Benjamin

Air dingin dari shower jatuh memukul punggung Ben, dia perlu berhenti untuk terbakar, dia perlu mengeluarkan gambar Sam yang telanjang keluar dari kepalanya. Tapi itu mustahil saat dia dengan sadar tahu Sam duduk di ranjang, di satu kamar yang sama dengannya. Itu sangat mudah untuk membuat mimpinya menjadi nyata.

"Tidak! Sam bahkan tidak mengingatku," gumam Ben. Tangannya mengepal. Seandainya dia tidak membiarkan Sam pergi waktu itu, ini tidak akan terjadi.

Satu kecelakaan sialan dan satu hal baik dalam hidupnya dicuri.

"Berapa lama lagi kau akan tinggal di dalam?" teriak Sam. Dia menggedor pintu kamar mandi dengan keras.

Ben mendesah di dalam dan menggerutu karena dia yakin dia masih butuh beberapa saat lagi didinginkan. Atau mungkin dia bisa berhenti menjadi pria baik dan lakukan apa yang sudah lama dia inginkan. Pada akhirnya Ben menyerah dan keluar dari guyuran air, meraih handuk dan melilitkannya di sekitar pinggang. Dia keluar dari kamar mandi lalu dia hanya ingin meledak.

"Apa yang kamu lakukan!" desis Ben saat melihat Sam mulai menurunkan ritsleting gaunnya.

"Keluar dari gaun sialan ini, karena ini sangat panas," jawab Sam. Dia masih berusaha menarik ritsleting di punggungnya. "Bisakah kau membantuku?"

"Apa kau gila?" balas Ben. Dia tetap berdiri di tempatnya tidak bergeser sedikit pun saat Sam berbalik untuk melihatnya.

Ben sudah mencoba menghentikan dirinya dari menyentuh Sam tapi sepertinya gadis itu hanya bertekad untuk membuatnya jatuh dalam dosa yang manis.

"Aku pikir begitu, karena aku tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana rasanya jika kamu menyentuhku! Mungkin ini Syndrome Stockholm sialan yang membuatku merasa punya ikatan tertentu dengan penculikku! Aku tidak tahu apa yang terjadi di kepalaku tapi aku merasa mengenalmu dan itu sialan aneh!" bentak Sam kemudian dia hanya jatuh ke lantai. Mengabur wajahnya di antara lututnya. "Ada yang hilang di dalam tapi aku tidak tahu apa itu."

Ben pernah melihat Sam seperti ini sebelumnya, saat pertama mereka bertemu. Sam berlutut, mengubur kepalanya di antara lututnya, di luar ruang sidang. Persis seperti saat ini. Ibu dan ayah Sam bercerai dan itu memukul dia jatuh, kemudian ibunya pergi ke Sydney bersama calon suami barunya. Meninggalkan dia sendiri dengan ayah yang dia benci setengah mati.

Ben baru saja memenangkan kasus untuk kliennya dan ia ingin sedikit bersenang-senang waktu itu, tapi ketika dia melihat Sam, dia hanya melangkah menghampirinya dan berlutut di depannya. Itu terjadi begitu saja saat dia menawari Sam untuk bergabung dengannya di bar. Tidak ada yang romantis saat itu, bahkan mereka tidak berciuman atau apa pun. Mereka hanya minum dan menggerutu tentang orang tua mereka yang menjengkelkan. Itu seperti menemukan orang yang mengerti apa yang dia rasakan. Lalu mereka lebih sering bertemu, hanya sekadar untuk minum kopi atau menonton film dan kemudian satu malam mereka mabuk. Ben ingat mencium Sam dan gadis itu merona. Ben juga ingat bagaimana mata Sam melihatnya dengan keinginan. Sangat mudah untuk membawa itu lebih jauh, tapi Ben tidak bisa. Saat dia mencium Sam dia tahu, itu harus menjadi lebih di antara mereka. Dia tidak ingin hanya memiliki one night stand sialan bersama Sam. Dia ingin lebih. Dia ingin semuanya dari Sam.

Ben menolak malam itu dan Sam kabur dari rumahnya. Harusnya Ben tidak pernah membiarkan Sam mengemudi sendiri malam itu. Semuanya terjadi begitu saja, dia kehilangan Sam saat dia tahu dia ingin lebih dari gadis itu.

