Chapter 23: Unspoken Words
Semuanya hanya bisa melihat Louis lewat kaca besar. Di dalam ruangan, dia terbaring sendiri bersama alat-alat yang jumlahnya tidak sedikit. Kedua mata birunya sama sekali tidak terbuka menunjukkan ia tak sadarkan diri.
Aku hanya bisa tertunduk dan kembali duduk di samping Lilo. Dia menatapku dengan kedua mata basahnya. Lilo pasti sangat terpukul begitu tahu Louis tiba-tiba dikeroyok oleh sekawanan orang asing. Tak lama ia memelukku dan yang bisa ku lakukan hanya mengusap-usap punggungnya membuatnya lebih tenang.
"Lily, Niall" Mrs.Greimas menghampiri kami berdua, "Aku sudah bicara pada dokter"
"Lalu?" Lilo menatap ibunya penuh harap.
"Katanya cukup parah" Ia memijat-mijat pelan kepalanya sendiri, "Kepalanya terbentur cukup keras dan mengalami pendarahan lumayan banyak"
Tangan Lilo makin erat memelukku.
"Dia sangat lemah saat ini. Terlebih Louis baru saja keluar dari rumah sakit juga kan?" lanjut Mrs.Greimas, "Tapi tenang saja, dokter sudah mengurus semuanya".
Kini aku mengusap-usap kepalanya. Saat itu juga Mr.Greimas datang dengan menggandeng Daisy. Gadis kecil itu cepat-cepat menghampiri Lilo kemudian mengguncangkan tangannya.
"Lo, Louis kenapa? Dia tidak apa-apa kan?" Matanya menunjukkan seribu harap dengan jawaban Lilo. Lilo tidak menjawab apapun. Dia hanya mengangkat Daisy ke pangkuannya dan memeluk erat.
"Kenapa kau menangis?"
"Ah?" Secepatnya, Lilo mengusap air mata di pipi kanan-kirinya, "Aku-- Aku hanya kurang tidur saja"
"Louis bagaimana?"
"He will be fine. Right Ni?" tanyanya menoleh padaku.
"Ah? O-oh, ya. Dia baik-baik saja. Kami berjanji" jawabku. Daisy mengangguk lega.
-----
**Author's Pov**
"Aku tidak mengerti" Lilo bertopang dagu sambil merengut.
"Huh?"
"Siapa mereka dan kenapa mereka menyerang Louis? Hm.."
"Mungkin mereka gangster?" Niall mengangkat bahu sembari mengaduk minuman dengan sedotan.
"Tapi kata petugas kebersihan yang juga saksi itu, mereka berseragam sama."
"Mungkin semacam gangster yang berseragam. Who knows? Hehe.." Niall sekarang meneguk minumannya.
"Argh, Niall.." Lilo memutar kedua mata.
"Haha I'm just joking"
"Yaya, I know" Lilo ikut meneguk minumannya sendiri kemudian menatap Niall, "Horan, kau belepotan"
"Dimana? Tidak ada" Ia memanyunkan bibir agar terlihat oleh matanya.
Lilo meraih tisu kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di sebelah Niall, "here" Ia mengelap pinggiran mulut laki-laki pirang tersebut dengan pelan. Sedangkan Niall sendiri terpaku pada mata coklat Lilo yang lurus sejajar dengan matanya.
"Done" sahut Lilo, menaruh tisu tadi di atas meja. Ia menatap Niall dengan aneh, "Niall? Hello~?"
Tidak ada jawaban. Mata birunya masih terpaut dengan mata Lilo. Sampai pada akhirnya Lilo memutuskan untuk memukul punggung tangan Niall, ia pun tersadar.
"NIALL"
"Oouch! Ya? Ada apa?"
"Biar ku tebak, day dreaming?"
"Uh, yea I guess"
"Tentang apa? Haha"
"Kau--eh, maksudku, adikku"
"Kau kan tidak punya adik-_-"
"Oh iya._."
Lilo menggenggam kedua tangan Niall, "Kau mencemaskanku ya? Jangan khawatir, aku baik-baik saja" Ia tersenyum.
"Hah? Memangnya siapa yang mencemaskanmu?--eh, maksudnya ya--bukan--eh, ya. Iya aku mencemaskanmu. haha.. ha." Niall menggaruk leher belakangnya dengan awkward.
"Well, whatevs. Oh ya, semalam kau mau mengatakan apa padaku?"
"Yang mana?"
"Argh, di Starbucks, Niall-_-"
"Oh yang itu--eh, aku lupa deng"
"Jangan bohong" Lilo menyipitkan mata dan makin mendekatkan wajah pada Niall.
"Tidak"
"NIALL" Ia mencengkram tangannya lebih kuat.
"Ouch, kau hari ini mau membunuhku ya?! Sakit tahu!" Ia melepas tangannya dari cengkraman Lilo. Saat itu juga, Lilo mendapat ide bagus sekaligus jahil. Ia sengaja semakin mendekatkan wajahnya pada Niall supaya memancingnya untuk mengatakan yang tadi malam. Niall mencoba untuk mundur.. mundur dan akhirnya mentok pada dinding kafetaria rumah sakit tersebut. Hidung mereka bersentuhan.
