Benjamin
Satu-satunya hal yang dipikirkan Ben saat ini adalah betapa gilanya dia. Menculik calon pengantin saudara tirinya sendiri hampir mirip dengan bunuh diri. Ayahnya mungkin akan memburunya dan tidak akan segan untuk melemparkannya ke lubang neraka. Tapi ketika dia melihat wajah Sam, dia tahu dia sudah melakukan hal yang benar. Dia tidak akan pernah melepaskan gadis itu.
"Apa kau akan menjualku?" ucapan Sam berhasil mengalihkan pandangan Ben dari jalanan. Dia melihat wajah gadis itu. Sangat cantik dengan mata cokelat besar yang masih sama persis seperti yang Ben ingat. Dan rambutnya, Ben ingin jemarinya terjerat di sana saat bibirnya melumat bibir cantik itu. Membuat gadis itu mengerang dan menginginkan dirinya. Tapi Ben hanya tersenyum miring dan mengedikkan bahunya dalam gerakan yang ringan.
"Atau kau akan menjadikanku budak seks-mu?" ucap Sam lagi. Pipinya merona dan pikirannya melayang pada semua fantasi gila yang mungkin dapat dilakukan pria itu padanya di ranjang.
Ben tertawa sekarang, cukup terhibur dengan apa yang melintas di kepalanya. Bayangan Sam telanjang di bawahnya dan menatapnya dengan mata coklat yang sayu. Merintih saat bibirnya menangkup putingnya dan jari-jarinya menggodanya. Itu cukup untuk membuat miliknya mengeras di balik celana jeans. "Aku suka ide itu."
"Hah? Kau bukan pembunuh berantai, kan?" Sam menjauh. Merapat ke pintu dan menatap Ben dengan horror.
"Aku mungkin salah satu dari mereka," balas Ben tapi ia buru-buru menggeleng saat melihat mata Sam benar-benar panik sekarang. "Aku bercanda. Aku hanya mencoba membantu di sini."
"Dan kau berharap aku percaya begitu saja?" balas Sam.
Ben tidak menjawab pertanyaan itu. Sudah cukup buruk Sam tidak mengingatnya, rasanya menyakitkan. Dilupakan begitu saja tanpa sisa, menjadi orang asing. Bahkan meskipun Ben tahu Sam tidak bermaksud melupakannya, ini tetap terasa buruk. Tiga bulan yang lalu semuanya tidak seperti ini. Semuanya baik saat dia masih memiliki Sam di pelukannya, itu enam bulan terbaik dalam hidup Ben. Lalu kejadian itu menghapusnya, Sam pergi dan dia tidak bisa menyentuhnya lagi. Semua kenangan itu tersapu bersih dan tidak ada lagi bagian dari dirinya yang tersisa di dalam ingatan Sam.
"Kau tidak harus percaya padaku," jawab Ben, dia kembali mengalihkan perhatiannya ke jalan.
Ben ingin berteriak marah dan frustrasi karena Sam melupakan semuanya. Dia ingin Sam mengingatnya lagi. Ingin Sam melihatnya dengan mata berbinar dan penuh keinginan untuknya. Tapi dia tidak ingin memaksakan semua itu, dia ingin Sam mengingatnya karena dia ingat. Bukan karena dia memberitahu Sam, seperti apa mereka, karena itu tidak akan pernah sama.
"Setidaknya jika kau memang bukan pembunuh atau narapidana atau apa pun hal mengerikan yang terus aku bayangkan, kau bisa memberitahuku namamu," ucap Sam dan dia melanjutkan, "Aku Samantha Finnegan."
"Benjamin Obscure, apa itu mengingatkanmu dengan sesuatu? Seseorang?"
Ben berharap Sam dapat sedikit mengingatnya. Dapat mengingat enam bulan di mana mereka saling mengenal dengan jauh lebih baik dibanding orang lain. Berharap Sam dapat mengingat ciuman terakhir mereka sebelum dia hilang dari kepala Sam. Ciuman yang membuat Ben tidak bisa melepaskan Sam. Dia tahu detik itu Sam sudah mengambil sebagian dari dirinya. Dia tidak akan pernah sama lagi seperti sebelum Sam datang.
"Itu terdengar tidak asing," gumam Sam. "Benjamin? Ben? " Sam menggeleng. "Aku tidak bisa mengingatnya. Jadi apakah kita saling mengenal?"
"Lebih," jawab Ben. Dia menepikan mobilnya di sebuah hotel. Dia ingin pulang ke apartemennya tapi dia cukup yakin ayahnya akan memeriksanya di sana.
