CHAPTER 001
"INI KESEMPATANMU UNTUK membuktikan pada Jared, bahwa kau bisa hidup tanpanya, Barb." Lengkap dengan gaun malam warna hitam dan tas tangan peraknya, Si Merah seksi-Veronica-terus membujukku agar mau ikut pergi dengannya.
Sembari mengoreksi tugas murid-murid bimbelku, aku tahu pekerjaan ini akan segera selesai dan aku tidak bisa lagi menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk menolak ajakan Veronica. Menyesali apa yang akan terjadi sebentar lagi, aku terpaksa menoleh ke arah Veronica.
"Aku tidak perlu membuktikan apa pun, Veronica."
Menghempaskan tubuhnya di sampingku, Veronica mengembuskan napas panjang, tampak sangat menyedihkan meski tertutupi oleh wajah cantiknya. Ia memelukku, sembari merebahkan kepalanya dibahuku hingga aku bisa mencium aroma parfume fruity punch milik Veronica-hadiah perpisahan dari mantan pacar tujuh tahunnya.
"Setidaknya jika kau tidak berniat untuk membuktikan sesuatu ...," kata Veronica, nada suaranya sungguh frustrasi hingga membuatku tidak tega membiarkan gadis itu sendirian. "Kau pasti bisa sekadar menemaniku agar tidak terlihat seperti idiot."
Menutup laptop, segera kubalas pelukan Veronica. Oh, God, kasihanilah gadis cantik di sampingku ini. Bukan, tapi kasihanilah kami berdua. Meski aku tak yakin harus mendapatkannya karena berhasil move on atau bahkan, muak dengan mantan pacar yang berkhianat.
Baiklah, akan kuceritakan tragedinya. Jadi begini, Veronica Steel memiliki pacar perempuan. Bertemu sekaligus berkenalan saat kami menghadiri pameran lukisan milik Jared (Kekasihku yang tampan, tapi sekarang tidak) hingga akhirnya, sebulan kemudian mereka-Veronica dan Kyle-mengonfirmasikan status kencan di hadapanku. Lebih tepatnya saat kami merayakan ulang tahunku, di mana Jared juga berada di sana.
... dan itulah letak awal kesalahanku, serta drama Kyle dimulai.
Setahun berpacaran dengan Veronica, Kyle selalu mencari kesalahan pada diri Veronica kemudian menjadikannya sebagai boomerang agar mereka bertengkar dan akulah yang menjadi tempat curhat teman serumahku ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa, jika dimintai pendapat tentang hubungan sesama jenis tersebut. Namun, jelasnya setelah bertahun-tahun hidup dengan drama Kyle dan Veronica, kami mengetahui sesuatu.
Kyle memiliki niat lain saat mengencani Veronica dan kau tahu apa? Niat itu adalah untuk mendekati Jared, mendapatkan perhatiannya, penisnya, uangnya, dan bahkan kepopulerannya sebagai salah satu seniman berbakat di Manhattan. Yang mana seharusnya itu aku! Aku yang seharusnya menikah dan berbahagia dengan Jared, tapi ....
Sial! Aku tidak mau lagi mengingat semua janji manis Jared, apalagi mengenang bagaimana dia memutuskanku secara tiba-tiba kemudian mengetahui kabar pertunangan sialan itu.
"Akan ada banyak media di sana," ucap Veronica, "kumohon kau harus ikut, jangan biarkan teman-teman Kyle menatapku sebagai gadis menyedihkan yang jika sedang tidak waras akan mengacau pesta pertunangan mereka."
Oh, yang dikatakan Veronica benar juga. Jared mantan pacarku telah memuncaki kepopulerannya, sedangkan Kyle dia hanya menumpang dan jika aku mengamuk di acara pertunangan mereka maka media akan tahu, bahwa dua pasangan tersebut telah berbahagia di atas penderitaan dua gadis. Ha-ha ... haruskah kurencanakan misi balas dendam paling memalukan?
