Chapter 12: Loucy Tomliver?
Aku bergeming begitu melihat Louis. Lucy menyebutnya sebagai 'pacar'? Bagaimana bisa Louis jatuh cinta tanpa sepengetahuanku? Ia sahabat dekatku! Seharusnya dia cerita. Atau jangan-jangan karena Lucy, dia menjauh dariku? Louis hanya menunjukkan ekspresi dingin.
"Lily, kau har--"
"Lilo. Panggil saja Lilo untuk lebih singkat" Aku memotong perkataan Lucy.
"Ooh, o..kay, so, Lilo, kau harus mengenalnya! Ini Louis. Louis, ini Lilo"
Aku mengulurkan tangan dengan tatapan ragu-ragu. Ia menjabat tanganku.
"Lilo"
"Louis" Dih? Sombong sekali dia! Dari nada bicara dan tatapannya seperti tidak kenal denganku. Yayaya, tau lah yang baru punya pacar! Cantik pula. Sahabat di lupakan.
"Pleased to meet you" ucapku bersikap pura-pura tak kenal juga. Tapi omong-omong, kenapa Louis bisa-bisanya bolos sekolah? Well, setidaknya dia membolos untuk pergi ke perpustakaan. Bukan ke mall. Okay, I appreciate it.
Louis meraih bangku di sebelah Lucy dan mulai membaca buku itu dengan serius.
"So, sejak kapan kalian berdua saling kenal?" tanyaku basa-basi. Terlihat Louis melirikku dengan ragu-ragu.
"Oh, kami sudah kenal sejak kecil namun baru bertemu seminggu yang lalu. Dan langsung berpacaran. Right babe?" Lucy menggenggam tangan kanan Louis. Louis hanya mengangguk. Great. Tepat seminggu sudah sikap Louis berubah padaku. Aku hanya manggut-manggut mengerti.
"Are you an Irish?"
"Oh yes, I am. Aku di Inggris hanya sampai sebulan ke depan"
"Wow, sebulan lagi aku lulus sekolah. Mungkin ada kemungkinan kau datang? Haha" candaku.
"Sounds like great! Aku mau, tapi tidak janji ya! Orangtuaku belum menentukan tanggal pulang"
"Tak apa. Aku akan terus menunggumu" Aku tersenyum ramah. Setelah cukup lama mengobrol dengannya, aku bisa simpulkan kalau Lucy adalah perempuan yang baik selain cantik. She's perfect. Tak ada yang tahu bahwa setiap kata yang ku ucapkan saat mengobrol, mataku selalu ingin mengeluarkan air mata. Namun ku tahan. Tapi semenjak bertemu dengannya, aku jadi minder. Aku pasti tak akan pernah bisa bersaing dengan Lucy.
---------------------------
Pagi ini rasanya kepalaku berat sekali. Aku sebenarnya malas ke sekolah. Tapi.. yaah.. tuntutan. Mau bagaimana lagi?
Ku lihat tempat parkir sekolah becek. Ya, karena tadi malam sempat hujan walaupun tidak deras. Aku berjalan sambil memilih-milih bagian yang kering. Setiap mengangkat kaki atau memijakannya, kepalaku tambah pusing berkali-kali lipat. Bahkan hampir jatuh karena tak bisa jaga keseimbangan. Aku merasa suhu badanku panas. Ku harap sakitnya tidak berkepanjangan, Tuhan.
BRRMM... BBRRMM...
Terdengar suara mesin mobil yang sangat kencang dari belakang. Mobil siapa sih? Norak. Namun sepertinya mobil itu semakin dekat di telingaku. Saat aku menoleh ke belakang, ternyata benar. Mobil itu ngebut dan melewatiku.
BUSSHH...
But... DAMN! WHOSE FUCKING CAR IS THAT!! Idiot! Mobil itu menyiprat becekan air padaku! Kalau sudah basah begini, bagaimana bisa sembuh? Great.
Tak lama dari pintu pengemudi, keluarlah seorang pria. Itu.. Louis? Tunggu! Namun dari pintu kursi penumpang depan terbuka juga. Keluarlah seorang... wanita? Wait a minute!
Lucy Oliver!
Untuk apa dia datang ke sekolah? Mau pamer kemesraan? Atau mau ikut sekolah.. dengan pakaian Glamour begitu? High heels, rambut catokan, kacamata hitam, dan semuanya yang berkelap-kelip.