Ben sendiri tidak mengerti kenapa ayahnya begitu membencinya. Kecuali fakta bahwa ibunya berselingkuh dari ayahnya. Tapi Demi Tuhan! Dia bahkan tidak memiliki kaitan apa pun dengan perselingkuhan itu, dan dia bukan ibunya. Ben pikir dia berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan Mike. Kadang Ben merasa iri dengan saudaranya, bagaimana ayahnya memperlakukannya seperti raja sedangkan dia ditendang dari rumah bahkan sebelum dia lulus dari sekolah menengah. Itu tidak menghancurkan Ben. Ben tahu cara bertahan hidup dan dia berjuang mati-matian untuk meneruskan pendidikannya dan sekarang dia mendapatkan hasilnya. Dia sudah menjadi pengacara yang cukup ternama untuk mengisi dompetnya sendiri, dia tidak perlu merengek pada ayahnya untuk meminta sebuah belas kasihan dan memberinya sebagian saham dari perusahaan. Ben tidak akan membiarkan ayahnya menggosokkan arogansinya ke wajahnya lagi.
"Menurutku Motel lebih aman. Aku yakin ayahku akan mengecek setiap hotel di kota ini," gumam Sam. Meski Sam tahu jumlah hotel di Vegas lebih dari banyak.
"Aku kenal pemiliknya, dia mantan klienku dan aku sudah memikirkan semua itu. Tidak akan ada yang tahu kita berada di sini," jawab Ben.
Pemikiran bahwa tidak akan ada yang tahu kalau mereka ada di sini cukup membuat Ben gelisah. Dia tidak yakin bisa menjaga tangannya dari Sam. Dari pantat menakjubkannya dan kulitnya yang halus. Ben juga yakin dia tidak akan menolak bibir itu, dia merindukannya, dan memimpikannya di setiap dia memejamkan mata. Ben benar-benar kacau.
"Baiklah, selama kau yakin dengan itu," jawab Sam masih terlihat ragu dengan hal ini.
"Tentu saja," balas Ben. Dia keluar dari mobil dan membuka pintu Sam, meraih tangannya untuk membantunya turun. Dan begitu kaki Sam menjejak tanah ia mengalihkan tangannya ke punggung kecil Sam, merasakan kulit halus punggungnya yang terbuka melalui gaun pengantinnya. Ben mendorong tubuh gadis itu lebih dekat ke arahnya. Ben lupa bagaimana aroma memabukkan tubuh Sam, vanilla dan mawar. Lembut dan menggoda. Dia harus berjuang untuk tidak mengubur hidungnya ke leher Sam, dan mengendus seperti orang gila.
Sialan! Dia benar-benar tidak yakin bisa menahan dirinya sekarang.
Ben menuntun Sam memasuki lobi hotel langsung mengarahkannya ke elevator, dia sudah menyiapkan semuanya. Dia tidak perlu melakukan chack-in. Kamarnya sudah siap dan dia sudah memiliki kuncinya. Lalu besok, jika semua sesuai rencana, maka mereka sudah akan meninggalkan bagian negara ini. Pergi jauh dan Ben akan memiliki Sam lagi.
Satu-satunya masalah adalah Ben tidak yakin Sam akan setuju dengan itu.
"Sialan!" dengus Sam.
"Apa?" Ben balas bergumam. Melirik Sam melalui ekor matanya. Dia sangat cantik dan sekarang Ben menginginkan semua itu. Bibir dan tubuhnya. Setiap inci tubuhnya. Tidak akan ada yang melihat mereka di dalam sini.
"Apa kau tidak tertarik untuk menciumku? Karana berengsek! Aku sudah membayangkan kau mendorongku membentur dinding lift yang dingin, menghimpitku dengan tubuh besar dan berototmu, saat bibirmu bergerak di atas bibirku! Ini Vegas! Orang-orang di sini seharusnya gila!" ucap Sam. Dia membawa jarinya ke rambutnya, menghancurkan tatanan rambutnya yang sempurna.
Ben menggeram sekarang. Dia sedang mencoba menjadi pria yang baik, pria gantleman. Dia berusaha untuk tidak menyentuh Sam. Tapi itu berakhir sekarang. Jika Sam menginginkannya, bagaimana mungkin dia bisa menolak itu.
Jadi dengan satu gerakan yang bahkan tidak dapat diduga Sam, Ben menarik pinggang Sam ke arahnya. Membenturkan tubuh mereka dan bibirnya muluai menekan bibir Sam. Menciumnya seperti yang selama ini dia mimpikan, dan saat erangan lembut lolos dari tenggorokan Sam, Ben menarik dirinya.
"Aku seharusnya tidak memperlakukanmu seperti ini."
Sam mendengus untuk itu dan membentak, "Lakukan saja, sialan!" Dia meraih tengkuk Ben, membuat pria itu membungkuk untuk bertemu dengan bibirnya lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top