum tau latar belakangmu" YES!! Aku berhasil menghasilkan topik baru!

"Boleh. Aku Niall. Sebenarnya aku orang Irlandia. Tapi ayahku ditugaskan menjadi duta besar disini. Aku bertemu kau, lalu Louis dan bersahabat. Selesai" candanya.

"Wow, pengenalan yang sangat singkat" aku manggut-manggut. Niall pun tertawa kecil.

Niall's Pov

Aku tertawa saat melihat tampang culas Lilo. Dia terlihat polos dan lugu. Namun terlintas lagi pikiranku tentang Louis. Dari tempat dudukku yang jauh itu, memang terlihat jelas Louis seperti mencium Lilo. Namun Lilo bilang tidak. Aku masih penasaran.

"Lilo, tapi.. kau benar tidak kissing dengan Louis?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulutku.

"Tidak" jawabnya pendek. Ia menghela napas. Aku juga mengikutinya. Untung saja ia tidak macam-macam. Berbicara berdua dengan Lilo di bawah daun berguguran rasanya aneh. Terlebih karena aku suka padanya.

"Niall"

"Hm?"

"Kau bisa menjaga rahasia, tidak?"

"Mungkin saja. Memang apa?"

"Aku mau jawaban iya atau tidak!" tegasnya.

"Yayaya, untukmu aku jawab iya"

"Huuft... aku mulai darimana ya?"

Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu yang penting. Rahasia tepatnya.

"Niall, kalau kau suka dengan sahabat sendiri, apa rasanya?" DEG! Kenapa ia melontarkan pertanyaan begitu?

"Eeh,, aku... aku tidak tahu. Mungkin rasanya aneh" Ya. Benar. Rasanya aneh. Susah membedakan antara sayang karena suka dan sayang karena sahabat.

"Kau benar. Dan itu yang ku rasakan" Hah? Apa? Lilo suka sahabatnya?! Louis!?

"Louis?" tanyaku pelan.

"Dari yang ku bicarakan bagaimana?" Aku tersenyum. Rupanya dia membalasku.

Tapi di balik itu, aku sudah menduganya. Lilo pasti menyukai Louis. Atau tidak sebaliknya. Sahabat biasa tidak mungkin sampai sedekat itu. Apalagi sahabat perempuan dan laki-laki.

"Kenapa kau tidak mengatakan padanya?"

"Kau gila? Aku pasti akan menjadi salah tingkah jika ia tahu ini. Bisa saja ia menjauhiku. Dan dia adalah sahabatku. Kami terbiasa bersama"

Aku mengagguk. Padahal baru saja aku merasakan saat-saat berdua, dia sudah mengakui kalau ia menyukai Louis. Aku meliriknya. Wajahnya memerah. Mungkin karena ia baru saja mengungkapkan rahasia terbesarnya.

"Lilo, maaf, aku harus kembali ke kelas"

"Eh, tapi kau janji kan tidak bilang ini pada Louis?" Ia menahan tanganku. Aku mengangguk pelan.

"Terimakasih" ucapnya sambil tersenyum. Aku pun kembali ke kelas.

Bodohnya aku. 2 kebodohan yang ku lakukan! Pertama, aku baru menyadari kalau aku ini jealous dengan mereka berdua. Kedua, karena aku telah jealous dengan mereka. Simple. Kesimpulannya adalah aku ini bodoh! Aku bodoh telah menyukai Lilo! Menyukai orang yang menyukai sahabat sendiri!

-bersambung-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top