"Baiklah, aku akan menemanimu," kataku kemudian, sambil bangkit dari sofa hijau lumut lalu mengais sisa-sisa es krim cokelat yang kami beli tadi sore.
Kedua alis Veronica terangkat. Sekilas ekspresi keraguan tergambar di wajahnya. "Pastikan kau tidak akan mengacau, Barbara."
Apa Veronica memiliki kemampuan membaca pikiran? Bagaimana dia bisa mengetahui apa yang baru saja kupikirkan? Oh, Veronica sayang, aku tidak akan sebodoh itu, meski sempat kupikirkan-aku tak mungkin mempermalukan diri sendiri.
"Nope, Veronica. Just be elegant," sahutku lalu melangkah meninggalkan Veronica untuk berganti pakaian dan berhias, hingga Jared merasa menyesal karena telah mencampakkanku demi Kyle.
Ya, semoga saja dia merasakan penyesalan tersebut.
"Ya Tuhan, Barbara Holder!" Kedua mata cokelat keemasan Veronica membulat sempurna. "Jangan coba-coba mengenakan gaun itu. Kau tahu dampaknya, 'kan?"
"What?" tanyaku pura-pura bodoh, pura-pura polos.
Veronica menggeleng kemudian berlari kecil menghampiriku. "Kau tahu, bagian apa yang paling menonjol pada dirimu, eh?!"
"Err ... IDK."
"Oh, God! Kau sengaja, ya?" Veronica tertawa kecil, memutar-mutar tubuhku seolah aku adalah manekin pakaian yang terpajang manja di toko perbelanjaan. "Kau mengenakan gaun ini untuk memamerkan payudara indahmu, lalu bagian punggung dan paha ... astaga!! Aku bisa ngiler hanya dalam sekali melihatmu, Barbara!!" Veronica menjerit, sambil mengambil ponsel di tas tangan peraknya dan segera mengambil fotoku.
Tentu saja aku bergaya se-seksi mungkin hingga sesi foto berakhir, aku segera mengambil ponsel Veronica.
"Menjauhlah, aku tidak mengencani perempuan dan mari kita pesan taksi online."
"Sayangnya aku juga tidak berpikir untuk mengencanimu, Barbara. Seorang pria seksi, mungkin bisa melupakan sejenak rasa sakit hatiku."
"Maksudmu kencan semalam?"
"Yeah, aku belum tertarik menjalin hubungan lagi."
"Ha-ha, mungkin kau akan menemukan partner kencan semalammu malam ini," ujarku kemudian melangkah pergi meninggalkan apartemen dan pergi menuju pesta terkutuk bersama Veronica.
Ngomong-ngomong masalah Veronica, sebenarnya sejak awal aku sudah mengetahui, bahwa dia adalah seorang bisex dan aku sedikit pun tak masalah tinggal serumah dengannya. Apalagi jika mengingat bahwa Veronica adalah orang pertama yang kukenal di Manhattan, orang pertama yang menawarkanku untuk berbagi biaya apartemen dengan harga murah, dan orang pertama yang memberiku pekerjaan sebagai guru bimbel, tempat dia pernah mengajar sebelumnya.
Justru selama tinggal bersama, akulah yang harus dikhawatirkan! Waktu pertama kali melihat Veronica telanjang, aku sempat ngiler pasalnya gadis itu memiliki tubuh paling seksi di dunia. Sedangkan aku, Veronica hanya memuji bentuk payudaraku yang menakjubkan, punggung indahku, serta kulit yang kebetulan mulus karena ketelatenanku dalam melakukan perawatan rumahan.
Akan tetapi, segala pujian tersebut memang tidak ada artinya jika kita berdua akhirnya pun dicampakkan.
"Idiot!" maki Veronica tiba-tiba, ketika denting lift berbunyi dan pintu besinya terbuka memperlihatkan suasan lobby.
Aku refleks menoleh. "Siapa?"
