22: Go
Pantai, Pelosok Cosmin 20XX
"Uhuk, uhuk!"
Ruby terbatuk-batuk, matanya menyorot sekitar latas membeliak, melihat teman-tamannya terdampar di pulau. Rasa berkunang-kunang menghantam bagai batu besar menerjang kepala, pandangan Ruby memburam seiring lenguhan terdengar. "Kita- kita harus pergi," lirihnya menggapai teman-temannya terjulur ke depan.
Dia merasakan pusing yang menyergap, rasanya linglung membuat pandangan buram dan pikiran tak berfungsi. Masih tertatih-tatih dia terus melangkah, pandangannya kembali membayang, terus bergerak ke segala arah membiarkan dirinya terhempas ke pasir, samar merasakan air laut yang dingin menyengat.
"Teman-teman ...." Di mana ini? Kenapa mereka sudah sampai ke daratan? Apa yang sebenarnya terjadi? Ketika sampai di hadapan keempat teman-temannya dia tidak bisa menemukan orang tua Taher. Bahkan jika dia melirik sekitar, tak ada yang bisa memberikan petunjuk di mana orang tua Taher berada. "Kalian ...."
Ruby tak tahu, biasanya di saat-saat seperti ini lubang hitam akan hadir. Tapi, tak ada yng muncul bahkan hingga rasanya dia mau mati. Mereka semua tak sadarkan diri, perlahan sembari terdampar dan merasakan air mengenai sebagian tubuh. Ruby mulai tersadar dan pandangannya semakin jelas. Di mana kini dia dapat melihat dengan jelas ada sebuah bangunan tua yang berada di dalam hutan di tepi pantai.
"Kalian, bangun!"
Bing melenguh, dirinya terhuyung-huyung bangkit dari pingsan. "Ru- Ruby?" gumamnya menatap orang yang menggoyangkan bahunya tadi. Tidak melanjutkan percakapan Bing memijat pelipis, terus menatap teman-teman yang lain. Dia masih bungkam, tak ada keinginan untuk bicara dengan Ruby. Semakin lama hal in terjadi membuat Ruby semakin muak, mereka sungguh kekanak-kanakkan. "Dengarkan aku Bing. Kali ini kalian harus mendengarkan aku lagi."
"A- aku ti- tidak paham maksudmu." Bing menarik tangan Andrew, membangunkan pangeran itu mengalihkan pandangan. Ruby berdecak, berdiri lantas melipat kedua tangan di depan dada. "Aku tahu jika kau dan yang lain membenciku setalah insiden di mana aku mendorong kalian. Itu hanya kecelakaan, kita harus memikirkan pilihan yang rasional."
"Tapi, te- tetap saja, ka- kau men- mendorong kami ma- mati." Bing kini bersitatap dengan Ruby, mereka saling pandang satu sama lain. "Ka- kau membunuh kami! Ba- bagaimana ka- kami bisa per- percaya jika kau tidak akan mengulanginya la- lagi?" Bing terengah-engah tidak berpaling, menyuarakan isi pikirannya susah payah. Dia masih ingat jelas kejadian tersebut, akan tetapi Ruby bahkan tidak terlihat merasa bersalah sama sekali.
Ruby menarik napas dalam-dalam, kemudian menatap mereka satu persatu. Lagi dan lagi dia hanya mengacaukan hubungannnya dengan orang lain, mungkin benar, pada akhirnya dia tidak akan cocok berteman dengan orang lain. "Terserah padamu. Aku ke luar," putus Ruby. Dia melangkah menjauh, membuat lawan bicara terpaku di tempat. Jika memang dia tidak akan diterima lagi, maka ada baiknya dia ke luar dari kelompok ini. Pada akhirnya dia kembali sendiri.
Bing masih membeku di tempat, menatap tubuh Ruby yang lamat-lamat masuk ke dalam hutan dan hilang dari pandangan. Dia menggaruk tengkuk gelisah. Apakah pilihannya menjauhi Ruby adalah benar? Bukankah Ruby memang salah sudah mengabaikan mereka dan membuang mereka begitu saja? Pikirannya berkecamuk sebelum mendengar suara mendekat, dia menoleh ke samping. Andrew sudah terduduk memuntahkan air laut yang memenuhi kerongkongan. "Uhuk, uhuk!"
