17: Mermaid Queen

Laut, Isolde 20XX

Ruby mendelik melihat ancaman dari musuh. Kedua tangannya terangkat ke atas diikuti temannya yang lain. Pertanda mereka menyerah.  Jika sudah begini untuk keselamatan mereka semua maka ada baiknya menurut. "Baiklah." Andrew memimpin jalan melewati para pengawal yang menodongkan trisula.  "Apa lagi yang kalian tunggu? Kita pergi sesuai keingininan kalian."

"Tunggu." Duyung pria berwajah garang mendekati mereka, kemudian melepaskan Taher mendorongnya ke arah Andrew. Matanya menyorot satu persatu anak sebelum melanjutkan ucapannya. "Kami akan membawa kalian pada Yang Mulia. Jadi jangan melalukan hal tidak berguna." 

Ruby mendecih lantas mengikuti para duyung di belakang. Setelah mengetahui mereka kabur, penjagaan terhadap anak-anak diperketat. Olive yang pertama kali menyadari hal tersebut bertanya polos. "Jadi kami tahanan? Apa karena kami kabur kalian jadi jahat? Padahal sebelumnya kalian baik kepada Olive. Sebenarnya mengapa kalian berubah?" Tidak ada jawaban. Para duyung hanya mengawal mereka tidak berkutik. Bing takut-takut melirik sekeliling sedang Andrew dengan wajah terangkat merasa dirinya pangeran kembali. Ruby sendiri memapah Taher yang terhuyung-huyung hampir terjatuh. 

"Taher?" Taher melirik dengan tatapan lesu. Matanya terasa berat sedari tadi setelah ditarik paksa oleh para duyung. Ruby mendesah, pasti ada tujuan mengapa lubang hitam membawa mereka ke mari. Yang pasti ada hal yang salah di tempat ini. Setelah keluar dari terumbu karang, mereka semua terperangah dengan istana emas menjulang yang ada di depan mata. Istana itu murni emas, berkilau dalam air, begitu megah dan besar. Setiap sisinya memiliki terumbu karang yang indah. Lagi-lagi pertanyaan berhamburan. Bagaimana tempat ini tidak terekspos padahal jelas bahwa ini memiliki istana megah? 

Langit-langit yang tinggi ditopang oleh pilar yang bertakhtakan mutira putih, intan-intan bening menghiasi pintu-pintu yang terbuat dari kerang, kereta yang menggunakan lumba-lumba menarik minat. Di setiap pintu para penjaga yang membawa trisula bersiaga setiap waktu. Tidak dibiarkan menikmati lebih lama mereka terus didorong masuk ke dalam istana. Para duyung lain yang memiliki sisik hijau dan biru saling berbisik, berceloteh tentang berita panas. Para tamu tak diundang di kerajaan bawah laut.

Pintu yang lebih besar dibuka, kilaunya menyilaukan membuat mereka tertunduk memejamkan mata. Suara melengking seperti terompet terdengar, dari salah satu tahuri yakni terompet kerang sahut menyahut menyambut kedatangan mereka. Taher mulai tersadar menegakkan tubuh mengerjapakan mata menyentuh sekitar, lantas tangannya menutup mulut. Ruby menggelengkan kepala melepaskan genggamannya dengan wajah bosan dia menjelaskan. "Kita bisa bernapas di air. Jangan khawatir."

"Anak pintar."

Mereka menengadah menemukan wanita dengan rambut merah menyala dengan mata hijaunya meliuk menggerakkan ekor turun dari takhta. Berenang sembari mengibaskan rambut, wanita yang berumur dewasa itu menunduk mendapati betapa mungilnya tamu mereka hari ini. Olive hendak angkat suara tapi dengan ceapt diinterupsi oleh jari-jari lentiknya. "Bukankah kali ini penjaga terlalu kasar pada tamu kita?"

"Semua! Berikan hormat kepada Yang Mulia Ratu!"

Para duyung menunduk, membuat mau tak mau mereka mengikuti gerakan yang lain, tertunduk dalam-dalam. Ada beberapa duyung di ruangan ini yang tentu ruangan paling megah yang mereka temukan, duyung-duyung membuat kaca sebagai atap istana yang memperlihatkan biru laut yang berombak di atas sebagai langit-langit istana. Perlahan dn pasto kembali mengangkat wajah orang yang disebut ratu tersenyum menyentuh wajah mereka satu persatu, membuat tidak nyaman.

"Bukankah kalian bertanya-tanya mengapa kalian bisa ada di sini?" Tangannya meraih wajah kecil Ruby, jelas membuat empu tak nyaman. Ratu terkikik kembali duduk di atas takhta. "Begitu juga kami, bagaimana mungkin makhluk fana manusia seperti kalian dapat bernapas dan tinggal di kerajaan laut?"

