08: Prince Andrew

Taman, Dulce 20XX

Pangeran Andrew.

Pangeran yang disembunyikan keberadaannya.

Seperti kata Bing, bahwa di Negara Philia sendiri para penduduknya tidak mengetahui ada anak lain di antara Raja Andreas dan Ratu Sybl. Dalam garis keturunan hanya dua nama yang tertera. Yakni, Putra Mahkota Martin dan Putri Selena.

"Nak, kau memang pangeran. Tapi, kami masih harus menyembunyikanmu. Mama akan carikan obat sampai kau sembuh."

"Benar, jangan lupakan jati dirimu. Papa yakin kau akan segera sembuh. Untuk sekarang kau harus giat belajar dengan para tutor."

Itu adalah kata-kata orang tuanya. Andrew jelas yakin kalau dia memang pangeran. Hanya saja dia sakit, bahkan penyakit ini tidak diketahui oleh dokter. Diasingkan di salah satu villa besar dekat dengan taman di Dulce. Hampir seumur hidupnya selama lima belas tahun dia habiskan waktu di tempat itu.

Tubuh Andrew ringkih, lemah dan tidak bertenaga. Hanya jalan beberapa meter, keringat dingin sudah mengucur di seluruh tubuh, kepalanya berkunang-kunang, dan jika parah semua yang dilihatnya tiba-tiba menjadi gelap gulita. Setiap kondisi semakin parah dia akan mimisan, banyak sekali, dia juga terkadang kejang hingga tersedia banyak dokter di kediaman yang selalu harus siap siaga.

Dari sekian gejala penyakit masih ada banyak yang tidak bisa disampaikan. Karenanya makanan yang dia makan dibuat sangat hati-hati menggunakan chef profesional dan ahli gizi. Dia sekolah di rumah, kesehariannya belajar oleh tutor yang dikirim orangtuanya. Di tengah rasa sakit yang ada, tidak selamanya orangtua Andrew bisa hadir. Mereka sibuk. Begitupula dengan kakak-kakaknya.

Namun, dia punya banyak uang. Keluarganya memanjakan dan menuruti semua keinginan sang bungsu, kecuali mengajaknya keluar dari villa. Mungkin itu adalah alasan dia memiliki karakter manja dan arogan. Hanya saja jelas sekali dia kesepian. Dia memiliki semua mainan terindah impian anak-anak, guru-guru pilihan, bahkan makanan yang dibuat ekstra sepenuh hati. Tapi, dia tak punya teman untuk bermain. Tidak ada.

Pangeran Andrew kesepian dan membutuhkan teman mengobrol, bermain dan bercanda. Jadi ketika pada hari itu Putra Mahkota Matin hendak pergi ke Taman Dulce, Ibukota Negeri Philia untuk mengenang memori tentang dirinya dan sang kekasih pada festival Tebar Bunga. Andrew langsung menyetujui, memakai jaket tebal ditemani beberapa penjaga akhirnya mereka pergi ke taman.

Dan Andrew tidak menyangka bahwa dirinya yang sudah remaja ini, dia menemukan anak-anak kecil yang tersesat. Untuk pertama kalinya dia memiliki seseorang yang bisa disebut teman. Bahkan jika itu hanya anak-anak. Tapi, mungkin dia lupa alasan kenapa dia disembunyikan, agar tidak diketahui keberadaannya yang bisa melukai Andrew. Bahkan alasan lain yang lebih kuat, mengerikan, dan kejam.

...

"Apa kalian akan terus tertawa seperti itu?!"

"Kami tertawa?"

Ruby menahan sudut bibirnya yang terangkat, sementara Olive sudah tergelak memegangi perut dan Bing yang menghapus air di sudut mata karena terlalu banyak tertawa. Andrew mendelik kemudian mengambil sapu tangan dari saku jaket. Mengelap keringat yang membasahi pelipis, baru beberapa jam dan dia sudah kelelahan.

Setelah tertawa sedari tadi, Ruby melirik sekitarnya. Di mana lubang hitam itu? Jelas seharusnya sudah ada, dan mengomentari rute ini terlalu tenang membuatnya khawatir. Jangan-jangan ada hal yang membuat mereka mati di sini? "Ruby!" Ruby menengok mendengar panggilan Olive. Mata Ruby melebar, kini jelas sekali di depan mata mereka bisa melihat Andrew terbatuk darah.

"Tuan Muda, ayo kembali," bujuk penjaga. Andrew menggeleng, setelah terbatuk dan menyapu darah dari bibir. Andrew membuang sapu tangan ke tempat sampah kemudian tersenyum tipis. "Tidak, tidak apa. Ini sering terjadi."

"Su- sungguh?" tanya Bing khawatir.

Andrew sekali lagi menggeleng. Yang terjadi selanjutnya membuat mereka terkejut, karena di belakang Andrew terdapat seorang pria. Pria itu amatlah tampan dengan tubuh jangkung, pandangannya dingin, bahkan mengalahkan udara sore yang berembus. Di danau yang sepi, kini mereka berhadapan. "I- itu Putra Mahkota!"

Ketiga orang itu segera menunduk hormat, termasuk penjaga yang mengawasi Andrew. "Kak," panggil Andrew lirih dengan senyuman lemah, berbeda dengan ekspresi arogannya kini Andrew terlihat sebagai adik manis yang butuh pelukan. Menunduk menatap sang adik ekspresi itu tak berubah lebih lembut lantas berjongkok memegang dahinya. "Kau tidak panas. Sudah sore, waktunya kembali."

"Kembali sekarang?"

