SEKHTY by Ssavilin
~Abydos 3020 SM~
Mendung gelap menyelimuti langit Abydos dalam tujuh hari ini. Hujan yang dinanti tak kunjung tiba, tetapi awan tebal seakan tak menginginkan adanya secercah sinar matahari yang menyinari bumi. Entahlah, apakah para dewa tengah bersiap melemparkan kemarahannya kepada rakyat Mesir apabila permintaan mereka tidak dipenuhi? Yang jelas, aura kegelisahan terasa semakin meluas.
Suasana hati yang semakin resah tidak hanya meliputi para manusianya saja, tetapi binatang-binatang di sekitar pun turut merasakan ketegangan yang terjadi pada kerajaan Mesir saat ini. Seorang pria memandang ke luar jendela menatap langit gelap yang terpampang luas di hadapan, lama terlena dalam kebisuan. Tidak ada yang dapat kulakukan selain menunggunya dengan sabar. "Menet...apa yang sebenarnya salah di sini?" Suaranya terdengar tak berdaya.
Aku hanya bisa terdiam, karena apa yang bisa kuperbuat? Aku, Meneto, meskipun adalah salah satu dari sedikit orang yang dipercayainya, aku hanyalah seorang juru tulis istana. Sedangkan dirinya, yang bernama Sekhty, adalah pria yang paling berkuasa di tanah ini, Raja Mesir. Tentu saja, sebenarnya aku sangat tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam benaknya, karena wanita kesayangannya tengah berada di kursi pesakitan saat ini. "Apakah kau ingat saat kita berjumpa dengannya?" tanyanya kepadaku.
Pikiranku pun melayang ke masa sepuluh tahun lalu, saat kami berdua masih berusia dua belas tahun. Sebagai anak satu-satunya dari Raja Hor-Aha dan Ibu Khentab, Sekhty sudah dipersiapkan untuk menjadi raja agar dapat menggantikan ayahnya kelak. Dengan segala perlakuan dan pendidikan yang sangat ketat, anak lelaki calon raja tersebut tampak patuh, pendiam, dan dewasa. Namun, kami yang tumbuh bersamanya, tentu tahu seperti apa dia yang sebenarnya.
***
Di hari itu, untuk kesekian kalinya, kami menyelinap ke luar istana seperti biasa menuju Sungai Nil, untuk mengunjungi seorang paman dari calon penerus tersebut yang bernama Gyasi, yang merupakan sepupu Ratu Benerib, ibu tiri Pangeran Sekhty. Setelah pensiun dari Pasukan Kalvari, pria petarung itu mencoba peruntungannya di tempat lain, seperti membuka usaha perkapalan. Dengan dukungan keluarga besar dan Ratu, usahanya pun berkembang pesat.
Kami, anak-anak nakal ini, tentu saja sangat menyukainya, karena selain jenaka, Paman Gyasi sering membawa kami naik ke atas kapalnya, juga menyediakan berbagai macam permainan dan makanan untuk kami semua. Aku rasa, tidak ada anak yang akan menolak kesempatan semacam itu.
Namun pada hari itu, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Saat sedang menikmati makan siang di atas kapal yang sedang berlayar di tengah Sungai Nil, sekelompok orang tak dikenal menumpang kapal-kapal milik Paman Gyasi dari Memphis. Gerombolan besar itu kemudian tiba-tiba menyerang kami dan seluruh awak kapal, serta pemukiman sekitar. Paling tidak, sepertinya ada lima kapal yang terbakar habis dan empat kapal lainnya mengalami kerusakan parah.
Beberapa dari perompak itu ada yang merangsek kapal di mana tempat kami berada, berusaha membunuh kami semua dan tentu saja Sekhty sang Penerus Takhta. Menyadari adanya keributan di luar kapal, Paman Gyasi dengan segera menyeret keponakannya, calon pewaris takhta Mesir, ke luar dari kabin. Dengan dilindungi para pengawal, Pangeran Sekhty diajak menerobos ke luar menuju buritan.
Kemudian bagaimana dengan nasib anak-anak lainnya? Para anak bangsawan yang berada di kapal itu, yang juga merupakan teman dari Pangeran Kecil tersebut? Tentu saja anak-anak yang berada di kapal itu harus bergantung kepada dirinya masing-masing, untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, dan salah satu di antaranya adalah aku.
Lalu bagaimana diriku bisa selamat dari kerusuhan itu? Sepertinya Dewa Anubis masih belum mau menjemputku. Aku yang masih kecil berhasil bersembunyi di dalam sebuah tong anggur yang sudah kosong, dan entah bagaimana, tempatku bersembunyi itu bisa jatuh ke laut serta berhasil mengapung hingga ke tepi daratan. Sedangkan untuk anak-anak bangsawan lainnya, beberapa dari mereka tidak beruntung, mati dengan berbagai penyebab. Sementara Paman Gyasi?
