Chapter 21: Back To Doncaster

**Author's Pov**

"Hey Uncle!" sapanya sepulang dari rumah sakit. Ia melepas mantel dan menggantungnya.

Dengan mulut penuh sandwich, Uncle Si melambaikan tangan dan menyapa balik, "Hey there, niece"

"Ada sisa untukku, tidak?" tanya Lilo sembari menarik kursi dan duduk di sebelahnya.

"Unfortunately, no"

"Aaahh.."

"Haha aku bercanda, aku bercanda!"  Tak lama ia mengeluarkan sebuah piring dengan 2 buah sandwich diatasnya dari balik badannya. "Pesananmu, miss~"

"Ayeay!" Tanpa pikir panjang lagi, Lilo menyambar piring tersebut dan memakan sandwich-nya. Maklum, dia belum makan dari siang. Uncle Si yang sudah selesai sekarang bertopang dagu menatap keponakannya makan. Ia tertawa kecil.

"Haha.. kau sangat lapar"

"Tentu saja"

"Kenapa si Tomlinson tidak memberimu makan?"

"Uhm," Ia menunda mengigiti sandwich sejenak. "Kau lupa kalau makanan di rumah sakit itu hambar? Dan 'design' khusus untuk orang sakit"

"Oh iya ya"

"Selain itu, Louis juga sedang sibuk karena bertemu Daisy"

"Ah, dia sudah bertemu Daisy?!"

"Yep" Lilo mengelap pinggiran mulutnya dengan tangan. "Kasihan Daisy. Tidak jauh berbeda dengan Louis, di rumah sakit tempatnya, orang-orang juga depresi. Padahal dia hanya takut karena tidak mengenal siapapun di rumah sakit itu"

"Lalu?"

"Ehm, ia memutuskan untuk kabur dan berharap menemukan ibunya. Tapi justru dia makin takut karena semakin banyak orang yang tidak dikenal. Untung kami berdua menemukannya"

"Haha.. Like brother, like sister"

"Tidak ada Uncle. Yang ada, Like mother, like daughter"

"Whatevs, Lo. Terus, kondisi pacarmu sendiri bagaimana?"

Tepat setelah Uncle Si menyebutkan 'pacar', Lilo tersedak. Ia memegangi tenggorokannya sendiri sembari megap-megap.

"Uhuk.. uhuk.."

"Hey,, pelan-pelan. Ini minum!"

Untuk yang kedua kalinya, Lilo menyambar minuman dari pamannya kemudian cepat-cepat meneguknya.

"Hahh.. hh.. phew,, bagaimana kau tahu?"

"Haha.. insting seorang paman" Perempuan berambut coklat itu memutar mata, sedangkan pria yang ada di sebelahnya mengecek ponselnya bergetar. Sebuah Reminder. Ia sedikit menyipitkan matanya membaca Reminder tersebut. Biasalah, masalah orangtua. Matanya sudah tidak terlalu jelas.

"Oh, Lo.."

"Hm?"

"Aku lupa kau sudah seminggu disini"

Lilo menaruh sandwich yang sedang dimakannya. Wajahnya berubah datar, "benarkah?"

"Uh-huh. Ponselku mencatatnya"

"Oh, mungkin ponselmu sudah usang"

"Nope. Ini hadiah natal beberapa bulan yang lalu"

"Really? Tapi.. aku belum mau pulang"

"Hari kelulusanmu menunggu di Doncaster"

"I know, but.. aku suka berada disini"

"Biar ku tebak, kau suka karena ada Louis kan? Haha" Mata gadis itu berubah menjadi lebih besar dari ukuran asli. Itu artinya tebakan Uncle Si tepat.

"Alright, aku kalah. Haha.. ha"

"Kau tinggal mengatakan ini padanya, maksudku, Louis pasti senang sebentar lagi kau lulus sekolah"

"Hm.. begitu ya?"

"Yep"

Lilo mengusap-usap dagunya berpikir sejenak. Sedikit ragu akan pulang ke Doncaster.

"Kau masih punya liburan setelah kelulusan. Dan tidak menutup kemungkinan juga ibumu memasukkanmu ke Universitas disini. Bagaimana? Hm?"

