Nicholas
Nicholas menurunkan Nikkia ke atas sofanya. Sofa favoritnya. Sebenarnya dia merasa aneh tentang hal itu, dia tidak pernah menggunakan sofa itu untuk bercinta sebelumnya. Ranjang dan sofa adalah tempat pribadinya, dia tidak pernah membaginya.
Tapi sekarang dia benar-benar menginginkan gadis yang ditemuinya beberapa jam yang lalu berada di sana. Itu sedikit mengerikan untuknya. Keinginannya untuk memiliki Nikkia tidak sama dengan one night stand-nya yang lain. Dia merasa bahwa dia tidak hanya menginginkan sekadar percintaan satu malam dengan gadis itu. Dia ingin menjaganya. Dia ingin mengurusnya. Dan saat di lift, saat Nikkia mendorongnya, saat Nikkia memberitahunya untuk tidak memanggilnya Honey. Kesedihan yang melintas di wajah manis gadis itu entah bagaimana membangkitkan kemarahan dalam dirinya. Ia benci melihat Nikkia sedih.
"Kau perlu melepas kemejamu," ucapan Nikkia menyadarkannya dari lamunan panjangnya.
"Kupikir kau akan menariknya hingga membuat jahitan kancingku lepas," balas Nic. Dia kembali menyeringai.
"Aku tidak yakin punya cukup uang untuk menggantinya nanti," balas Nikkia. Nic tertawa mendengarnya.
"Kau bisa membayarnya dengan menyerahkan dirimu padaku. Menjadi milikku," jawab Nic.
Nicholas serius tentang itu. Dia menginginkan Nikkia meski dia masih tidak mengerti kenapa. Mungkin itu karena rambut birunya mengingatkannya pada janji yang pernah dia buat saat masih berumur tiga belas tahun. Janji yang dia buat untuk gadis kecil aneh yang ditemuinya saat berlibur ke Amerika. Gadis yang menangis di lorong musium dan membuatnya ingin menciumnya. Gadis kecil yang juga mewarnai rambutnya menjadi biru elektrik. Gadis yang mencuri ciuman pertamanya dan meski gadis itu mungkin baru berumur delapan tahun, itu adalah ciuman terbaik yang pernah dia miliki. Hingga dia bertemu Nikkia.
Ia ingat ia berjanji akan menikahi gadis itu jika mereka bertemu lagi dan warna rambut gadis itu masih biru. Tapi bahkan Nicholas tidak tahu nama gadis itu atau bagaimana wajahnya sekarang.
"Kau terbang," ucap Nikkia.
Nicholas tersentak. Itu kalimat pertama yang diucapkan gadis kecil itu saat bertemu dengannya.
"Apa?"
"Kau terbang. Pikiranmu sedang menjelajah. Itu terjadi saat kau terpukau," jawab Nikkia.
Sekali lagi Nic ternganga.
"Kenapa kau mewarnai rambutmu dengan warna biru?" tanya Nic. Dia melepas kemejanya dan melemparkannya sembarangan. Menekan tubuhnya pada tubuh ramping Nikkia.
Nikkia memerah mendengar pertanyaan itu.
"Alasannya konyol. Kau tidak perlu tahu," balas Nikkia.
Nic menggeram dan bibirnya menyerang bibir Nikkia menciumnya lagi dan ia berusaha mengingatnya. Mengingat bibir kecil yang dulu pernah dia lumat. Mengingat momen itu. Mengingat saat jari-jari kecil itu berada di tengkuknya dan menarik rambutnya. "Apa kau dia?"
"Apa?" tanya Nikkia. Dia terengah saat ciuman Nicholas meninggalkan bibirnya dan beralih ke lehernya, menelusuri tulang selangkanya dan terus turun ke payudaranya.
"Apa kau dia? Di musium?" tanya Nic lagi. Bibirnya membungkus puting merah muda Nik, menghisapnya, menggigitnya dan menariknya. Membuat gadis yang berada di bawahnya merintih dan mendesah.
"Oh Tuhan! Kumohon!" desah Nikkia. Ia melingkarkan kakinya ke pinggang Nicholas, menariknya ke arahnya.
"Kau belum menjawabku," balas Nic. Jarinya menyentuh perut Nikkia turun ke pusat dirinya. Jari Nic menggoda klitoris Nikkia dari balik lapisan kain tipis celana dalam thong miliknya. "Apa itu kau? Di museum? Dua belas tahun yang lalu?"
Nikkia berkedip kemudian matanya melebar. "Kau anak laki-laki yang mencuri ciuman pertamaku?"