Putra Mahkota mengangguk, kemudian menatap anak-anak yang masih menunduk. "Kalian bisa mengangkat kepala," titahnya. Mendesah lega mereka segera berdiri menatap pewaris takhta selanjutnya. "Terima kasih sudah menjaga adik saya. Ada sedikit hadiah untuk kalian. Dan sudah larut, kami akan mengantarkan kalian pulang."

Ketiga anak itu berpikir keras, mereka semua sama-sama tidak mau pulang, ini hanya berakhir buruk. "Tidak apa-apa. Kami bisa pulang sendiri," kata Ruby akhirnya berusaha tersenyum sopan. Putra Mahkota mengangkat sebelah alis, kemudian kembal melirik adiknya. "Kalau begitu ayo kita pergi."

"Baik," balasnya segera berdiri menggenggam tangan sang kakak, Sebelum pergi Andrew buru-buru berbalik memberikan uang bayaran. Menyeringai menyebalkan dia menatap mereka bertiga. "Ini sisanya. Terima kasih untuk hari ini." Ruby mengambil uang mereka, kemudian mengangguk.

"Selamat tinggal."

"Sa- sampai ju- jumpa."

Andrew kemudian beranjak pergi bersama Putra Mahkota. Ruby mengamankan uang. Jangan sampai hilang, dia sangat tahu mencari uang adalah hal yang sulit. Sebelum benar-benar jauh Olive berseru masih dengan candaan. "Sampai jumpa lagi Pangeran Andrew!" Mereka bertiga tertawa, tapi mereka tak melihat ekspresi putra mahkota berubah.

"Pangeran?" tanya Putra Mahkota meminta penjelasan dari Andrew. Tatapan beliau yang tajam menyakiti Andrew. Wajah remaja itu semakin pucat. "I- itu mereka hanya bercanda." Putra Mahkota masih terdiam kemudian mengusap wajah tertawa. Lagi-lagi ekspresinya berubah, matanya menyipit dengan senyuman jahat.

"Kak, aku sungguh bisa jelaskan."

Itu membuat Andrew takut.

"Sudah kukatakan jangan beritahu identitasmu ketika kita keluar!" bentak Putra Mahkota. Suaranya menggema, taman sudah kosong. Itu aneh, biasanya dari balik villa Andrew melihat masih ada orang yang berkeliaran. Tangannya terlepas dari genggaman sang kakak.

"Pengawal ...," panggil Andrew lirih, tapi mereka semua mau yang berjaga di belakang sembunyi-sembunyi, sedang yang di depan berjaga semuanya di pihak Putra Mahkota. "Aku sudah berpikir sedari lama untuk menyingkirkan tikus sepertimu. Tapi, itu sulit. Aku hampir saja mau melepaskanmu lagi."

"A- apa yang Kakak katakan?" Kini suara Andrew bergetar, mereka sudah terlalu jauh berjalan dan sekarang ada di sisi lain taman yang sepi dan terpencil. "Oh, adik kecilku yang manis. Andrew yang malang. Kau pikir kau sakit benar-benar memiliki penyakit? Atau efek obat-obatan? Apakah kau tidak berpikir ke sana?"

Andrew sepenuhnya menggigil. Dia kembali terbatuk, darah merembes dari kedua bibir membuatnya menutup mulut. Matanya menyiratkan jelas rasa sakit dan bingung. "Kau seharusnya mati dari dulu."

"I- ini tidak perlu terjadi ...."

"Benar! Ini tak perlu terjadi! Jika kau tidak terlahir dari awal sebagai laki-laki ini tidak akan!" Putra Mahkota tertawa kemudian mengambil sapu tangan, melambaikannya pada Andrew yang menggeleng berusaha menangkap. Setelah gagal berkali-kali kini sapu tangan terjatuh dan diinjak. Putra Mahkota tertawa lepas. "Kau mengancam posisiku, And."

"Jadi membuat alasan aku merindukan kekasihku yang sudah mati. Ayah dan Ibu mengizinkanku. Dan ... sepertinya ini dorongan terakhir."

Andrew terbatuk darah semakin banyak, terduduk di tanah. Pandangannya buram, semuanya semakin tidak jelas, jantungnya sakit setengah mati. "Kau memang punya auto imun, tapi sisanya itu racun yang menyebar di seluruh tubuhmu. Seperti sapu tangan yang kuberikan terdapat racun, juga dokter yang kusuap memberikan obat dosis tinggi. Tidak ada yan tahu. Seperti kau mati terbunuh saat ini."

Air mata berlinang dari wajah Andrew, tenggorokannya panas karena darah terus keluar dan tubuhnya terbaring di rumput, setengah sadar hampir mencapai puncak kematian kakaknya meminta penjaga menghabisi anak-anak sebelumnya, karena mereka tahu Andrew adalah pangeran. Andrew tidak pernah merasa sesedih ini dalam hidup, ini mustahil. Kakaknya selama ini berusaha membunuhnya!

Andrew menggeleng lemah, mendengar suara jeritan dari teman-teman pertamanya. Dia tidak bisa melakukan apa pun, dirinya sudah hampir mati. Perlahan lubang hitam muncul, berputar-putar kemudian menyerapnya masuk ke dalam sana. Putra Mahkota melihat itu terkejut, ekspresinya semakin gelap, berteriak marah. "Temukan Andrew!"

Bersambung ....

2 September 2023

Catatan

New Character Unlocked!

Nama: Andrew

Umur: 15 tahun

MBTI: ISFP

Rute Awal: Taman/Dulce

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top