"Bagamana bisa kau menemukan kami?"

"Kau!"

Andrew melirik ke sekeliling, ruangan pengap sedang para  penjaga memandang tajam. Apa? Apakah dia salah bertanya? Jelas sekali dia mengingat jika mereka hanya terombang-ambing di lautan kemudian diserap lubang hitam lantas bangun di kerajaan laut. Oh, tidak. Ruby menendang kaki pemuda itu. Padahal jelas dia pangeran seharusnya tahu tata krama lebih dari siapapun. Berdehem mencairkan suasana, kini Taher menunduk. Terlihat dia masih sedikit linglung walau begitu menunduk hormat. "Kami ke mari karena ditelan lubang hitam."

"Lubang hitam? Apa maksudmu?" tanya ratu menaikkan satu alis, tangannya menopang wajah melirik ke bawah. Olive segera saja maju paling depan, meceritakan kisah mereka membuat semua orang tergelak, tidak percaya. "Astaga, kami tidak pernah mendengar lelucon semacam itu. Anak-anak."

Ratu berhenti tertawa menatap anak-anak satu persatu. Tangannya terjulur ke depan, dari tangannya muncul pusaran kecil seperti air. Pusaran itu terus berputar lantas pecah memperlihatkan gambaran mereka yang tergeletak jauh di dasar laut, tubuh mereka mendingin terkapar di pasir. "Aku berbohong. Kalian jatuh dekat dengan kerajaan kami. Kami yang menolong kalian."

"Untuk apa?"

"Apa?"

"Untuk apa kalian menolong  kami?" 

Ratu terkekeh menatap Ruby tertarik, matanya berkedut terus ingin tertawa. " Kami memberikan kalian ramuan untuk bisa bertahan di dalam air. Itu bertahan tiga hari. Tentu saja mengapa? Itu hanya kebetulan, kalian terdampar dekat dengan kerajaan kami. Tak pernah ada manusia yang berhasil bertahan sejauh ini." Ratu menjentikkan jari, membuat gambar yang ada di sekitar mereka pecah. 

"Karena itu kalian bisa terus di sini sampai kalian benar-benar pulih." 

Ruby jelas tidak percaya dengan semua ini, matanya terus gelisah melirik teman-temannya yang lain. Begitu juga ekspresi tubuh mereka tak berbohong, kecuali Taher. Yang lain memiliki gerak-gerik gelisah. Ruby ingin menyuarakan jika mereka lebih baik segera pergi, tapi belum bertindak Taher sudah mengambil keputusan sendiri. "Kami akan tinggal."

Tidak! Mereka tak bisa dipercaya! Bing yang kini meraih lengan baju Taher, menggeleng pelan tapi tak dihiraukan. "Baguslah. Silakan tinggal selagi ramuannya masih berfungsi. Dan untuk para penjangga jangan terlalu keras pada mereka. Mereka masih anak-anak." Ratu tersenyum mempersilahkan mereka pergi, setelah mereka kembali ke ruangan sebelumnya Ruby mendorong tubuh Taher kasar. "Apa yang kau pikirkan?!" 

Taher menggeleng, pikirannya terus beradu selama pertemuan mereka dengan ratu. Dia jelas tahu ada sesuatu yang salah tapi dia memiliki alasan sendiri untuk bertahan. "Ada yang harus kucari tahu." Bing dan Olive melerai Taher dengan Ruby sedang Andrew dengan teliti menatap keluar terumbu karang. "Aku tahu jika lubang hitam itu nyata."

"Lalu?"

Ruby mengusap wajah kasar, dari awal lagi pula ratu tak pernah mengatakan mereka bisa kembali. Tentu hanya dikatakan mereka istimewa, tapi itu terlalu naif jika percaya orang seperti itu baik. Siapapun yang dibawa ke lubang hitam tidak bisa dipercaya. "Aku harus mencari orang tuaku!" Akhirnya Taher mengatakan jawaban tepat sasaran. Sulit untuk mengatakannya, padahal itu yang membuat dia berharap lebih.

Bing mendekati Taher yang kini memalingkan wajah. Bing jelas tahu bahwa semua orang yang masuk lubang hitam memiliki alasan tersendiri. "Ta- Taher aku akan membantumu!" Semua mata tertuju pada Bing yang kini melirik semuanya gugup, jelas bocah itu hanya ingin membantu. "A- ayo bantu Taher."

Bersambung ....

26 Desember 2023


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top