CHAPTER 027

LANGIT CERAH LUAR biasa, begitu biru dan hanya ditemani oleh kapas-kapas tipis di beberapa bagian. Manhattan seolah sangat ceria, dengan awal angin musim panas yang menghangatkan kulit sampai-sampai menimbulkan sensasi menggelitik akibat para anak rambut menyapu wajah. Seharusnya mereka memiliki aroma yang disebut liburan paling ditunggu, seperti sunscreen, air asin, pasir pantai, dan terakhir ....

... tentu saja bikini baru dengan kulit tanned pasca berjemur.

Oh, aku menambakan liburan musim panas.

Dan Harding mewujudkannya dengan cara berbeda.

Cara yang lebih mahal, di mana aku tidak mungkin sanggup melakukannya kecuali jika beruntung dan mendapatkan tiket liburan gratis.

Jadi dengan kata lain, kusebutkan bahwa Harding adalah keberuntunganku.

Ya, memang benar. Dia adalah sesuatu yang dalam kedipan mata, sukses menjadikanku seperti wanita paling beruntung di dunia. Saat Harding menarikku dari depan ruang marketing—setelah setengah mati mencari kata kuncinya—ia membawaku ke atas gedung Christian's Women—tempat di mana helikopter perusahaan terparkir.

Aku seharusnya tidak bangga dengan fasilitas kantor yang digunakan Harding hanya demi memberikan kesan luar biasa, sebab itu merupakan penyelewengan akan kewenangan namanya. Namun, karena diri ini memiliki jiwa kemiskinan akut, maka milik siapa pun itu, aku tetap saja meronta-ronta kegirangan dalam hati.

Dua kali berada dalam kendaraan mewah ini dan dalam situasi yang berbeda pula, menjadikan diriku tidak henti-hentinya mengumbar senyum. Berawal dari sekadar perjalanan biasa menuju Seattle, kini si capung besi itu membawaku ke suatu tempat setelah hal romantis—berupa permainan mencari harta karun—di mana masih menjadi misteri untukku. Saat aku bertanya 'mau ke mana kita pergi?' Harding hanya menjawab dengan satu kata yaitu, 'rahasia. No clue.'

Jadi baiklah, aku mengikutinya saja dan beberapa jam kemudian pesawat dengan baling-baling besar di atasnya mendarat di sebuah lapangan bersemen dengan seorang lelaki paruh baya menyambut kami di depan pintu gerbang berbahan kayu.

Sekarang, beberapa pertanyaan kembali berputar-putar di kepalaku.

Dia membawaku ke sini, apa dia tidak bekerja? Kupikir seorang CEO pasti memiliki waktu yang padat, sehingga meluangkan waktu untuk menyenangkan pasangannya merupakan hal sulit, tapi apa aku adalah sesuatu itu?

Otakku, kembali ke kenyataan. Mengingatkan bahwa hubungan kami tidak lebih dari sekadar kontrak. Sehingga apa yang dilakukan Harding, bisa saja hanya berupa mengalihan isu—seperti rencana kami—mengenai Jared—atau semata-mata ingin menghiburku. Entahlah, aku masih belum menemukan kepastian mengenai hal tersebut dan selalu mengingatkan diri, agar tidak terlarut dalam kebaikan Harding.

Harding hanya lelaki yang baik, bertanggung jawab, dan ....

... romantis.

Kuakui bahwa hampir semua wanita menyukai laki-laki yang romantis.

"Selamat datang, Mr. Lindemann," sapa lelaki paruh baya ketika Harding dan aku turun dari helikopter kemudian melangkah mendekatinya. "Hari yang cerah, bukan? Bagaimana dengan pekerjaan Anda?"

"Chairman memintaku untuk mengambil cuti beberapa hari sebelum melakukan perjalanan ke Paris, tapi tentu saja bukan cuti dalam bentuk harfiah karena pada dasarnya tetap saja aku bekerja di rumah." Harding berbicara lugas, seolah mereka adalah teman lama dan aku menunggu momen untuk dikenalkan. "Oh, dia Miss Holder."

Aku tersenyum ramah, saat Harding akhirnya memperkenalkan diriku dan mengulurkan tangan saat lelaki—yang belum kuketahui namanya—melakukan isyarat berjabat tangan.

"Panggil saja Sean, Miss Holder."

"Nice to meet you, Sean," kataku, sambil menjabat tangan Sean, menyentakkannya pelan kemudian tanpa menunggu lama melepaskannya. "Well, what place is it?" tanyaku sungguh penasaran karena jika aku bertanya pada Harding, maka lelaki itu tentu tidak akan menjawabnya.

Sean melirik ke arah Harding, seolah meminta persetujuan. Namun, bukannya menjawab, ia malah tertawa pelan dan mempersilahkan kami masuk melewati pagar bersar berukuran kayu.

Oh, baiklah, jadi Harding lebih memilih untuk memperlihatkan, daripada memberitahuku.

Kami melangkah bersamaan. Harding dan Sean saling berbincang, tapi aku tidak mengerti tentang apa yang mereka bicarakan—menggunakan bahasa Prancis di mana aku tidak tahu sama sekali tentang bahasa tersebut—kemudian setelah sampai di hadapan pintu garasi super besar, Sean memelukku secara tiba-tiba.