Ia manggut-manggut pelan sembari masih berpikir. Tapi Uncle Si ada benarnya juga. Liburan kelulusan yang akan ia dapatkan berjangka waktu panjang, ditambah kalau ia masuk ke Universitas disini. Makin banyak waktu Lilo untuk bersama Louis.

"Well, ku rasa saranmu.. not bad. Jadi, kapan aku akan pulang?"

"Besok"

"HAH?!" Lilo hampir loncat dari kursinya. "Are you serious?!"

"Lilo, lusa adalah hari senin. Waktu kita hanya besok. Kau mau sekarang?"

"Iya juga ya.."

"Sekarang, cepat packing! Besok siang kita berangkat"

"Uh-huh" Ia melahap gigitan terakhir dan cepat-cepat meluncur ke kamarnya.

----

Lilo mengintip ke kamar Louis yang sedang bermain dengan Daisy di pangkuannya. Di punggungnya, sudah ada backpack yang seminggu lalu ia pakai menuju kesini. Dan sekarang ia harus kembali menuju Doncaster. Tanpa Louis tentunya. Oh ya, aku lupa menyebutkan kalau Uncle Si juga bersamanya.

"Kau siap?"

"Entah. Aku juga harus berpisah dengan Daisy. Kita kan baru bertemu"

"Kau akan kembali lagi, bukan? Kurasa it's alright"

"Mm.."

Uncle Si merangkul Lilo sementara keponakannya itu mulai melangkahkan kakinya ke dalam. Louis dan Daisy yang mendengar langkah sepatu Lilo langsung memalingkan tatapan ke ambang pintu. Senyum lebar tersungging pada mulut mereka.

"LILO!!!"

Well, karena cuma Daisy yang bisa berjalan, gadis kecil ini buru-buru turun dari pangkuan kakaknya dan lari memeluk Lilo.

"Ku kira hari ini kau tidak kesini"

"Aku selalu kesini tiap hari. Tanya saja kakakmu haha"

Louis cuma tersenyum kemudian menyapa Uncle Si, "Hai Uncle!". Hm, sepertinya ia tidak menyadari Lilo membawa sebuah backpack besar :|

"Hey!"

"Uncle Si, long time no see!" Daisy memegang tangan Uncle Si yang menggelantung di sisi badannya.

"Yeah, kau sudah besar ya"

"Thanks! Ahaha,, oh ya" Ia menarik tangan Lilo dan berlari kecil menuju tempat Louis. "Hari ini kita main apa?". Lilo dan Uncle Si saling tatap. Ia menggigit bibir bawahnya.

"Err--"

"What about Hide and Seek?" usul Louis semangat layaknya anak umur 8 tahun.

"Um, Lou--"

Namun perkataan Lilo dipotong oleh teriakan Daisy, "Usul bagus!!! Aku sayang kau Lou!"

"Memang sudah seharusnya kau menyayangiku!"

"Okay, kau yang jaga Lou!!"

"Huft... selalu aku"

"Tentu saja. Kau kan tidak bisa sembunyi, wahai kakakku"

"Okay.." Louis bersiap menutup mata dengan kedua tangannya.

"Ayo kita sembunyi!" Saat Daisy menarik tangan Lilo, Lilo justru diam mematung dan tak mengikuti ajakan Daisy.

"S-s-sorry, I can't"

"Huh? Kenapa memangnya?"

Louis menunda menutup matanya, Uncle Si juga ikut diam menunggu jawaban.

"Aku harus--"

"AHAH!! KAU PASTI MAU MENGGANTIKANKU BERJAGA KAN?" Sekali lagi, perkataan Lilo dipotong.  Tapi sekarang oleh Louis. "Tidak salah aku memilihmu! Nah, Daisy, sekarang dorong kursiku, dik! Ayo kita sembu--"

"Bukan begitu maksudku!!"

Daisy yang hampir memegang dorongan kursi roda Louis sekarang diam. Kakaknya pun ikut-ikutan.

"Aku.. tidak bisa ikut main"

"Jadi kau mau main apa?"