Tapi begitu turun, ia seperti mencari sesuatu dan tiba-tiba berlari kecil menghampiriku. Dia mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan mengelapi bagian yang basah.
"Kami minta maaf! Kami sangat min-- Lilo?"
"Lucy?"
"Kau bersekolah disini juga?"
"Ya. Memangnya kau akan sekolah disini juga?"
"Oh, tidak. Aku hanya menemani Louis saja" jawabnya. "Anyway, maaf karena telah menyipratmu! Seharusnya Louis minta maaf, tapi dia sudah masuk duluan ke dalam. Huh.."
"It's.. it's okay! Sudah biasa"
"Sudah biasa? Berarti kau kenal Louis sebelumnya?" Ya. Mantan sahabat. Seandainya aku punya nyali untuk menjawab begitu.
"Err.. sebatas pernah melihat saja. Haha" BOHONG! AKU BOHONG, LU!
"O..kay" Kata-kata itu sudah ku dengar berkali-kali dari mulutnya. "Mungkin kau butuh mengenalnya lebih jauh. Kau juga harus berteman dengan pacarku. Dia baik dan romantis" Aku tahu itu! Aku sudah tahu! Jauh sebelum kalian bertemu! Grrr...
"Really? Romantis? Kau sangat beruntung! Ahahaha" Hahaha... haha.. ha. Lebih menyakitkan untuk tertawa bohongan. Duuh.. kepalaku makin sakit!
"Sepulang sekolah, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar ke mall. Please come with us!" What?!! No no no no no!!! Aku harus menonton kedekatan mereka sedangkan aku sedang berusaha menghindarinya?! TIDAK
"Sorry, I can't"
"Please"
"Lucy, I have a work to do after school"
"Pretty please, Lo?"
"Sorry, gotta go" Aku langsung berlari ke kelas. Tidak sopan, memang. Tapi ya Tuhan.. mendengar ajakan Lucy tadi membuatku berkunang-kunang. Semakin dekat dengan bangku, kepalaku semakin pusing.
"Mornin' Lil-- Kau kenapa?!" Niall yang baru datang juga langsung jadi panik.
"Memang aku kenapa?" Aku menolehnya. Tangannya menyentuh keningku.
"Kau panas. Wajahmu pucat" Ia menatap seragamku yang sedikit basah. "Dan basah"
"Aku... aku---"
Tunggu, kenapa wajah Niall jadi nge-blur begitu? Semakin buram.. buram dan gelap. Aku pun roboh. Hal terakhir yang aku ingat adalah teriakan si pirang Horan yang seperti perempuan dan sepasang kaki di ambang pintu kelas.
-skip-
Pelan-pelan ku buka mataku. Aku melihat langit-langit ruangan. Penglihatanku yang tadinya buram.. buram.. sekarang sudah kembali normal. Ini bukan kelasku.
Saat aku sedikit mengangkat kepala, aku melihat banyak obat-obatan di sekeliling ruangan. Dan seorang pria berambut pirang membelakangiku. Tak lama ia berbalik badan.
"Sleeping beauty sudah bangun ya! Belum aku cium lho! Haha" Canda Niall. Aku cuma tertawa kecil.
Dia berjalan ke arahku sambil membawa segelas minuman hangat di tangannya.
"Ini. Minum dulu" Aku pun menerimanya dan meneguknya.
"Kau itu pingsan lama sekali"
"Selama apa?"
"Dari pelajaran belum dimulai sampai sekarang. Jam pulang"
BUUSH...
Aku refleks menyemburkan itu saking kagetnya.
"Woaa!! Panas panas panas!!! Huftt... hufft.. panas~" Niall lagi-lagi menjerit seperti perempuan sambil meniupi kemejanya yang kena semburan. Bodoh sekali. Ngapain dititup?
"So.. sorry! Sorry!! Niall, I'm so sorry!!" Bukannya bantu, aku justru mencium-cium tangan Niall untuk mendapatkan maaf. Ia menarik kembali tangannya itu.
"Iya! Iya aku maafkan! Huuh!!" Aku hanya menyeringai.
"Omong-omong, bagaimana bisa aku sampai disini?" Entah kenapa, pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku.
"Err..." Niall menggaruk-garuk leher belakangnya. "Mungkin Tuhan telah mengirimkan malaikat untuk membopongmu? Who knows?"
"Kau menggendongku ya?"
