Samantha

Lama ga nyentuh lapak ini, jujur ini slow update dan cuma shortstory jadi maaf banget buat lamanya up dan makasih banyak yang udah mau baca. Sumpah aku berasa kayak sampah karena ngabai'in cerita ini super lama, jadi yah happy reading ^^

Sialan! Sialan! Sialan!

Sam ragu apakah otaknya masih berfungsi? Dia pikir tidak, dia yakin itu sudah terbakar hangus. Itu harus menjadi abu saat dia menginvasi bibir penculiknya. Karena ini sangat panas. Astaga, Sam bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia memiliki ciuman semacam itu? Tidak pernah. Sam hanya memiliki dua ingatan tentang ciuman dengan pria dan keduanya tidak layak untuk diingat. Yang pertama adalah ciuman pertamanya, dengan pria yang bahkan bukan kekasihnya. Ciuman itu gegabah dan terbaru-buru. Sam masih ingat lemari pembersih tempat mereka bersembunyi untuk satu ciuman itu, ada sarang laba-laba di atas kepalanya, botol-botol cairan pembersih, dan sapu. Sam juga ingat tangan pria itu yang meraba-raba tubuhnya dan bagaimana gigi mereka saling membentur, saat itu dia pikir ciuman tidak seperti yang dikatakan orang-orang. Dia tidak mengerti kenapa semua menggembor-gemborkan tentang betapa fantastisnya ciuman.

Kemudian Sam memberi kesempatan kedua, itu bersama kakak kelasnya, seorang genius sains yang memenangkan olimpiade. Tapi itu hanya menjadi lebih buruk saat mereka berciuman di lab biologi. Bagaimana pria itu hanya ingin mencekik Sam dengan menjulurkan lidahnya ke tenggorokannya, tidak ada kesempatan untuk membawa itu lebih jauh karena Sam membiru kehabisan napas. Tapi ciuman dengan Ben, itu adalah pesta sensasi di tubuhnya. Kulitnya bersenandung dengan getaran listrik dan putingnya mengeras, menekan pada bahan kulit jaket Ben.

Sialan untuk penculiknya yang panas karena Sam mungkin tidak akan ingin kabur darinya. Bagaimana dia ingin kabur ketika tumbuhnya terus menjerit untuk lebih banyak? Dia mencintai perasaan lidah Ben di bibirnya, mengagumi nuansa tangan Ben di kulitnya, dan dia meratap dalam harmoni memabukkan saat Ben mendesahkan namanya seperti lantunan melodi. Samantha tidak tahu bagaimana dia hidup selama ini tanpa ciuman seperti ini. Neraka! Dia hidup dalam hal kelabu pucat membosankan di bawah kendali ayahnya. Sekarang siapa yang bisa menghentikannya jika dia ingin merobek kartu V-nya tentu saja tidak ada. Sam tersenyum dengan pemahaman gila di otaknya.

Saat akhirnya pintu lift terbelah Sam hurus mundur dengan kecewa. "Itu ...," Sam menyeringai, "ciuman dengan nilai sempurna."

"Kamu hanya tidak tahu, Baby," ucap Ben dan Sam terkejut dengan seberapa akrab dirinya dengan panggilan sayang dari Ben.
Bukankah Ben orang asing? Sebagian diri Sam percaya itu tapi sebagian yang lain, sebagian yang memberi tahunya bahwa Ben aman menggeram dengan semua nuansa yang begitu akrab. Cara Ben tersenyum dengan menampilkan sebagian giginya, cara Ben berkedip untuk menggodanya, dan bahkan cara mata Ben berkedut saat mereka bersentuhan terasa seperti mereka benar-benar alami. Itu harusnya bukan kebetulan.

"Jadi Ben, kenapa kamu membantuku? Kamu tentunya mengharapkan imbal balik, bukan?"

Jika ada yang Sam benar-benar pelajari dari ayahnya itu adalah fakta bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini. Selalu dan selalu ada pertukaran seperti kesepakatan perusahaan ayahnya bersama CortTrans dengan pernikahan yang dipaksakan untuknya. Jadi tentunya Ben mengharapkan sesuatu darinya.

"Aku mau kamu."

Tiga kata dan itu berhasil membuat jantung Sam berhenti berdetak, oke mungkin itu tidak benar secara harfiah tapi secara mental Sam yakin bahwa jantungnya baru saja melakukan flip yang mematikan. Dia tidak ingat pernah mendengar seseorang mengatakan hal semacam itu dengan wajah datar yang sekarang terpasang dengan sempurna di wajah Ben. Pria ini, dia adalah anomali dan kontradiksi dari lembut dan kasar, perhatian dan acuh, dan yang terburuk akrab dan asing. Itu membuat Sam harus mau memutar otaknya.