"Uh.. hari ini aku harus pulang ke Doncaster" Keadaan pun langsung semakin hening. Louis dan Daisy masih dengan ekspresi mereka. "Sudah seminggu aku disini"

"Oh, jadi kau harus pulang" ujar Louis. Tidak dengan nada sedih atau kecewa. Dia mengatakannya begitu saja.

"Ya"

"Memang kenapa kalau seminggu?" Sama dengan kakaknya, Daisy juga mengatakannya dengan nada biasa.

"Aku harus kembali sekolah dan kelulusanku tinggal seminggu lagi" Kakak beradik itu saling tatap dengan wajah polos.

"Kau akan meninggalkan aku dan Louis sendiri kan? Huuh.." Baru kali ini Daisy menunjukkan wajah kecewanya.

"Berarti aku harus kembali duduk di depan jendela menatap jalan raya lagi"

"Haha, kakakku Louis galau" Ia menyikut kakaknya.

"Ahaha,, tenang saja Lou, aku pulang untuk hari kelulusan. Bukan dijodohkan"

JLEB.

Ledekkan, sindiran, atau apapun itu yang barusan dikatakan Lilo menusuk dalam pada Louis. Pipinya jadi tersipu malu.

"Don't worry kids, Lilo akan kembali setelah hari kelulusannya. Aku berjanji akan membawanya" Uncle Si mengacak-acak rambut Daisy dan Louis bersamaan. Lilo mengangguk membenarkan perkataan pamannya.

"So, kau akan kembali kan setelah kelulusan kan?" Louis mengeluarkan ekspresi puppy dog face. Lilo tersenyum dan mengangguk. Louis menghela nafas lega.

"Lo" Uncle Si melirik jam tangannya. "Kereta akan berangkat 20 menit lagi. Kita harus bergerak cepat"

Setelah memberi pelukan perpisahan pada Louis, ia memberikan Lilo sebuah bunga mawar plastik.

"Jaga ini okay? Aku yakin kau makin ingin cepat-cepat kembali karena bunga ini mengingatkanmu padaku"

"Kalau aku tidak ingat padamu bagaimana?"

"Ouch.. Louis akan sedih.. hiks hiks"

"Haha, bukan waktunya untuk over acting!" Lilo meninju lengan Louis pelan. Lilo memberikan pelukan perpisahan pada Daisy. Dan berjalan perlahan menjauh menuju ambang pintu kamar. bersama Uncle Si Sebelum mereka keluar, kakak beradik itu melambaikan tangannya dengan lesu.

Beruntung mereka berdua datang 10 menit sebelum kereta datang. Lagipula kalau ketinggalan kereta, itu sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Lilo. LOL.

Sambil menunggu kereta datang, Lilo menatap bunga plastik pemberian Louis. Ia tertawa sendiri mengetahui kalau bunga itu berasal dari vas di kamar rawat Louis. Semacam meminjam tanpa sepengetahuan pemilik :D

Uncle Si yang saat itu sedang membaca koran, meliriknya dengan alis terangkat satu. Dia tersenyum meledek kemudian berdehem menggoda. Lilo memalingkan tatapan padanya.

"Kenang-kenangan dari kekasih, aye?" Ia memainkan alis.

"Um, kind of. Tapi aku lebih suka menyebutnya sebagai jaminan"

"Seharusnya yang memberikan jaminan itu kau. Bukan dia. Phew~"

"Iya juga sih"

Uncle Si memutar bola matanya dan kembali membaca koran. Tapi tiba-tiba entah kenapa Lilo membayangkan kalau saat ini ia pergi bukan untuk pulang, tapi dijodohkan seperti Louis.

"L-L-Lou.."

"Hm?" Tatapan Louis berpaling padanya.

"Aku.. harus pergi"

"Benarkah? Aku ingin ikut--"

"Tidak! Bukan pergi seperti liburan atau semacamnya!" Lilo menjelaskan sebelum Louis selesai bicara. Pria berambut coklat itu mengerutkan alisnya. Tidak mengerti apa yang sedang pacarnya bicarakan.

