21: We can't trust you
All routes, 20XX
Di mana pun mereka berada. Lubang hitam itu selalu tahu bagaimana cara menemukan mereka dan datang di saat-saat terburuk. Ketika mereka terancam, terbunuh, mati dan tidak tahu jalan arah pulang. Terlalu banyak variabel yang terjadi sehingga mereka pun tak tahu kapan dengan pasti lubang hitam itu hadir.
"Ada apa denganmu?"
"Olive tidak melakukan apa pun."
Setelah ditelan lubang hitam dan merasakan kematian yang kesekian kali. Mereka berakhir kembali dari rute awal dan Ruby yang memiliki rute paling pertama tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres, terlebih Olive yang kini terkesan menjauhinya. "Kau marah kudorong ke laut?" Mereka menepi ke arah pinggir lift tempat di mana rute kedua berada; bandara.
"Kau tahu Ruby. Olive tidak mau mendengarkanmu lagi."
Zombie-zombie ke luar dari arah dalam lift, menyebar ganas menyerobot menuju sumber suara di mana musik menyala. Ruby membuang wajah, bersama mereka bergegas masuk lift dan ditelan lubang hitam lantas muncul di High School tepatnya Gemma. Reruntuhan masih seperti sebelumnya, hantu-hantu bermunculan dan kini keduanya lebih tangkas mengatasi gangguan, selanjutnya Bing pun tak mengucap sepatah kata pun, mereka memasuki gudang, masuk ke arah ventilasi dan pergi ke rute selanjutnya.
"Kalian datang." Andrew berlari ke arah mereka, tapi hanya sedetik melirik ke arah Ruby lantas berpaling. Ruby memutar kedua bola mata malas, mereka semua kekanak-kanakan, padahal dia memilih solusi paling bijak. Menurunkan muatan yang membebani perahu adalah jalan yang benar. Ruby tak paham mengapa mereka mempersalahkannya, walau begitu dia tak berkomentar banyak, seperti bayangan dan hanya diam sepanjang rute kini pilihan terbaik.
"Aku ingin bantuan kalian menolong orang tuaku."
"Kau yang akan memimpin kami kali ini." Sampai di rute di mana Taher berada, Andrew selaku yang paling tua di antara anak-anak mengulurkan penawaran. Taher cukup terkejut dengan perubahan mereka tapi memilih bungkam. Sesekali dia melirik Ruby, entah kenapa dia bisa merasakan suasana perang dingin yang berlangsung, rasanya canggung membuat tak nyaman. Pun dirinya dipilih menjadi ketua kelompok secara tidak resmi mengambil alih peran Ruby.
"Baiklah, sekarang kita ke tempat duyung." Taher mengangguk mantap, kakinya melangkah ke luar pesisir pantai mendorong perahu melaju di lautan. Mereka semua kompak, kecualikan Ruby yang diabaikan. Gadis itu tak berkutik dan mengikuti instruksi dalam diam. Seperti yang terjadi sebelumnya, badai kembali menghajar mereka dan membuat mereka terombang-ambing tenggelam ke dasar laut.
Ketika membuka mata mereka kembali berada di kerajaan duyung. Taher dan teman-temannya berenang menemui sang ratu di mana kejadian serupa terjadi. Setelah penghormatan yang cukup lamban, akhirnya mereka berunding di kamar Taher membuat rencana untuk menyelamatkan orang tua Taher pada rute ini.
"Andrew kau buka sel penjara dan membebaskan orang tuaku."
"Olive kau jaga pintu terumbu karang."
"Bing awasi sekitar selagi aku dan Andrew melakukan pengawasan."
"Dan Ruby ...."
Ruby menoleh, seketika ruangan menjadi sunyi semua mata menyorot sang gadis. Kecanggungan ini bisa-bisa membunuh kerja sama tim. Taher menggigit bibir bawahnya mendesah kemudian melanjutkan ucapannya. "Aku ingin kita bicara sebentar. Bisakah?" Ruby mengangguk, paham kode yang disampaikan Taher, yang lain segera beranjak pergi, langkah mereka tertahan beberapa saat sebelum melihat Taher mengangguk tanda persetujuan. Lantas menyisakan ruang bagi mereka berdua untuk berbincang.
"Aku tahu kau tidak mau menolong orang tuaku." Taher mengawali percakapan, menggosok lehernya kembali menarik napas dia melanjutkan. "Tapi, aku sangat mengharapkan bantuanmu, kumohon." Ruby memiringkan kepala tersenyum tipis, mendengus menggulirkan kedua pupilnya. "Oh, ya? Siapa bilang aku tak mau menolongmu?"
"Itu kan kau-" Taher membisu tidak paham dengan maksud Ruby. Dia ingat dengan jelas ketika Ruby abai meninggalkan orang tuanya mati, membiarkan dia kedinginan di luar mercusuar dan mendorong teman-temannya dari perahu. Apa yang sebenarnya Ruby pikirkan? Ruby yang menyadari kebingungan Taher menggelengkan kepala, menyeringai. "Aku hanya mengambil keputusan paling logis, dan saat itu bukan jalan yang terbaik menolong orang tuamu. Tapi, berbeda sekarang. Kau sudah merencanakannya maka aku ikut."