Andrew merasakan perih di tenggorokan, lagi-lagi dia muntah air laut. Tubuhnya menggigil diterpa angin pagi yang berembus. "Ayolah!" rutuk Andrew kembali memuntahkan air laut, tubuhnya lemah tertunduk di atas pasir. Bing menepuk-nepuk punggung sang pangeran yang mendelik, mulai memperhatikan sekitar. "Ke mana orang tua Taher? Juga Ruby? Mana anak kecil itu?" pertanyaan beruntun dikeluarkan membuat tubuh Bing menegang, dia membuang wajah.
"Apa yang sudah kau lakukan?" tanya Andrew menatap curiga, dirinya menyipitkan mata melirik sangsi terhadap Bing. Ada sesuatu yang tidak beres, dia yakin akan hal itu. Mendapatkan reaksi seperti itu Bing mencoba tidak bertemu mata. "Aku tidak tahu," ujarnya. Kali ini Bing menunduk memilin ujung pakaiannya, itu membuat Andrew sepat curiga sebelum medengar suara gumaman lirih. "Tidak, tidak ... jangan bawa orang tuaku ... tidak ...."
"Taher, hey bocah laut. Bangun!" Andrew menggoyangkan tubuh Taher yang terus merintih seperti bermimpi buruk, tubuh pemuda berkulit gelap itu bergerak gelisah menendang-nendang udara. "Hey!" Andrew menampar kedua pipi Taher yang membuat pemuda itu membuka mata segera terduduk bangun dari alam bawah sadar. "Ibu! Ayah!"
Taher sepertinya belum sadar sepenuhnya, dia melirik sekeliling tidak menemukan orang tuanya semakin panik. "Ibu! Ayah!" Dia terhuyung-huyung berdiri lantas limbung terjatuh kembali ke atas pasir. Air mata mulai bercucuran dari kedua matanya. Itu membuat Andrew dan Bing panik. Apa yang sebenarnya terjadi?" Pertanyaan itu tersiat jelas dari kedua bocah itu yang lantas menarik lengan Taher menepuk pundaknya, menenangkan.
"A- apa yang ter- terjadi?" tanya Bing. Taher mulai terisak, tertunduk menutup wajahnya. Itu membuatnya terheran-heran, masih fokus pada keadaan Taher mereka tak menyadari di belakang Olive perlahan terbangun. Wajahnya pucat pasi, mencari sumber suara yang membangunkannya, di mana Taher menangis tersedu-sedu. "Oive tahu apa yang terjadi."
"Apa?" Semua mata mengarah pada gadis kecil itu yang kini mengusap wajahnya kasar, dia kembali melanjutkan, "Orang tua Taher tertangkap oleh ratu duyung yang sedang melawan naga." Ruby mendesah menepuk pundak Taher yang semakin menangis histeris. "Sebenarnya mereka menyerahkan diri agar ratu membebaskan kita semua, karena itu kita hanya punya satu sama lain sekarang." Olive tertunduk menggigit bibir bawahnya memasang ekspresi muram.
"Ruby benar, menyelamatkan orang tua Taher bukan piihan rasional. Ruby ... benar." Wajahnya lesu tertunduk semakin dalam. Olive ingat semua perbuatan Ruby selama ini selalu mengambil pilihan bijak. Walau terksesan kejam, karena perkataan Ruby yang menunggu di tengah laut bisa menjadi penyelesaian. Ruby pasti bisa melakukan transaksi lebih menguntungkan dibanding membuat orang tua Taher tertangkap, membuat mereka terhanyut di lautan.
"Di mana Ruby?" Olive melirik teman-temannya yang lain, tak ada yang menjawab, semua membisu di tempat. Bing sedari tadi menggulirkan matanya tidak mau menatap yang lain. Andrew kali ini menggenggam pundak Bing. "Apa kau yang membuat Ruby pergi?" Bing pada awalnya menggeleng, tidak mau menjadi kambing hitam lantas pada akhirnya mengangguk kecil. "Astaga ... sekarang apa yang bisa dilakuakan. Bocah itu pergi." Andrew menyugar rambutnya ke belakang mendesah panjang. "Ini gila."
Olive masih terdiam, dia kemudian melirik tempat yang menjadi pusat perhatian mereka kini, di balik hutan terdapat bangunan tua yang mejulang tinggi, bangunan hitam yang belum jelas terlihat karena hutan yang mengelilingi. Apa yang akan dilakukan Ruby di saat seperti ini? Olive berpikir panjang, kemudian akhirnya mengangguk. "Ayo, kita pergi. Kita harus menyusul Ruby."
Bersambung ....
3 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top