Entah apa yang dipikirkan lelaki itu, aku hanya melirik ke arah Harding dan lelaki itu hanya tersenyum sambil mengangguk. Mendapat respon demikian, aku pun membalas pelukan Sean—pelukan hangat—membuatku teringat bagaimana lengan dad mengelilingi tubuhku, setiap kali aku membutuhkan dukungan atau hiburan.

"Save him because he's very nice person in my life," katanya setelah melepas pelukanku dan itu membuatku sedikit geli mendengarnya. Maksudku, Harding ternyata tidak seburuk yang kupikirkan saat pertama kali kami bertemu, justru yang ada dugaanku salah besar. Bahkan, meskipun hanya sekadar kontrak, Harding memperkenalkan sebagai tunangannya secara tulus. "Let's go now and have a safe flight for you all."

Membuka pintu garasi super besar tersebut, seketika itu pula kedua pupilku melebar. Oh, shit! Bagaimana Harding merencanakan ini di sela-sela kesibukannya? Apa dia serius? Sungguh, jika ini sungguhan dan bukan mimpi, aku tidak akan segan melabeli Harding sebagai lelaki jahat sebab ....

Sebab ....

Hatiku mulai merasakan sakit, bahagia, cemas, dan terharu.

Campur aduk.

Hingga satu-satunya yang bisa kulakukan adalah meneteskan air mata, meski tidak tepat jika dikatakan menangis. Hanya setetes dan aku memeluk Harding erat-erat.

"Ha-ha, just relax, Babe." Harding membalas pelukanku, dengan tawa bahagia yang melelehkan seluruh tubuhku. "Aku tahu, sudah lama kau menginginkan ini."

"How?"

"Apa?"

Aku menggeleng sambil menghapus setitik air di sudut mata. "Bagaimana kau bisa tahu bahwa sudah lama aku ingin melakukan terjun payung?"

Harding tertawa lagi, kali ini sambil memberikan peralatan terjun paying setelah sebelumnya berada di tangan Sean. "Let's have fun together."

Aku mengangguk dengan penuh antusias, setelah menerima peralatan terjun paying kemudian Sean mengambil alih perbincangan kami dengan bertepuk tangan.

"Well, mari lakukan peregangan sebelum melakukan hal menakjubkan ini," ujar Sean.

Tidak perlu kujelaskan bagaimana cara melakukan peregangan karena pada dasarnya semua saja seperti para guru olahraga lakukan di sekolah-sekolah. Hanya saja bagi para penerjun payung melakukan hal tersebut untuk membentuk kelenturan otot sebab ketika terjun, maka peloncat akan jatun dengan kecepatan di atas seratus mil per jam (mph). Selain itu kami juga melakukan latihan pernapasan, memosisikan kepala dan bernapas pendek-pendek.

Sean memberitahu kami, bahwa kita harus tetap fokus dan ingat bahwa sedang berada di udara. Hal tersebut diperlukan karena terdapat tekanan oksigen yang berbeda. Dan karena aku tidak pernah melakukan terjun payung sebelumnya, maka Harding yang berpengalaman pun bertugas sebagai instruktur untuk terjun bersama.

Alih-alih yang kumaksud adalah, Sean akan mengikat tubuh kami bersama sebelum terjun dan tentu saja kami—aku dan Sean—akan melompat dalam satu payung.

Selepas berganti pakaian dengan menggunakan kostum khusus penerjun payung, Harding menyempatkan diri mencium keningku. Bukan di bibir atau di pipi seperti biasa, apalagi di bagian sensitive—Harding tahu bagaimana menempatkan semua itu sesuai dengan kebutuhan—lalu memelukku dan membisikkan sesuatu yang tidak begitu jelas kudengar lalu pergi begitu saja menuju pesawat tempat kami akan memulai lompatan luar biasa ini.

"Are you ready?" tanya Harding ketika pesawat berada pada ketinggian lima ratus meter dan setelah kami berdua terikat dengan sangat erat.

"Yes, but I'm so nervous."

"Don't, Babe," Harding menggeleng, "just trust me and ... temukan sesuatu yang spesial saat kita mengudara."

Kedua mataku refleks berbinar. Apa Harding bercanda? Yang dia lakukan sekarang ini saja sudah sangat spesial untukku. lalu setelahnya apa lagi? Jangan berlebihan Harding, apa yang kita lakukan akan berakhir menyakitkan dan aku menolak untuk melewati masa-masa tersebut. Namun, tetap saja ....

... aku penasaran dan pertanyaan sia-sia pun meluncur di bibirku. "What is that?"

"Just wait and ... jump!!" seru Harding, sembari melompat dan kami berdua berteriak kegirangan.

... lebih tepatnya aku berteriak tegang, senang, dan adrenalinku mencuat hingga ke tulang tengkorak.

***

Gak ngerti lagi, kenapa proses ini panjang banget padahal diriku pengen segera masuk ke intinya. Jadi semoga next chap kita sudah masuk ke intinya yaaa.

Yang jawab udara, tenang ... next chap Harding-Barbara masih mengudara kok 

Jadi gimana menurut kalian chapter ini? 

Apa yang akan dilakukan Harding di next chapter, menurt praduga kalian?

Rada gak tega juga, sih sama Barbara. Bayangkan kalau aku ada di posisi Barbara dalam hubungan yang tidak pasti tapi malah dimanis-manisin mulu, pasti juga bakalan khawatir kalau berujung dengan patah hati. Jadi semoga aja Harding, peka dan mau kasih kejelasan secepat mungkin sampai bikin skandal Jared benar-benar rampung. Aamiin 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top