"Hah? Aku.. aku--"
"Apapun itu, terimakasih Niall!" Aku memeluk perut Niall yang memang sejajar dengan kepalaku saat ini. Perutnya empuk dan hangat. Entah ini efek dari semburan itu atau bukan, yang pasti, pelukan Niall lebih hangat dibanding Louis.
"Omong-omong, Louis kemana ya?" Niall mengangkat tangannya untuk melirik jam.
BRAAAAK!!
DEG! Tiba-tiba saja pintu ruangan UKS terbanting sendiri. Refleks aku berpegangan dengan lengan Niall. Ia juga kelihatan kaget dan panik.
"A.. aaa.. apa i..ttu..?"
"Hhhaa.. han..tu, mung.. kin?"
Sejenak kami berdua gelagapan.
"KKK... KAAABBUUURR!!!! GYAAAA~!!!" Kami berdua langsung ngibrit keluar UKS.
----------------------------------
Diin... diin...
Mobil yang tadi pagi menyipratku dengan becekan, berhenti di depanku. Dari tempat penumpang depan, kaca terbuka. Seperti yang ku duga. Lagi-lagi Lucy Oliver. Ia pasti mengajakku untuk ikut bersama mereka.
"Lilo!!" sapanya sambil melambaikan tangan. Aku membalasnya dengan senyum. Ia keluar dari mobil Louis dan langsung menggandeng tanganku.
"Come on!" Ia hendak menarik tanganku ke dalam mobil, namun aku menahannya.
"Sorry, aku tak bisa"
"Ayolah"
"Maaf"
"Aku ingin mengenalmu lebih dekat"
"Lucy, but I--"
"Aku sangat senang kalau kau ikut. Louis juga tak keberatan" Ia menggenggam tanganku erat-erat. Saat aku melirik Louis, ia langsung mengalihkan pandangan dariku. Aku menghela napas panjang.
"Okay" jawabku terpaksa.
"Seriously?! Aaakhh! Ayo! Masuk ke mobil!" Akhirnya aku masuk ke mobil ini lagi setelah seminggu bermusuhan. Di bangku belakang. Sendirian.
Tepat seperti dugaanku, mereka pamer kedekatan. Entah nyanyi berdua, atau saling bercanda pukul-pukulan. Seharusnya aku yang berada pada posisi Lucy! Argh.. Ya sudahlah. Hidup seperti roda. Mungkin aku harus bergantian dengannya. Atau terganti untuk selamanya.
Sekarang aku mengerti bagaimana perasaan Niall saat dulu belajar di rumahku. Merasa diacuhkan dan jadi obat nyamuk. Dianggap tak ada. Aku benar-benar menyesal sempat memusuhinya.
Dibanding mendengar candaan mereka, aku memilih diam dan mendengarkan musik di iPod.
-skip-
Ternyata Lucy itu shopaholic. Baru 15 menit sampai, sudah ada kurang lebih 6 atau 7 kantung belanjaan. Louis terlihat fine saja dengan itu. Ia nurut diseret kesana kemari oleh Lucy. Haha.. rasakan itu! Sedangkan aku berjalan di belakang mereka berdua. Berasa bodyguard. Uh..
"Wow!!"
Lucy menarik tangan Lou ke depan kaca Topshop.
"Oh Gosh!! Itu keluaran terbaru!! Kemarin tidak ada!! Ayo"
Mereka berdua masuk dengan terburu-buru. Aku berjalan santai menyusulnya namun sebelum aku menginjak batas lantai, mereka sudah keluar dengan satu kotak sepatu dan kantung belanjaan lagi. Astaga.. Dia ini maniak atau bagaimana? Cepat sekali.
"Ayo ke tempat lain!" Dia menggandeng lenganku dengan setumpuk belanjaan di tangannya.
"Wow.. kau belanja banyak sekali. Dan cepat"
"Oh, ini? Haha.. ini masih 1/4 kantung dari biasanya ku belanja" Dia memainkan alisnya. Aku memasang raut wajah ngeri. Kalau aku seperti dia, ibuku akan mem-block kartu kreditku. Ckckck
"Babe, aku lapar" Lucy mengelus-elus perutnya sendiri. Aku hanya memutar kedua mataku.
"Kau lapar?" tanya Louis. Ia mengangguk.
"Aku justru kenyang.." batinku.
"Ya sudah, ayo makan. KFC bagaimana?"
"Sounds great! Ayo!" Lagi, Lucy menarik tangan Louis cepat-cepat menuju KFC.