"Persetan! Kau benar-benar dia. Gadis kecil itu. Sial!" Nic menyumpah. Dan tangannya menarik celana dalam Nikkia. Merobeknya. Dan menyingkirkan kain sialan itu.
"Kau merobek celanaku?" ucap Nik. Nicholas hanya tersenyum miring.
"Aku akan menggantinya jika itu yang kau mau. Meski aku jelas lebih suka kau tanpa celana dalammu," ucap Nic.
Nikkia tertawa mendengarnya. "Lupakan! Aku tidak peduli dengan celana dalam itu."
"Lalu apa yang kamu pedulikan?" goda Nic ibu jarinya membelai klitoris Nikkia. Membuat gerakan memutar dan ia menyelipkan dua jarinya ke dalam lipatan basah Nikkia. Menggerakkannya dalam ritme lambat yang membuat Nikkia kehilangan akal.
"Kau. Kau berada di dalam diriku!" desis Nik. Dan hanya kata itu yang dibutuhkan Nicholas untuk menurunkan ritsleting celananya dan menendang celana itu menyingkir dirinya. Ia melayang di atas Nikkia tapi Nikkia menghentikannya.
"Pengaman! Kita membutuhkannya," ucap Nik terengah.
"Sialan! Maafkan aku, aku hilang akal," ucap Nic dan ia melompat turun. Berlari ke kamarnya dan kembali dalam hitungan detik.
Dalam hati Nic mengutuk kondom sialan. Karena itu benar-benar merusak momen dan sekarang setelah dia tahu siapa Nikkia. Ia bersumpah tidak akan melepaskannya. Tidak lagi. Dia tahu ini terdengar gila, dia beru berusia tiga belas dan Nikkia delapan tahun saat mereka pertama kali bertemu. Tapi dia yakin kalau hal yang dia inginkan adalah menikahi gadis itu. Konyol dan gila. Tapi saat pertama kali menciumnya dia sudah tidak bisa melupakannya. Nicholas tentu bukan salah satu orang yang percaya insta-love tapi dia juga tidak bisa menghindari itu.
Jadi hal konyol yang di lakukan Nicolas saat meluncur ke dalam diri Nikkia adalah meminta gadis itu untuk menikah dengannya.
"Aku tahu ini gila tapi kumohon menikahlah denganku," ucap Nic. Dia mulai bergerak dalam ritme yang membuatnya gila. Nikkia mendesah dan tangannya mencengkeram lengan Nicholas.
"Aku tidak mau," jawab Nikkia. Matanya menatap lurus ke dalam mata coklat madu Nicholas.
"Tapi dulu kau ingin aku menikah denganmu," desis Nicholas. Dia mendorong lebih keras sekarang dan Nikkia tidak menahan erangannya lagi. Tangannya naik dan meluncur ke dalam helai rambut pirang Nicholas. Menarik kepala pria itu turun untuk menciumnya.
"Benarkah?" gumam Nik.
Nicholas menggeram. "Sial ya! Dan aku bersumpah akan menikah denganmu jika kita bertemu lagi dan kau masih memiliki rambut biru itu."
Dia tidak bisa menerima penolakan itu. Dia tidak mau dan bagaimana pun caranya ia akan mendapatkan jawaban ya, aku bersedia dari Nikkia.
Nikkia tertawa lagi dan sekarang Pinggulnya mulai mengikuti gerakan Nicholas. Menyelaraskan ritme mereka. Menjadi satu dari kesatuan. "Aku tidak mau jika kau melamarku saat kau sedang bergerak di dalam diriku. Sial. Itu sangat tidak romantis."
"Damn! Kupikir kau benar-benar menolakku," desis Nicholas. Napasnya berat dan saat milik Nikkia mulai meremas miliknya dengan lebih kuat ia mempercepat gerakannya.
"Aku juga tidak mengatakan kalau aku pasti akan bilang ya nanti," balas Nik dan saat itu ia menjerit jatuh ke dalam sensasi memabukkan dari pusaran kenikmatan.
Nicholas mengikuti setelahnya dan ia kembali mencium Nikkia. "Kau akan mengatakan ya. Dan aku akan mulai memikirkan cara melamarmu setelah aku memilikumu di ranjangku. Kali ini dengan pelan aku ingin mengingat semuanya dengan jelas. Tidak melewatkan apapun sedikit pun."
***
Hallo! Jangan lupa vote dan comment-nya ya kalau suka.
Luv you
Arum Sulistyani
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top