"Itu kita," ucap Ben. "Kita yang hilang dari kepalamu." Sam mendongak dan meskipun dia tidak menangis Ben mengenali tatapan sedih itu. "Aku Ben, ingat? Aku menciummu tepat sebelum kecelakaan itu."

"Kecelakaanku tiga bulan lalu?" Ben mengangguk muram. "Kamu menciumku? Apa kita kekasih?"

"Tidak, meski aku berharap aku menjadi kekasihmu," jawab Ben, tersenyum dengan senyum letih dan dia mengalihkan matanya menjauh dari Sam. "Aku ingin kamu ingat semuanya. Enam bulan di mana, aku merasa memiliki seseorang yang mengerti diriku."

"Maaf," ucap Sam.

"Apa?"

"Maaf sudah melupakanmu. Mungkin aku tidak memiliki ingatan itu lagi tapi kita bisa membuat yang baru. Buat ingatan yang lebih baik untuk kita, seperti kita mulai berkencan?" Sam berdiri dan menghampiri Ben. "Atau kita bisa mulai dengan ingatan tentang seks luar biasa?"

Ben tidak yakin kalau otaknya mencerna kata-kata Sam dengan benar. Menjadi kekasih? Seks? Apa Sam sungguh mengatakan itu?

"Kamu percaya apa yang aku katakan?" ucap Ben. Dia mencari di mata cokelat Sam, mengharapkan melihat keraguan di sana tapi tidak ada. Itu sama persis dengan cara Sam menatapnya sebelum dia hilang dari kepala Sam.

"Apa kamu berbohong?"

"Tidak." Ben menggeleng. Dia tidak akan pernah berbohong pada Sam.

"Lalu aku percaya padamu. Aku tidak ingat semua tentangmu tapi perasaan saat kita bersama, ini terasa akrab dan aku merasa ini hal yang benar."

"Apa kamu yakin? Aku tidak ingin melanggarmu, Sammy," ucap Ben masih ragu. Dia menyentuh bahu Sam, dan sekali lagi terkejut dengan nuansa halus kulit Sam di jemarinya.

"Itu kamu yang tidak yakin," balas Sam. Dia cemberut dan berbalik menjauh dari sentuhan Ben.

"Hanya karena aku tidak ingin kamu menyesal! Kamu tidak ingat apa pun tentang kita!" bentak Ben. Dia marah, bagaimana Sam bisa mengatakan itu padanya? Dia tidak tahu betapa Ben sudah gila karena menahan diri agar tidak meraihnya dan melemparkannya ke ranjang.

"Kamu menolongku dari pernikahan sialan dan sejauh ini kamu tidak melakukan apa pun untuk menyakitiku atau semacamnya. Kau bahkan berusaha tidak menyentuhku. Apa yang aku simpulkan adalah kamu pria yang baik. Dan kemudian kamu mengatakan tentang kita, apa yang pernah kita miliki dan sudah aku lupakan. Ben, aku tidak bodoh dan aku tahu apa yang aku inginkan. Sejak melihatmu, aku tahu aku ingin kamu."

Ben mengerang mendengar kalimat terakhir dari Sam. Sam menginginkannya. Itu seharusnya alasan yang cukup untuk memilikinya. Menyentuhnya, membawanya seperti yang dia inginkan tapi Ben masih merasa kalau itu salah. Dia tidak seharusnya menyentuh Sam saat gadis itu tidak ingat apa pun tentangnya.

"Kau pasti lapar. Aku akan memesan layanan kamar. Apa kau ingin anggur?" ucap Ben.

Sam memutar bola matanya dengan jengkel untuk perubahan topik yang sangat jelas. Dia ingin Ben dengan sangat tidak masuk akal tapi mungkin anggur akan membantunya untuk mendapatkan apa yang dia mau. Jadi dia kembali tersenyum. "Anggur akan sangat bagus."

"Baiklah," balas Ben. "Apa kau masih suka Risotto? Dengan ekstra jamur?"

"Kau tahu aku suka Risotto dengan ekstra jamur?" tanya Sam, cukup terkejut.

Itu membuat Ben kembali dengan seringainya. "Kau hampir memakan itu setiap kali kita pergi untuk makan malam."

"Ya, aku masih menyukainya dan aku tumbuh menyukaimu lebih banyak, Ben."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top