09: Escape

Taman, Dulce 20XX

Andrew terkejut, shock, tubuhnya terduduk kaku. Dia kembali ke titik awal di mana tengah terduduk di salah satu kursi taman, ditemani pengawal. Pukul menunjukkan jam 14.00, dan dia masih hidup. Apa dia mengulang waktu? batinnya menatap awas sekeliling. Dia masih bisa merasakan panas ketika dirinya memuntahkan darah, sapu tangan itu! Andrew mengambil dari saku jaket segera membuangnya ke tempat sampah.

Namun, dia bisa melihat penjaga terus mengawasinya. Andrew berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi setelah dirinya sekarat. "Hay!" Andrew terlonjak, kini melihat adanya Ruby, Olive dan Bing. "Ini Olive! Kakak mau kan main dengan Olive?"

"A- ah. Tentu Olive."

Andrew terkejut mendapatkan perlakuan itu, bukankah mereka juga mati? Tapi, belum sempat bertanya, ketiga anak itu mengajaknya bermain cukup jauh. Bahkan hingga penjaga mencari Andrew ke mana-mana. "Kalian hidup?" tanya Andrew tertahan, seolah melupakan karakternya, sikap arogan tinggi hati.

"Kami hidup, ya, benar. Ini semua berkat lubang hitam."

"Lubang hitam?"

Ruby menarik kerah Andrew agar menunduk, kemudian berbisik. "Lubang hitam yang membawa kita hidup lagi, kau juga sepertinya tahu hal itu. Dia menyerap kami dan mengembalikan kami ke rute awal jika kita hampir mati." Mata Andrew membola tidak percaya, berarti semua yang dia lihat tadi bukan ilusi. Sebenarnya siapa anak-anak ini?!

"Tuan muda!"

Andrew menutup mulut, di antara pepohonan mereka berempat sembunyi. Ini benar-benar gila! Andrew tak bisa percaya sang kakak ingin membunuhnya. "Pantas saja terlalu tenang, ternyata ada pembunuhan," simpul Olive ketika mendengar semua kisah yang Andrew sampaikan, walau begitu suasana mulai memburuk, mereka semua tegang.

"Apa yang harus kulakukan? Tak peduli bagaimanapun aku adalah pangeran." Andrew menunduk menggigit bibir bawahnya. Menghapus matanya yang berkaca-kaca, mengetahui kakaknya berkhianat saja sudah menyakitkan, terlebih membunuh demi takhta. Meskipun begitu tetap saja dia gengsi untuk memperlihatkan tangisan di hadapan para bocah, cepat-cepat dia menghapus kedua sudut mata.

"Kalau begitu ayo kabur," imbuh Ruby. Andrew mengangkat kepala, kemudian menggeleng kecil. Itu mustahil. "Ta- tapi Andrew. Kau harus mendengarkan Ruby. Te- terlebih di sini ada perahu untuk membawa kita mengikuti aliran danau ke sungai." Andrew berpikir lagi, perkataan Bing benar. Tapi, mereka mungkin lupa.

"Aku sakit. Aku tidak akan bertahan."

"Kami akan menjagamu," putus Olive. Setelah bertemu dengan anak-anak tidak beruntung ini, sama seperti dirinya dia tahu bahwa semua yang terisap ke lubang hitam memiliki kesamaan. Masalah berat, sakit, pengabaian, kemiskinan maupun kekerasan. Sisi gelap milik Negeri Philia yang tak ingin diketahui siapapun.

"Kita hanya memiliki satu sama lain," kata Ruby kali ini. Gadis dengan rambut sebahu itu angkat suara. "Kita juga tidak punya siapa-siapa," lanjutnya. Lantas segera Andrew mengangkat kepala, kemudian tertawa kecil. Dia tak sendiri, seringai angkuh itu kembali muncul. "Baiklah, anak kecil."

Mereka terkekeh bersama, rencana mereka cukup mudah dan sulit secara bersamaan. Di dekat taman ketika festival diadakan, akan ada banyak sekali pedagang kaki lima yang berjualan. Salah satunya pakaian, juga jaket, karena takut racun yang dibahas oleh Putra Mahkota berada di tempat lain, Andrew berencana berganti kostum.

"Tuan Muda!"

Ini belum mulai tapi mereka sudah tertangkap. "Aku ingin bermain petak umpet. Kau berjaga," elak Andrew. Ruby menahan tawa mendengarnya, begitu juga dengan pengawal yang bingung, karena Andrew pernah bilang sendiri itu permainan kekanakan. Wajah Andrew sudah merah padam, tetap teguh menurunkan gengsi. "Cepat lakukan! Hitung sampai seribu."

"Apa? Seribu, Tuan Muda?"

"Kenapa? Ini permainanku aku yang atur sendiri."

"Te- tentu, Tuan Muda. Saya akan mulai berjaga."

Setengah pasrah pengawal mulai menghitung di salah satu pohon, Ruby menggerakkan kepala kode untuk bergerak. Segera mereka bergegas pergi, berdesakan dengan orang-orang, Olive menggenggam tangan Andrew erat. "Pelan-pelan ...." Napas Andrew terengah-engah, kemudian duduk di pinggi trotoar. Ruby menatap sekeliling, kemudian menarik Bing segera pergi, mengambil sebagian uang Andrew.

"Ru- Ruby?"