Taher menghapus sudut matanya yang basah, tak ada kebencian seperti sebelumnya. Tatapan itu menghangat seiring mereka kembali bertemu mata. Ruby mengangguk tetap memasang ekspresi datar, ini adalah kewajibannya sebagai teman. Mungkin Ruby memang tidak seburuk yang Taher kira.
"Jadi kita mulai malam ini?"
...
Langit gelap dengan samar rembulan yang menyinari lautan, kelima anak kecil dengan membawa satu lentera kecil mengendap-endap menuju sel penjara. Karena kini mengetahui letaknya, mereka tak begitu menghabiskan banyak waktu mencari susah payah. Taher mengomando Ruby bersama Olive berjaga di depan pintu, sedang Andrew berusaha membuka gembok tidak meninggalkan suara, bekerja dalam hening dan malam.
Olive bisa melihat dari arah terumbu karang tempat mereka berjaga terdapat suatu yang mendekat. Sebuah cahaya kehijauan samar yang mengambil alih perhatian, itu terus meliuk bersembunyi dari celah demi celah terumbu karang. Saling lirik dengan Ruby, gadis dengan rambut biru itu yakni Olive bergegas masuk memberi peringatan. "Ada yang mendekat!" teriak Olive tertahan menarik ujung pakaian Taher.
Ruby masih di sana, pandangannya tak lepas dari cahaya hijau yang meliuk menuju tempat yang berseberangan. Hingga sampai di seberang penjara yakni tempat berharga berada, Ruby ingat ketika tur sebelumnya pengawal mengatakan bahwa tempat itu ialah salah satu tempat terlarang yang hanya bisa dikunjungi ratu.
"Tunggu ... siapa itu?" tanyanya pada diri sendiri, itu mencurigakan. Ada makhluk lain yang hendak mengincar tempat terlarang. Ada sesuatu yang salah dengan tempat ini, bukankah ratu hanya mengincar manusia? Adakah makhluk lain yang menjadi korban duyung?
Ruby hendak beranjak dari tempat sebelum melihat mereka semua sudah berhasil membebaskan orang tua Taher. Ruby memilih berhenti meneliti sekeliling mulai menoleh pada mereka, dia mengangguk mengikuti mereka berenang menuju daratan. Kesunyian ini membuatnya sedikit lega, tak lama lagi mereka akan bebas. Ratu duyung tampaknya belum menyadari pergerakan mereka semua.
Sesampainya di mercusuar, mereka segera menarik perahu dan mendayung cepat beranjak pergi dari daerah Cosmin. Ruby sedari tadi melirik sekitar, terlalu damai dan tenang. Ada hal tidak beres yang terjadi, ini terlalu mudah untuk mereka bertahan. Belum sempat ke luar dari pikirannya, perahu mereka limbung hendak terbalik, terdapat ombak besar yang menghantam kapal.
"Ini tidak natural, mengapa ombak bisa datang setinggi ini." Orang tua Taher berkata, segera menyeimbangkan perahu terus mendayung, melindungi anak-anak. Ruby semakin waspada, menatap ke bawah laut, samar-samar cahaya kehijauan yang dilihatnya sebelum ini kembali nampak. "Kita harus berhenti," gumamnya melebarkan mata. Cahaya hijau itu semakin jelas.
"Apa katamu?" Taher menoleh, Ruby kembali bersuara kali ini meninggikan suaranya. "Kita harus berhenti! Ada cahaya hijau di depan sana yang kulihat sebelumnya bersama Olive." Semuanya melirik paa Olive meminta penjelasan, tapi sang gadis tak berkutik lantas menggeleng. Tampaknya dia masih tidak mempercayai Ruby. "Tidak ada. Aku tidak melihatnya."
Ruby menggeram, dia berdecak kesal melihat di depan sana cahaya itu memanjang, berkelit seperti ular. Tidak, ular raksasa. Kabut menghalangi jarak pandang, samar mereka bisa melihat pulau di balik sana. Ruby tetap melihat ke belakang, cahaya hijau sudah terlewati tapi ada cahaya lain yang mendekati cahaya hijau itu. Cahaya kebiruan yang familier, itu jelas adalah sihir duyung!
Ombak kembali meninggi, kali ini Ruby berseru menunjuk cahaya yang semakin jelas mulai memancar naik ke permukaan laut. "Kita harus bergegas!" Kali ini mereka kembali diterpa ombak dahsyat, tubuh mereka kembali basah dihantam air laut. Meninggi terus semakin terlihat kabut yang menghalangi arah pandang membuat tidak jelas. Di sana terdapat ratu dengan wujud monsternya menyerang entitas lain, makhluk panjang dengan tinggi menjulang seperti ular raksasa, seekor naga.
"Hati-hati!" Kedua entitas di hadapan mereka bertarung satu sama lain, membuat riak ombak terus mendera mereka. Bahkan kabut semakin tebal, tak dapat lagi mereka bisa melihat daratan. Teriakkan, suara ledakan dan badai berhamburan. Perahu mereka limbung terjatuh, terbalik di lautan.
Bersambung ....
2 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top