"Aku sebenarnya tidak ingin meninggalkanmu, tapi aku harus"

"Meninggalkan? Maksudnya?"

"Arranged Marriage" Lilo tertunduk lunglai. Louis menyentuh kedua bahunya.

"K-Kau.. dijodohkan?!" Lilo hanya bisa mengangguk. Kedua tangan Louis pun akhirnya lepas. Ia tercengang. "Impossible.. tidak mungkin"

"Ya! Aku tahu itu mustahil, tapi inilah kenyataan pahit! Kenyataan yang--"

"Kau ini bicara apa?! Kenyataan pahit? Justru ini bagus!!" Kali ini Lilo yang mengerutkan alis. Senyum Louis pun tak lama tersungging lebar. "Ini artinya, aku bebas menikahi orang yang ku cintai!!"

"Hah? Orang yang kau cintai? Siapa?!"

Sesosok perempuan berambut ginger pun keluar dari balik kursi rodanya. Perempuan glamour dengan rambut bagian bawah di highlight merah. Kepalanya bersandar pada bahu Louis. Bahkan pipi mereka menyentuh. Senyum manisnya membuat hati Lilo tertusuk sampai lapisan ke tujuh!

"Nah Lilo, kenalkan. Ini Lucy Annabella Oliver, calon istriku!"

"WHAATSS?!!"

 

"GYAAAAA!!!!"

"Lilo! Lilo! Wake up!!" Uncle Si mengguncangkan tubuh Lilo agar bangun. Perempuan berambut coklat itu membuka matanya perlahan dan melihat ke sekitar. Ini stasiun kereta Bukan rumah sakit yang ada di mimpinya tadi.

"Kau kenapa?!"

"Ugh.. mimpi buruk, Uncle" Ia mengelus-elus dadanya, lega ternyata tidak ada Lucy Oliver.

"Baru berpisah dengan Louis kurang dari sejam, kau sudah mimpi buruk lagi?! Nak, sebaiknya jangan berlebihan. Aku kasihan pada orangtua dan anjingmu di rumah nantinya" Uncle Si mengelus-elus punggung Lilo.

"Tidak. Bukan mimpi seperti yang kemarin-kemarin. Tapi karena aku membayangkan yang tidak-tidak hingga akhirnya terbawa mimpi" Ia memainkan bunga plastiknya.

"Whatever it is, simpan ceritamu dulu karena kereta sudah datang~" Uncle Si yang lebih dulu bangkit dari bangku, mengulurkan tangannya untuk membantu Lilo bangun.

Setelah menyerahkan tiket pada petugas, mereka berjalan ke salah satu gerbong. Kaki kanannya berpijak pada lantai kereta. Sebelum benar-benar masuk, ia menatap seluruh penjuru stasiun. sejenak. Dia pasti akan merindukan kota ini. Begitu juga Louis dan adiknya.

"Hh.. cuma seminggu Lo. Tenang saja. Hanya-seminggu" Ia berusaha menenangkan diri. Lilo mulai mengangkat kaki kirinya.

"LILOOO!!"

Matanya langsung terpejam. Ia berpikir pasti itu bayangan Louis lagi. Yang akan menghantuinya di Doncaster nanti. Kenapa cobaan selalu datang padanya. 

"LILO!! WE'RE HERE!!"

Saat itu juga Uncle Si yang daritadi sudah masuk, keluar menghadap Lilo. Ia menatapnya dari bawah sampai atas dengan bingung.

"Uncle, help me! Itu pasti bayangan Louis lagi! God.." Lilo mencengkram lengannya kuat-kuat.

"Kau ini bicara apa?"

"Huh?"

"Lihat itu" Uncle Si menunjuk ke arah belakang Lilo. "Pacarmu sedang kesusahan! Kenapa tidak dibantu?"

Lilo memutar badannya dan astaga.. dia tidak salah lihat kan? Yang saat ini di depannya adalah Daisy sedang tergopoh-gopoh mendorong kursi roda kakaknya. Bukan dorongan biasa. Kalian tahu kan cara orang naik skateboard? Ya seperti itu. Setelah mendorong dengan satu kaki, kedua kakinya berpijak pada bagian belakang kursi roda dan melaju. Sementara Louis sendiri sibuk dengan barang-barang atau mungkin baju yang dibungkus dengan.. selimut rumah sakit?

