28: Dragon
All routes, 20XX
"Laksanakan!"
Mereka berhamburan, berpencar, memulai kekacauan. Ada yang menaiki belt conveyor, menjatuhkan gulungan-gulungan bubblewrap, juga iseng masuk ke dalam ruang pengawas, menuangkan cangkir teh panas milik Nenek Tua ke arah mesin-mesin kontrol. "Hey, kalian!" Segala sesuatu mulai mengalir sesuai rencana, sang Nenek Tua kini menyalakan penjepit besi, berusaha menangkap anak-anak nakal.
Andrew yang kini menjatuh-jatuhkan gulungan bubblewrap menghindar, bersembunyi di tumpukan gulungan yang lain. Dia tetap menjatuhkan gulungan tersebut ditemani Bing yang ikut membuat kekacauan dengan mendorong tiga gulungan sekaligus hingga menggelinding bertebaran jatuh, membuat Nenek Tua semakin murka. "Aku akan mencincang kalian hingga tak terbentuk!"
"Apa kau yakin?"
"Apa maksudmu, huh?!"
Kali ini Olive dan Taher berlarian di atas belt conveyor membuat bekas jejak kaki mengotori peralatan pabrik, "Tidak!" Olive terkikik geli, kembali melakukan hal serupa pada belt conveyor lain, dia berlarian, menginjak-injak cetakan bubblewrap dan menendangnya membuat cetakan penyok. Hal itu semakin membuat murka sang penjaga.
Jepitan besi melambung di udara, mulai mengarah pada anak-anak, dengan cekatan mereka menghindar, Andrew terseok-seok beberapa kali hampir terjatuh, Fisiknya yang lemah membuat dia sudah berkeringat dingin hampir pingsan jika saja tidak ditangkap Ruby. "Tangkap aku!" Ruby sendiri mendorong Andrew untuk segera pergi ke pemberhentian terakhir bubblewrap tidak menghabiskan banyak waktu lagi. Sementara Ruby menjadi umpan yang berlarian ke seluruh penjuru pabrik untuk menarik perhatian penjaga.
"Bergegas!" Mereka berpencar walau pada akhirnya menuju arah yang sama, tempat akhir siap pakai bubbblewrap berada. Menyadari pola berikut Nenek Tua kembali melambungkan penjepit besi dan mengarahkan benda tersebut pada pintu tersebut, berusaha menjepit anak-anak nakal dalam anggapannya. "Hey!" Ruby kalang kabut, dia melemparkan kerikil pada menara pengawas dan membiarkan dirinya sebagai pengalih perhatian, sayangnya perhatiannya tidak terpancing.
Jalan terblokir, mereka bertabrakan karna berkumpul di satu tempat hampir terjatuh. Nenek Tua tersenyum puas, dengan penjepit besi dia menarik tubuh sebagian anak, ali Olive dan Bing yang kena, membuat mereka mengapung tinggi, melambung ke udara. "Sisanya masuk ke dalam!" Ruby berseru, Andrew dan Taher mengangguk paham, mereka masuk ke dalam pintu pemberhentian terakhir karena penjepit tidak menghalangi jalan.
Namun, dua orang itu masih melambung tinggi di udara, Ruby menggigit bibirnya, kemudian berlari mulai menyeringai kecil. "Hey, Nenek Tua. Tangkap aku." Ruby memukul pantatnya berusaha membuat sang nenek emosi, cara tu cukup berhasil membuat penjepit besi menjatuhkan kedua orang itu, hingga mengarah ke arah Ruby. Mereka yang bebas berlari lurus ke arah pintu pemberhentian akhir.
Ruby yang kini sebagai target selanjutnya tertangkap, sedang teman yang lainnnya sudah masuk lebih dulu. Kini dia mengapung di udara, tertangkap oleh Nenek Tua yang menyeringai puas, tanpa diduga secara tiba-tiba Ruby melepas jaketnya, karena dia ditarik dari jaketnya itu, jatuh ke belt conveyor masuk ke pemberhentian terakhir. Bukan lubang hitam yang hadir, mereka hanya terjatuh di atas tumpukan bubblewrap, rancangan mereka tak berhasil.
Lubang hitam itu tidak hadir.
...
Menilik pada kejadian sebelumnya, mereka tak patah semangat, kali ini mereka melangkah ke rute kedua yakni bandara dan mulai melangkah pergi masuk ke dalamnya. Mereka masuk pada pukul tiga sore, dan menunggu zombie-zombie hidup kembali, semua perjalanan mereka lewati akan tetapi kehadiran lubang hitam masih menjadi misteri. Mereka tak menemukan lubang hitam, yang ada mereka hampir dilahap oleh mayat hidup itu.
"Sial!" Ruby mengumpat, dia tertunduk memukul jendela helikopter, setelah mendapatkan serangan zombie dan naik lift, mereka mengungsi masuk ke dalam helikopter diselamatkan oleh bodyguard baru milik Andrew. Mereka kembali berpikir keras dan melaju ke rute selanjutnya yakni pergi ke tempat asal Andrew, langit mulai gelap, tidak membiarkan mereka bernapas dengan lega.