Malang memang, meskipun telah berusaha sekuat tenaganya menyelamatkan Sekhty sang Penerus Takhta, kejadian tersebut harus dibayarnya dengan mahal, seperti kehilangan sebagian besar hartanya yang telah terbakar dan kaki kirinya. Dia tak bisa lolos dari murka Raja, karena sang penguasa itu pun menjadi target kemarahan dari para bangsawan lainnya, dikarenakan anak-anak mereka turut menjadi korban penyerangan kapal.
Lalu bagaimana dengan Sekhty sang Pangeran sendiri? Menurut pengakuan Paman Gyasi, para pengawal yang berada di tempat kejadian benar-benar terdesak dan sebagian besar pun terbunuh. Menyadari situasi begitu riskan, Paman Gyasi mengambil keputusan cepat dengan menurunkan keponakannya yang berharga ke atas sampan bersama dua orang pengawal untuk menjaganya. Namun, ternyata ada dua orang perompak yang berhasil melompat ke dalam sampan dan perkelahian pun tak terhindarkan. Tidak kuat mempertahankan keseimbangan, perahu kecil itu terbalik menghanyutkan semua penumpangnya. Sejak saat itu, Sekhty putra Hor-Aha, calon Raja Ketiga Kerajaan Mesir pun dinyatakan hilang.
Tak lama kemudian, para pasukan kerajaan pun akhirnya datang dan berhasil mengalahkan para perusuh di atas kapal serta mengamankan pelabuhan. Sebagian besar para perusuh mati dan beberapa diantaranya tertangkap hidup-hidup. Dari ketujuh anak bangsawan yang merupakan teman dari Pangeran Sekhty, tiga diantaranya sudah meninggal. Sejak Gyasi, paman dari sang Pangeran ditemukan dalam kondisi luka parah tak sadarkan diri, semua pengawalnya sudah tak bernyawa, dan tidak ada yang tahu di manakah keberadaan pangeran muda itu.
Kerajaan Mesir dilanda kesedihan yang amat sangat dikarenakan hilangnya Sang Putra Mahkota. Raja mengerahkan semua para pejabat, bangsawan, prajurit, bahkan sampai dengan rakyat jelata untuk mencari putranya di seluruh penjuru Mesir. Walaupun Paman Gyasi akhirnya siuman setelah beberapa hari kemudian, apa yang dijelaskan olehnya tak banyak membantu, karena pria itu terjatuh tak sadarkan diri tepat setelah menurunkan sang Pangeran ke sampan.
Hingga pada akhirnya di bulan purnama ketiga, Pangeran Sekhty tiba-tiba kembali ke istana bersama seorang wanita yang bernama Penebui. Wanita itulah yang menyelamatkannya ketika terbawa hanyut di Sungai Nil, juga merawatnya hingga sehat kembali. Setelah Sekhty sang Pangeran merasa sudah sehat sempurna, dia pun memutuskan untuk kembali ke istana dengan membawa perempuan itu yang hidup sebatang kara. Wajah wanita itu sebenarnya tidak terlalu cantik, usianya pun hampir sama dengan sang Pangeran, tetapi kepribadiannya sangat hidup. Menurutku, mungkin karena itulah mengapa Pangeran Sekhty bisa sangat menyukai wanita tersebut.
Pada mulanya, Raja dan Ratu sangat berterima kasih kepada wanita bernama Penebui itu. Pasangan pemimpin Mesir tersebut memperlakukannya dengan sangat baik, tetapi semuanya berubah di saat putra mereka, sang penerus raja, berniat memperistri wanita tersebut yang sebenarnya hanya merupakan seorang budak. "Ada banyak jalan yang bisa kau lakukan untuk membayar utang budimu kepadanya...tetapi bukan dengan cara menikahinya!" ujar Ibu Khentab. "Kau bisa memberinya kemewahan. Kehormatan. Dan apa pun, yang tidak pernah dirasakannya seumur hidup. Tapi tidak dengan cara memperistri hingga menjadikannya seorang Ratu Mesir! Bayangkan...apa yang akan rakyat kita katakan tentangmu bila kau sampai mewujudkan pikiran yang tak masuk akal itu?"
Sayangnya, hal tersebut tak menggoyahkan kehendak Sekhty sang Penerus sama sekali. Raja dan Ratu pun akhirnya menjadi sangat murka, terutama kepada Penebui. Mereka tak mengerti, bagaimana bisa, putra mereka yang selama ini selalu baik dan patuh, dapat berubah menjadi seorang pembangkang hanya karena seorang wanita? Hingga pada sampai akhirnya, Ratu pun merasa harus mengutus saudara tirinya, Gyasi, yang masih dalam masa pemulihan untuk membujuk putranya.