"Hhh.. hh.. capek.." Daisy menyeka keringatnya saat sampai di depan pintu gerbong. Uncle Si dan Lilo sama-sama ternganga.

"Kalian bagaimana bisa keluar dari rumah sakit?"

"HA! Aku sudah pernah bilang kan kalau aku ini Captain America? Apa saja aku bisa! Hahah" Louis mengacak-acak rambut Lilo yang masih cengok. "Oh ya, karena aku ikut bersamamu, bunga ini aku ambil lagi ya! HAHA!" Louis menyambar bunga plastik pemberiannya sendiri kemudian masuk ke gerbong kereta (dengan dorongan Daisy tentunya), meninggalkan Lilo yang masih tercengang.

---

"You ready, Lou?" tantang Lilo sambil berkacak pinggang.

"Uh, aku ragu"

"Kita pernah melakukan ini Lou"

"Tapi aku tidak yakin"

"Saat kau melakukannya dulu aku juga tidak yakin. Tapi karena aku Wonder Woman, kau harus percaya padaku" ujarnya sambil sibuk mengikat bagian bawah kursi roda dengan tali dan menyambungkannya ke sepeda.

"Wonder Woman bukan jodoh Captain America, kau tahu?"

"Whatevs," Ia memutar matanya kemudian naik ke sadel sepeda, "Aku sudah siap".

"Tapi aku tidak siap"

"3.."

"No, jangan Lo.."

"2.."

"Tidak lucu!"

"1!!!"

"WOOAAAHH~"

Louis berpegangan erat pada sisi kursi rodanya, sedangkan Lilo mengayuh cepat tanpa rasa takut lagi. Louis baru menyadari kalau menjadi yang diboncengi lebih tegang dibanding yang mengendarai. Ia hanya bisa berdoa agar rem sepeda tidak blong. Sementara itu Lilo justru menikmati mengendarai sepeda kencang-kencang. Ia sekarang tahu kenapa Louis dulu girang melaju cepat. Setiap turunan dan tanjakan yang dilewati, Lilo justru makin senang.

"Lo.." seru Louis ditengah-tengah angin yang menerjang.

"Haah?"

"Pelankan sepedanyaa"

"Apa?"

"Sepeda.. pelan!!"

"I can not hear you! Angin ini terlalu berisik"

"Sepedanya pelankan!"

"Huh? Kau ingin aku mengerem? Okay!"

"NOO!!"

CIIIT.. GEDEBUG.. BRAK.. MEONG (?!)

 

"Ow.." Rintih Louis sambil memegangi pinggang bagian belakangnya, "ini pembunuhan"

Dengan mata terpejam, Lilo berteriak kegirangan walau sakit juga, "Wow!! That was fun!! Yeay"

"Hey,, jangan berteriak di depan wajahku!"

"Hah? Depan wajah?" Ia membuka matanya. Mata biru Louis yang pertama muncul. Ternyata Louis jatuh tepat di atasnya. Pantas saja ia merasakan sesuatu yang berat. Louis menyeringai menyadari wajah mereka begitu dekat.

"L-Lou.. k-k-kau berat" Tidak menghiraukan perkataan Lilo, Louis justru menaruh tangannya di samping kedua sisi Lilo (kayak tangan orang push up), membuat Lilo berkeringat dingin. Mata Louis terpejam.

"K-Kau.."

Ia semakin gugup karena dirasakan wajah Louis semakin mendekat.

"N-Not here Lou, please.. s-s-setidaknya tidak dengan posisi begini.."

DEG.. DEG.. DEG..

-bersambung-

Guys, check out my brand new fanfiction!

"Babysitting My Foster Siblings". Main Character: Liam Payne

Link: http://www.wattpad.com/story/5323814-babysitting-my-foster-siblings-liam-payne

Enjoy, vote, and comment! Happy reading :D xx

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top