Kami bertiga duduk di salah satu meja yang kosong. Lucy menaruh belanjaannya di samping bangku dan bangkit.
"Lo, pesan apa?" tanya Lucy. Aku menggeleng..
"Aku sudah makan. Mungkin aku pesan Grape Float saja"
"Okay, Grape Float satu. Lou? Kau apa?"
"Aku sama sepertimu saja, dear" jawabnya. 'Dear'. Oke. Cukstaw.
"Alrighty then, I'll be right back!" Lucy pun pergi untuk memesan makanan.
Kenapa?! Kenapa ya Tuhan!! Kenapa harus Lucy yang pesan makanan! Bukan Louis saja?! Kenapa aku harus ditinggal berdua dengan Louis!! Urrghh... Tanpa sadar, aku menghentakkan satu kakinya dan Louis menatapku dengan heran. Rada malu juga. Tapi tenang, Lilo! Tenang! Buang muka saja! Buang muka saja!
Aku menuruti kata hatiku. Bertopang dagu dan tak menatap Louis. Namun tiap detik bertambah, semuanya terasa awkward. Bahkan ku usahakan untuk tidak mengedip untuk mendapatkan kesan stay cool dan calm. Tapi.. aduuh.. si Louis ini terus menatapku tajam (seperti Edward memandang Bella di Twilight pertama yang scene laboratorium. Nah kaya gitu! :D). Aku jadi canggung.
"Li--"
"MAKANAN DATANG~"
Lucy pun datang dengan membawa yang dipesan. Ia menaruh satu-satu di depan kami bertiga. Sesuai yang pesanan. Tapi.. tunggu!! Bukankah sebelum Lucy datang ada yang memanggil namaku? Siapa? Entah kenapa mataku tertuju pada Louis yang sedang meneguk minumannya. Louis? Tadi Louis? HAHAHA. Impossible. Sudahlah. Lupakan.
"Kau ini kebiasaan! Selalu belepotan" Lucy mengambil tisu dan mengelap pinggiran mulut Louis. Satu kata. Cieh.
"Haha, sorry" Louis menyolek hidung Lucy. Satu kata lagi. Cieh.
Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka berdua kemudian diam-diam memutar kedua mataku. Agak muak.
Setelah selesai makan, kami kembali jalan sebentar kemudian pulang. Aku menahan tawa saat melihat Lucy kesusahan berjalan dengan high heelsnya itu. Bukan karena tak biasa, tapi karena parkirannya becek. Ternyata saat kami belanja tadi, hujan turun. Dia memilih-milih bagian yang kering. Sekali kena becek, aku yakin ia pasti menangis karena heels-nya kotor. Louis sampai-sampai menuntun tangannya. Seperti manula saja xD
"Hati-hati" ucap Louis.
"Aku berusaha untuk itu. Eits, awas ada becekan!" HAHAHAHA Seandainya kalian bisa melihat ekspresi Lucy. Pasangan ini pasangan terempong yang pernah ku lihat. Aku menutup mulutku dengan telapak tangan sambil pura-pura batuk untuk menyembunyikan tawa.
Namun yang daritadi ku bayangkan terjadi. Benar. Lucy terjatuh karena kurang keseimbangan! BAHAHAHA! *jahat*
"Auuww!! Uhh... kotor! Yikes"
"Lucy, kau tak apa-apa?!" Aku pura-pura panik padahal dalam hati, aku sangat bahagia.
"Ya, I'm alright" Aku membantunya berdiri. "Sepertinya kakiku terkilir"
"Jadi tak bisa berjalan?" tanyaku. Lucy hanya angkat bahu. Louis sedikit menurunkan badannya.
"Ayo naik ke punggungku!" DEG! Tunggu dulu! Ii.. ini kan..
"Babe, aku berat"
"Tak apa"
"Okay" Lucy pun melingkarkan kedua tangannya pada leher Louis dan naik ke punggungnya. Aku bergeming. Bukankah ini semacam deja vu? Aku juga pernah mengalami ini, bukan?
~Flashback~
Kami berdua terhempas jauh dan jatuh di tumpukan dedaunan kering. Beruntung tidak jatuh langsung ke tanah.
"Auuuw..." Aku berseru kesakitan. Bisa ku tebak, bokong Louis pasti kesakitan karena aku pun juga.
"Louis! Betapa bodohnya kau!!! Aaarrghhh" Aku mengacak-acak rambutnya saking gemas ingin membunuhnya.