"Aku akan membeli semua yang dibutuhkan, jadi kalian tunggu di sini. Olive pastikan dia aman." Olive mengangguk paham, Ruby berencana untuk membeli yang dibutuhkan Andrew untuk penyamaran. Segera melesat dari sana, dibantu Bing kini Ruby bergerak membeli barang-barang, terutama pakaian ganti Andrew dan penyamarannya.

Di pedagang kaki lima, Ruby membeli jaket, dan satu setelan pakaian. "Ru- Ruby!" Ruby berbalik menemukan Bing yang sudah membawakan wig, Ruby mengangguk. Setelah membeli makanan untuk perjalanan hampir setengah jam lamanya akhirnya Ruby berhenti di salah satu stand. Ruby terpaku di tempat orang menjual pakaian bayi. Bing mengetahuinya, menoleh masih membawa barang-barang,

"Ruby ma- mau?"

Ruby terdiam, terlihat ekspresinya sulit dibaca. Ruby sendiri tanpa sadar mengingat kehamilan ibunya, mungkin, bahkan jika dia tidak kembali dia teringat bayi dalam kandungan sang ibu. Bayi itu, adiknya, tanpa sadar Ruby ingin melindungi janin itu. Melindunginya dari orang tua mereka. Dan kini tanpa sadar dengan cepat dia membeli sepasang kaos kaki bayi. "Jangan bagi tahu mereka," desahnya.

Bing mengangguk, dia dapat dengan jelas melihat ekspresi sedih milik Ruby. Akhirnya hanya dalam kurun waktu kurang lebih setengah jam keduanya kembali. Andrew ditemani Bing segera berganti pakaian di toilet umum.

"Bukankah Andrew terlalu lama?"

"Dia kan anak kaya raya yang manja."

Ruby memakan sosis yang dibeli sebelumya bersama Olive. Mereka juga berganti pakaian, Ruby yang membelinya agar mereka tak dikenali. Bahkan mereka mengenakan topi agar tak terlihat mencolok, setelah selesai akhirnya Andrew keluar dari toilet, wajah narsis itu masih terlihat tampan dengan rambut pirang palsu, serta jaket hitam hingga menutupi wajah. Di wajahnya jelas ingin protes, tapi dia menahannya. Karena yang pasti mereka harus pergi secepat mungkin.

"A- aku sudah menyewa perahunya."

"Bagus Bing!"

Ruby memimpin jalan, mereka sampai di danau kemarin. Terdapat beberapa perahu, perahu mesin juga perahu yang digerakkan oleh sampan. "Tuan! Permisi, kami sudah memesan satu perahu." Tuan pemilik perahu menatap anak-anak itu, kemudian menggeleng. "Perahumu yang dipesan sudah ada, tapi harus ada orang dewasa yang menemani kalian."

Ruby mengernyitkan dahi, apakah mereka harus mati hanya karena tidak ada orang dewasa yang menemani mereka naik perahu? Lantas muncul seringai di wajah gadis itu. "Tuan, tapi Kakak dengan pakaian hitam ini sudah 17 tahun. Dia sudah dewasa." Mendengar penuturan Ruby segera penjaga melirik ke arah Andrew lebih saksama. Sedikit kebohongan tidak akan menyakiti siapapun.

Hening yang panjang sebelum akhirnya menyetujui dan menyodorkan kunci. Memberikan instruksi, segera mereka melompat ke dalam perahu. "Terima kasih, Tuan!" Olive melambaikan tangan, menyalakan mesin dan menarik tali mesin akhirnya perahu berjalan. Mereka mendesah lega, akhirnya mereka berhasil kabur.

"Tuan Muda!" seru salah satu pengawal, itu berlangsung terlalu cepat karena panggilan itu membawa penjaga yang lain. Mereka mengambil perahu segera mengejar. "Kita harus cepat!" Ruby berseru, menarik tali mesin kemudian menggerakkannya semakin laju. Angin berhembus menerbangkan rambut, gemericik air membasahi setengah kapal.

"Tangkap pangeran sekarang juga! Itu hanya anak-anak!" perintah nyalang semakin terdengar, Ruby mempercepat laju. Olive menjerit bahagia, asyik, begitu juga dengan Ruby yang tersenyum lebar. Menikmati ketegangan ini dan melaju di danau. Sementara Andrew sudah muntah di perahu, dengan Bing yang sudah ketakutan memegang Andrew erat.

"Dengan anak-anak apa dulu kau berurusan? Huh?" Ruby tertawa lepas, baru pertama kali dia menunjukkan ketertarikan seperti ini, ketika salah satu perahu penjaga menabrak sisi belakang, itu membuat perahu mereka menabrak batu, ada salah satu lubang. Ekspresi semua orang menjadi buruk kali ini.

Ruby menggenggam kendali mesin kuat, kini mereka akan tenggelam! Tapi, belum air memenuhi setengah perahu. Perahu berhenti mendadak, di bawah mereka selain air ada sesuatu. Sesuatu hitam yang akan menelan mereka.

"Semuanya loncat! Percaya padaku!"

"PANGERAN!"

Memberanikan diri, akhirnya mereka melompat keluar perahu, dan bukannya basah. Lubang hitam sudah menelan mereka, membawa ke destinasi selanjutnya. Para penjaga yang melompat ke dalam air tak dapat menemukan anak-anak, yang ada hanyalah danau dingin nan dalam.

Bersambung ....

14 Desember 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top