"Kita istirahat dulu," simpul Ruby melihat yang lain sudah kelelahan. Andrew menggeleng tidak terima. "Kalau begitu mana sempat kita berakhir menemukan lubang hitam," sanggahnya. Mereka saling pandang, Ruby mendesah. "Hey, ini bukan perlombaan. Kita harus istirahat."
"Itu benar." Taher menginterupsi, membuat Andrew meremas rambutnya mau tak mau akhirnya setuju. Mereka kembali bermalam di villa milik Andrew. Omong-omong soal bodyguard, dia tidak mengatakan apa pun selama perjalanan dan hanya mengikuti titah Andrew membuat mereka leih leluasa beraksi.
...
Selanjutnya mereka mulai beranjak pergi menuju taman di Dulce. Yakni, tepat sekali tempatnya di depan rumah Andrew. Sebelum beranjak mencari lubang hitam mereka bermain, saling melontarkan candaan satu sama lain, dan menghabiskan uang Andrew untuk membeli makanan. Setelahnya, menarik napas dalam-dalam mereka mulai memesan perahu, ditemani bodyguard yang menyalakan mesin. "Kau .. tidak mau menanyakan kenapa kita melakukan ini semua kah?" tanya Olive penasaran, gadis kecil itu mencondongkan tubuhnya ke arah bodyguard.
Sang empu yang dipanggil menggeleng, dia terus menyalakan mesin perahu menjalankannya dan beranjak melewati perairan danau. "Saya ditugaskan untuk melindungi Pangeran. Jadi ya, saya tidak berhak bertanya asal Pangeran selamat." Lagi-lagi suasana terlampau tenang, tepat di posisi kemarin menemukan lubang hitam. Kali ini lubang hitam itu tidak muncul, mereka kembali bising, melontarkan keluhan sementara bodyguard terlihat semakin bingung. Sebenarnya apa yang dicari oleh anak-anak ini?
...
Kini mereka masuk ke rute yang terlewati, yakni sekolah tua terbakar yang ada di Gemma. Mereka beranjak pergi, hati-hati dan perhatian melewati lorong demi lorong berdebu penuh abu dan reruntuhan. Bahkan tempat ini hampir roboh dan terjatuh, mereka semakin waspada. Langkah mereka pelan menyusuri setiap koridor akan tetapi lubang hitam tidak ditemukan lagi. "Pangeran, tempat ini berbahaya, mari kita pergi," saran dari bodyguard berusaha melindungi tuannya.
Tidak berhasil menemukan lubang hitam di lorong, bahkan beberapa kali terjerembab jatuh karena lantai kayu yang ambruk. "Pangeran!" Andrew sudah terjerembab yang kesekian kali, ali ini bodyguard kembali bicara, "Mari kita pergi. Tempat ini tak aman."
"Sebentar." Ruby melangkah melewati beberapa lorong untuk memastikan, setelah selesai da beranjak pergi kembali ke arah teman-temannya, menggeleng pelan, tanda bahwa tidak ditemukan hal mencurigakan. "Ki- kita harus me- meriksa gudang," sela Bing mendekat Ruby. Gadis itu mengangguk, itu lah salah satu tempat yang belum mereka jamah.
Lagi dan lagi mereka tidak berhasil menemukan lubang hitam. Seolah benda itu raib, menghilang ditelan bumi.
...
Dan ini ialah rute terakhir yang menjadi satu-satunya harapan, mereka pergi ke Isolde, tempat Taher berasal. Suara deburan ombak deras, menghantam karang-karang yang berada di pesisir, lautan. Kali ini Bing berhasil menemukan fakta yang lain, hanya mereka yang berhasil masuk ke dalam lubang hitam, tidak dengan yang lain. Termasuk bodyguard. "A- Andrew, kupikir kita ti- tidak perlu dilindungi. Lubang cacing itu hanya me- menginginkan kita. Ti- tidak de- dengan yang lain."
Mereka berbicara hanya di kalangan anak-anak saja ketika Andrew memerintahkan penjaganya itu untuk membeli makanan untuk mereka semua. Perkataan ini ada benarnya juga, mereka saling liring lantas mengangguk. Kini tanpa basa-basi mereka menaiki perahu Taher, pemuda itu menjalankan mesin membuat perahu melaju di lautan. "Pangeran!"
Andrew sedikit merasa bersalah meninggalkan orang itu, tapi, mau bagaimana lagi, dia harus mengambil pilihan paling bijak untuk bisa menemukan lubang hitam. Sepertinya perkataan Bng benar, tepat di mana lokasi mereka menemukan lubang hitam, terdapat cahaya kehijauan yang tidak asing. Ruby menunjuk ke arah cahaya itu, langit mulai sore, menyisakan mereka yang terombang-ambing di lautan lepas.
"Itu ...." Ruby berpikir sejenak, berusaha mengingat-ingat, gelombang laut membuat perahu mereka bergoyang pelan. "Naga!" seru Olive, gadis kecil itu ingat pernah berbohong tidak melihat cahaya hijau itu yang ternyata adalah seekor naga yang melawan duyung. Bersamaan dengan ombak semakin meninggi, membuat perahu mereka goyah, terbalik di tengah lautan.
Bersambung ....
9 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top