"Menginginkanku seperti apa?"

Ben berhenti berjalan dan untuk alasan yang bagus Sam juga melakukannya. Saat Ben berbalik padanya, Sam mundur selangkah tapi lorong itu tidaklah cukup luas jika Ben benar-benar ingin memojokkannya. Punggungnya membentur dinding dan saat Ben menjepitnya, menekan puncak payudaranya yang sensitif pasca ciuman dengan dadanya yang keras Sam mengerang dan melengkungkan punggungnya, mendorong mereka untuk mendapatkan kontak yang lebih baik. Ben menjatuhkan kedua tangannya di kedua sisi kepala Sam, mengunci matanya ke mata cokelat Sam yang kini tumbuh makin lebar. Ujung hidung mereka hampir bersentuhan dan meskipun Sam percaya pria ini tidak akan menyakitinya, ia tetap mendapatkan serangan tegang yang mengalir di antara mereka, dan sial lagi untuk Sam karena itu hanya membuat celananya lebih basah. Ada apa dengan pria ini yang memiliki pengaruh begitu banyak pada tubuhku? Begitu pikir Sam masam.

Ben bergerak lebih dekat dan menyeret jarinya ke tulang pipi Sam, turun ke dagunya dan jatuh ke leher dan belahan dada Sam. Sam mengerang dan jengkel dengan tubuhnya yang seratus persen berniat untuk mengkhianatinya. Saat Ben mencelupkan kepalanya ke cekungan leher Sam, napas hangatnya yang lembut hampir membuat lutut Sam yang goyah kalah dan jatuh ke lantai tapi saat kata-kata meluncur dari mulut Ben, Sam harus bersandar pada pria itu untuk menjaga kakinya tetap berdiri.

"Aku ingin mengupas pakaianmu, lapis demi lapis. Lihat bagaimana kulitmu memerah di bawah tatapanku." Ben membuat jeda, menghembuskan napas yang sekarang berkibar di kulit Sam yang terlalu panas dan haus untuk sentuhan. "Biarkan mulutku mencium di setiap inci kulit lembutmu dan tanganku melakukan hal-hal jahat pada tubuhmu."

Sam gemetar ketakutan bukan karena dia tidak ingin Ben melakukan itu tapi karena dia mendambakan semua itu. Dia ingin Ben memilikinya, biarkan Ben mengambil alih tubuhnya, dia gila untuk pria ini dan dia mungkin bahkan akan memohon untuk setiap sentuhan dari pria yang sekarang menyematkannya ke dinding. Sam pikir jika menjadi gila terasa sebaik ini, dia tidak akan keberatan.

Ben menjulurkan lidahnya, menjilat daun telinga Sam mengikuti alur hingga mencapai cekungan di bahu Sam, saat Ben mengisap di sana, tangan Sam datang untuk mencengkeram lengan Ben. Tuhan betapa Sam ingin dia telanjang sekarang. "Dan pada akhirnya aku ingin tenggelam jauh di dalam dirimu. Mengubur milikku di dalammu. Membiarkan milikmu membungkusku dalam kehangatan beludru. Apa kamu ingin aku melakukan itu, Sammy? Apakah kamu akan membiarkanku memilikimu, Sammy?"

Kabut-kabut berputar di kepala Sam, nama itu dan kombinasi sentuhan Ben membuatnya mabuk. Sammy, ada sesuatu dari nama itu, ada sesuatu tentang Ben. Potongan yang hilang. Tapi apa? Sam kehilangan sebagian ingatannya dan itu seperti kehampaan di dadanya. Ada yang hilang, sesuatu yang sangat penting dan berharga tapi sekuat apa pun dia mencoba. Ingatan itu tetap kosong. Putih dan hitam tidak ada apa-apa. Sammy? Ben? Nama-nama itu, dan bagaimana semua hal tentang penculiknya, dia hampir yakin dapat merasakan kebenaran di tepi ujung jarinya tapi dia tidak bisa meraihnya. Apa yang hilang? Apa yang sudah ia lupakan?

"Iya apa pun yang kamu mau, Benji." Sekali lagi Sam terkejut dengan nama yang keluar dari bibirnya. Dia menatap Ben, mata biru hijau yang cantik. Siapa dia?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top