"Kau adalah seorang Putra Mahkota Mesir, yang nantinya akan menggantikan posisi ayahmu sebagai seorang raja. Menurutmu...bagaimanakah seorang raja dapat melanggengkan kekuasaannya? Ya, hal tersebut bisa didapatkan dari dukungan rakyatmu sendiri. Coba kau pikirkan, bila kau menikahinya sekarang, apakah rakyatmu dapat menerimanya? Menerima bahwa ternyata ratu kebanggaan mereka, yang harus mereka hormati dan junjung nanti, sebenarnya adalah seorang budak?
Aku yakin para bangsawanlah yang akan pertama kali menolak pernikahan itu, bahkan mungkin, bila pernikahan benar-benar terjadi, mereka akan mendesak Raja untuk segera mengganti putra mahkotanya saat ini. Apakah kau benar-benar ingin melihat saudaramu menggantikan posisimu ini? Dan lagi sebagai keturunan Horus, anakmu-lah yang nantinya akan menggantikanmu kelak, yang juga harus merupakan seorang keturunan Horus. Menurutmu, apakah seorang keturunan dewa besar dapat dilahirkan dari rahim seorang budak wanita? Setidaknya...tunggulah, tunggulah sampai posisimu benar-benar kuat. Sehingga kau cukup kuat untuk melakukan apa pun yang kau mau. Bila kekuatanmu tak cukup, hanya ada pemberontakan yang mengadangmu di masa depan nanti. Aku yakin, kau pun tak mau hal itu sampai terjadi. Nasihatku untuk sementara ini, ikutilah perkataan sang Raja," petuah Paman Gyasi kepada keponakannya itu.
Begitulah...setelah mendengar ceramah panjang dan lebar tersebut, Pangeran Sekhty pun akhirnya mengikuti saran dari pamannya tersebut. Kadang-kadang aku pernah berpikir, apakah Pangeran Sekhty sebenarnya merupakan anak kandung dari Paman Gyasi? Bukan putra kandung Raja Hor-Aha sendiri, saat melihat bagaimana keponakan dan pamannya itu terlihat begitu sangat dekat.
Raja dan Ratu merasa bergembira dengan keberhasilan Gyasi dalam membujuk putra mereka. Tak berapa lama kemudian, perundingan penting terjadi di istana tentang diambilnya sebuah keputusan yang berisi; sudah waktunya bagi sang penerus takhta untuk menikah, tetapi sebenarnya cara itu digunakan agar dapat mengalihkan perhatian Putra Mahkota dari Penebui sang Budak.
Mempelai pertama adalah seorang wanita bernama Herneith, yang merupakan seorang putri bangsawan Memphis. Namun kelihatannya, Pangeran Sekhty tidak terlalu menyukai mempelainya tersebut karena dirinya terus kembali kepada Penebui, wanita yang dicintainya. Hingga sampailah tiba mempelai kedua yang bernama Nakhtneith. Sayangnya, wanita tersebut pun masih belum bisa menggoyahkan posisi Penebui si Budak di hati sang Pangeran. Bahkan sehari setelah pernikahan mereka, pria itu malah menghadiahkan liontin berbatu rubi milik Ratu Neithhotep, neneknya, yang merupakan Ratu Pertama Mesir, sebagai tanda cinta yang tulus kepada Penebui—yang hadiahnya itu pun sangat disukai oleh penerimanya.
Oleh karena itu, berdasarkan keprihatinan di hati, Gyasi mengirimkan salah seorang putrinya yang bernama Seshemetka ke istana sebagai mempelai berikutnya. Meskipun hubungan Gyasi sang Paman dan Sekhty sang Keponakan sangat dekat, tetapi tidaklah demikian dengan hubungan antara Pangeran itu dan anak perempuan Gyasi. Kedua orang itu sangat jarang bertemu, karena selama ini Seshemetka tinggal di Kreta. Namun, setelah menghabiskan waktu bersama, tampaknya Pangeran Sekhty memperlakukan mempelainya itu lebih baik daripada kedua mempelai sebelumnya.
"Kalau aku tahu...bahwa hal ini akan terjadi. Pasti sudah sejak dulu aku membunuhnya," gumam sang Raja Sekhty yang membawa pikiranku kembali lagi pada waktu ini.
Aku mendengus mendengarnya dan berkata tak seformal biasanya, "Aku tidak yakin kau akan mampu melakukannya."
Pria itu terdiam sebentar. "Mungkin kau benar..."
***
To be continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top