"Katakan apa yang ingin kau katakan, Horan.."
"Err.." Laki-laki pirang tersebut lagi-lagi terpaku pada mata Lilo. Dan yang mengejutkan, Lilo juga terpaku pada mata Niall. Mereka hening sesaat dengan posisi yang masih seperti itu.
"Lo.."
"Hm?" jawabnya pelan.
"Aku hanya ingin mengatakan kalau.."
"Apa? Just say it"
"Kalau aku masih..."
Entah terbawa suasana atau bagaimana, mereka seperti hendak akan.. kissing?
"Katakan saja, Niall.."
"Aku masih suk--"
"LILO!!!"
"Hhh.. Ya Tuhan.." Mereka berdua cepat-cepat menjauh saat mendengar teriakan Mrs.Greimas.
Well, mungkin ini bukan saat yang tepat untuk mengatakannya, pikir Niall.
Tak lama, ia datang pada mereka dengan berlari tergopoh-gopoh. Mereka berdua berpaling padanya.
"Here you are!!"
"What is it mom? Tenang dulu" Lilo mengusap-usap pundak ibunya.
"Aku mencarimu kemana-mana.. hh..hh.. kenapa rambutmu berantakan sekali?" Lebih tepatnya 'berantakan' dengan tanda kutip. Lilo melirik Niall dan cepat-cepat merapikan rambutnya dengan jari-jari.
"Haha.. masa? Ahah.. ha"
"Well, forget it, tapi yang terpenting adalah LOUIS!"
"Apa?! Kenapa dengannya?" Ekspresinya kini berubah menjadi cemas.
"Louis... Louis sudah sadar!!"
"What?!" seru Niall dan Lilo bersamaan.
"Yeah, ayo!!" Mrs.Greimas berlari menggandeng Lilo, dan Lilo menggandeng Niall. Sayangnya Niall tidak menggandeng siapapun.
-skip-
"Lou!" Lilo berlari kecil ke arahnya dengan hati-hati. Takut akan menginjak sesuatu secara tak sengaja. Ia langsung memeluk Louis yang terbaring lemah di atas tempat tidur, kemudian duduk di bangku sebelahnya.
"H..Hey Lo.." sapanya balik dengan suara parau. Laki-laki ini tersenyum kecil, "H..hey juga Niall.." Niall hanya melambaikan tangan kemudian bersandar pada dinding ruangan.
"Kau sudah merasa baikan?" tanya Lilo.
"Uh.. yeah"
"Hm.. kau pucat sekali Lou" Lilo mendekatkan tatapannya pada wajah Louis dengan mata menyipit, "Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Uh.." Lou memegang kepalanya yang di perban, "kepalaku.. kepalaku sakit.."
"Eh? Benarkah? Oke, oke, aku tidak akan tanya lagi." Ekspresi Lilo berubah menjadi datar.
"Ahah.. a..aku.. aku hanya bercanda uhuk! uhuk!" suara Louis terdengar sangat serak, "tapi memang agak sakit sih"
Niall menyilangkan tangannya di depan dada dan tersenyum sumbang menatap mereka berdua.
Lilo memegang dagu Louis supaya ia sedikit mendongak, "Lukamu cukup parah ya"
"R..Really?"
"Yeah, tapi diantara semua memarmu, tetap saja bekas pukulanku masih nomor satu! Haha.. hadiah istimewa"
Lilo memainkan alisnya. Louis tersenyum lembut dan menggenggam tangan Lilo yang masih berada di wajahnya. Saat itu juga, Niall merasa semakin awkward. Ia ingin sekali keluar tapi kakinya terasa kaku. Akhirnya ia menetap dan salah tingkah sendiri walaupun diam.
"Lo,"
"Ya?"
"K..K..Ku rasa.. hadiahmu sudah siap"
"Eh? Benarkah?"
"Ya" Tangan lemah Louis merogoh saku, "D..Dan k..k..kau pasti tidak akan melupakannya"
"W-What is i-it?" Lilo tergagap saking tegangnya. Memangnya apa hadiah itu, sampai Louis sangat yakin aku tidak akan melupakannya.
"This" Louis mengeluarkannya. Mata Lilo dan Niall sama-sama tak berkedip menatap apa yang diambilnya. Louis membuka kotak itu dan makin membuat mereka bergeming.
Benda yang berkilauan itu benar-benar membuat Lilo tak bisa berkata apapun. Ia sudah tahu artinya dan tak menyangka akan secepat ini. Badannya lemas seketika karena seharusnya itu bukanlah untuk dirinya. Seharusnya benda itu ada pada jari manis Lucy Oliver saat ini, namun sekarang justru ada di hadapannya.
"Will you marry me?"
-bersambung-
Check out: http://www.wattpad.com/story/5323814-babysitting-my-foster-siblings-liam-payne
xxx
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top