"Siapa lagi? Tentu saja kita." Menunjuk diriku dan dirinya secara bergantian, Veronica tertawa kering kemudian menggandengku keluar lift, mengabaikan pandangan sekelompok lelaki muda yang tampaknya ngiler ingin menelanjangi kami.
"Bukan kita, tapi hanya kau, Veronica."
Kami berdua melangkah bersama sambil menggoyangkan pinggul seperti para angel Victoria Secret, menggoda satpam paruh baya dengan sedikit pujian nakal, kemudian tanpa menunggu lama menemukan taksi yang kami pesan telah sampai di depan gedung apartemen.
Di dalam taksi, Veronica membuka laman Twitter lalu nama Jared Stephen dan Kyle Dawson menjadi trending topic malam ini. Jujur saja, aku ingin muntah melihatnya, bagaimana bisa Kyle bertunangan dengan mantan pacarku, sedangkan dia telah mencumbu bahkan menggerayangi tubuh Veronica hingga masing-masing dari mereka menjadi basah?
Oh, demi apa pun, terkutuklah mereka! Aku tidak mau melihat berita itu lebih lama lagi.
"Netizen banyak yang menyukai mereka," komentar Veronica setelah mematikan ponselnya dan memasukkan benda tersebut ke dalam tas peraknya. "Jika itu kau, apa mereka akan bereaksi sama?"
Aku mengetuk-ngetuk high heels navy-ku, menggenggam erat handbag warna senada, dan bergumam seolah berpikir. "Aku tidak peduli," kataku, "memikirkannya menandakan bahwa aku tidak bisa move on. Padahal aku sudah melewatinya, meski belum berkencan dengan siapa pun."
"Yeah, semoga saja bagian bawah dari dirimu tidak mengalami kekeringan karena jarang disentuh." Veronica tertawa dengan lelucon yang dilemparkannya, sedangkan aku hanya mencubit lengan terbukanya kemudian mengambil beberapa lembar uang untuk membayar taksi.
Kami berhenti di depan restoran Italia. Beberapa mobil mewah juga tampak saling bergantian menurunkan penumpangnya, hingga jika diperhatikan maka mobil kami-lah yang paling sederhana. Sebenarnya tidak ada yang peduli, tetapi pemikiran itu tetap saja terlintas di benakku. Bahkan Veronica sempat berdecak kagum dengan tamu-tamu yang hadir, serta bagaimana kemewahan pesta pertunangan tersebut akan terlihat malam ini.
"Pacarmu benar-benar kaya, Barbara," ucap Veronica, saat kami melangkah mengikuti barisan para tamu lainnya untuk mengantri—mengembalikan undangan—menjaga agar tidak ada orang asing atau teroris yang mengacau.
"Mantan pacar, Veronica."
"Ah, tetap saja. Dia kaya."
"—tapi brengsek," bisikku. "Aku tidak ... ah!" Seketika ucapanku terputus. Bukan. Aku tak bisa melanjutkan kalimatku—tergantikan dengan jeritan tertahan—bersamaan dengan suara sobekan kain tepat di belakangku, hingga aku menolak kuasa untuk melanjutkan langkah.
Aku tidak boleh merusaknya lebih parah lagi.
Beberapa suara terkejut secara bersamaan menghampiri indra pendengaranku, termasuk Veronica yang memaki menggantikan peranku.
"Sorry," ucap sesosok manusia yang berdiri di belakangku, "aku tidak sengaja. Kau baik-baik saja, Nona? Untung tidak sampai jatuh."
Seketika wajahku memerah. Bukan karena malu atau apa pun itu, tapi lebih ke amarah yang meronta-ronta minta dikeluarkan karena ini adalah gaun termahalku! Dan orang yang telah merusaknya masih mengatakan 'Untung'. Apa dia tidak tahu berapa lama aku harus menabung demi gaun ini, eh?
Demi Tuhan, aku akan memutilasinya sekarang juga dan menjadikannya campuran sate kambing kesukaanku!
***
Terima kasih dan dukung saya terus, yaa ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top