"Maafkan aku... Huwaaaa" Dia malah menangis overacting.
"Uuuh.. ini bukan waktunya untuk itu!" Aku memukul lengannya.
"Hahaha... baiklah, maafkan aku. Tapi itu menyenangkan, bukan?" Louis bangkit. Dia ini gila? Menegangkan seperti itu malah bilang menyenangkan. Kami bisa saja terbunuh tadi.
"Tidak. Itu menyakitkan! Dan sepertinya kakiku terkilir! Huh"
"Hey, aku minta maaf! Ayo, cepat bangun!" Ia mengulurkan tangannya.
"Tidak bisa! Kakiku sakit" rintihku sambil menunjukkan kaki kiriku yang agak merah.
"Ya Tuhan! Kau ini memang menyusahkan Jadi sekarang bagaimana?"
"Kau yang membuatku susah!" semprotku.
"Ya sudahlah, ayo naik ke punggungku!" sahut Louis sambil setengah menurunkan badannya.
Ya, ia tahu tinggiku tak sebanding dengannya. Pelan-pelan aku bangkit dan melingkarkan tanganku lagi di lehernya. Louis lalu mengangkat kedua kakiku.
"Kau ini sedang hamil atau apa sih? Berat sekali!" ejeknya.
"Kalau tidak niat memberi bantuan lebih baik tinggalkan aku disini! Huuuh" Aku memanyunkan mulutku.
"Iya.. iya maaf. Begitu saja marah...Aku kan hanya bercanda"
Louis mulai melangkahkan kakinya menuju rumahku.
~End of Flashback~
"Lilo!" seruan Lucy membuatku terbangun dari lamunan. Aku mengedip-ngedipkan mataku. "Ayo" Astaga, aku sampai tak sadar kalau mereka sudah berjalan agak jauh dariku. Aku buru-buru menyusul mereka dengan tergesa-gesa.
-skip-
"Lo" sahut Lucy sebelum aku membuka pagar rumah.
"Hm?"
"Thanks for today, ya! Jangan kapok untuk ikut lagi. Hahaha" KAPOK! AKU-KAPOK! Kau dengar? Tidak dengar ya? Ya sudah. Bukan masalah.
"Ahaha, you're welcome" Aku tersenyum. Tepat saat aku membuka pintu pagar, Pony keluar dari dog flap (saya ga tau bahasa Indonesianya. Haha sakit yak) dan berlari ke pelukanku.
"Guuk.. guuk..!!" Ia langsung menjilati kedua pipiku.
"Aww.. Pony, how do you do? Ahah! Good boy!" Aku memeluknya dan mengelus kepalanya.
"Wow! Hey there cutie!! Siapa namanya?" tanya Lucy gemas, terlihat Louis juga memandang Pony. Agak kaget.
"Pony" jawabku sambil menyerahkan Pony pada Lucy. Wajahnya langsung berseri-seri.
"Good name! Good dog! Haha" pujinya sembari kedua pipinya dijilati Pony. "How lovely! Right Lou?" Namun saat Pony menoleh ke arah Louis, ia langsung lepas kendali dan pergi ke pelukannya.
"Guuk!! Guuk!! Guk!!!" Pony terlihat sangaaat senang. Ahah, bagaimana tidak? Dia pernah tinggal bersama Louis selama 4 bulan sebelum memberinya padaku, dan selalu menjadikan Lou sebagai bahan bully-an. Mereka terlihat akrab.
"Mereka terlihat sudah lama kenal! Ahahaha" seru Lucy tertawa geli. Aku hanya tersenyum. "Oh ya, dimana kau beli Pony? Dia 99% mirip sekali serigala" DEG! Aku harus jawab apa? Masa mengaku kalau itu pemberian Louis. Pacarnya sendiri? Yang sekarang sedang bergeming juga di sebelahnya?
"Aku.. err.. aku" Louis terlihat mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.
"Kau?"
"Itu pemberian! Ya, pemberian!" Pony pun kembali ke pelukanku lagi.
"Pemberian? Dari siapa? Mungkin saja aku bisa bertanya padanya dimana ia membeli" Damn. Lu, kenapa kau orangnya kepo bangetzz. Lagipula orang itu di sebelahmu! Di sebelahmu! Yang tadi menggendongmu!
"Uh... dari.. mantan sahabat, bisa dibilang?" Aku mengatakan 2 kata dalam itu tepat di depan orangnya. Louis. 'Mantan Sahabat'.
-bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top