Bab IV : Our Little Prince
Zach melarikan diri. Dia malu luar biasa setelah malam sebelumnya terbawa suasana dan justru bertanya hal-hal aneh pada Sam, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya.
Bisa dipastikan kalau asisten kakeknya itu pasti sudah menceritakan semuanya pada sang kakek. Jadi, alih-alih menuju ruang belajar tempat dia seharusnya bertemu dengan guru privatnya pagi ini, Zach justru berjalan cepat meninggalkan Owlsville.
Dia tidak peduli ke mana kakinya melangkah. Dia hanya ingin berada sejauh mungkin dari orang-orang di rumah ini saat ini.
Langkah tanpa tujuannya tanpa sadar membawa Zach ke arah bukit di dekat pekerja kakeknya biasa menggembala ternak. Cukup jauh dari rumah utama ternyata. Pantas saja sendi-sendi di kakinya terasa pegal.
Dia memutuskan untuk berdiam sebentar di sana. Mendudukkan diri di bawah pohon tidak terlalu besar tapi cukup rindang, berjengit saat kulit sensitif nya bersentuhan dengan rumput yang agak tajam.
Masih cukup pagi, hanya ada beberapa ekor sapi yang sudah berada di sana. Sebagian lain mungkin masih di kandang atau sedang digiring ke arah bukit. Zach tidak terlalu peduli, asal tidak bertemu siapapun, tempat ini sudah cukup baik untuk bersembunyi.
Zach mengedarkan pandang. Tak ada gunung tinggi di Tala. Namun, ada banyak bukit-bukit di sekelilingnya saat ini. Sangat hijau dan memanjakan mata.
Bangunan-bangunan yang berjauhan jaraknya, ternak-ternak yang banyak jumlahnya, juga sungai-sungai kecil yang mengalir tampak dari kejauhan.
Tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang, tidak pula terlihat banyak aktivitias tapi Zach sangat suka di sini. Bahkan dia akui tempat ini jauh lebih hangat daripada istana tempat tinggalnya dulu.
Di istana mungkin ada ayah, ibu dan kedua kakaknya. Tapi mereka semua sibuk. Dan Zach bahkan tidak diizinkan untuk sekedar berkeliling dengan berbagai alasan.
Di sini, walau tidak punya tetangga dan hanya ada pekerja dan pengawal kakeknya, Zach bebas ke mana pun yang dia mau. Setidaknya di sini dia merasa sedikit lebih hidup.
"Hah... hah, hah!"
Lamunan Zach buyar karena kehadiran seseorang yang mengejutkankannya. Dia menoleh hanya untuk mendapti Bibi Ann, wanita paruh baya yang bertugas untuk mengawasi dapur Owlsville, terengah-engah dengan kedua tangan bertumpu pada kedua lututnya.
Walau sedikit kesal karena berhasil ditemukan secepat itu, tapi dia juga merasa iba dengan keadaaan wanita itu. Zach lalu beranjak dari duduknya dan menuntun Bibi Ann untuk duduk di sebelahnya.
Setidaknya Bibi Ann lebih bisa dibujuk untuk mengulur waktu dibanding Sam atau kakeknya, jadi Zach sedikit bersyukur.
"Aku tidak mau turun, " ucap Zach ketus. Dia tidak ingin bertemu siapapun, tidak sekarang.
Bibi Ann tidak merespon. Wanita itu masih sibuk mengatur napasnya yang tidak beraturan. Usianya mungkin hanya beberapa tahun di atas kakeknya, tapi berbeda dengan sang kakek yang suka berolahraga dan berasal dari latar belakang militer-- bahkan masih bisa mengangkat Zach dengan mudah, Bibi Ann terlihat jauh lebih tua.
Zach bisa dengan mudah menemukan kerutan-kerutan di banyak tempat, tapi untuk wanita seusianya, Bibi Ann masih sangat kuat dan cekatan.
"Aku tidak bermaksud mengajakmu turun, " ucap Bibi Ann setelah beberapa saat. Keduanya menatap datar ke arah bukit di sekitarnya.
Sibuk merangkai kalimat yang ingin diucapkan untuk satu sama lain. "Ada yang mengganggu pikiranmu, Tuan Muda?"
Zach berdecak sebal. "Sudah ku bilang jangan memanggilku seperti itu jika hanya ada kita berdua, Bibi."
Bibi Ann tertawa pelan. Merasa lucu pada tuan muda kecilnya yang bisa kesal karena hal-hal sepele. "Baiklah... baiklah? Ingin bercerita, Our Little Prince, Andrew?"
Zach menoleh sekilas karena panggilan itu sebelum kembali menatap ke arah depan. Ada perasaan aneh yang melingkupinya.
Mengapa namanya sendiri jadi begitu asing di telinganya? Sejak tinggal di Owlsville dan membiasakan diri dengan nama Zach Lautner yang kini disandangnya, Zach hampir melupakan nama aslinya.
Tidak ada lagi yang memanggilnya dengan nama Andrew. Bahkan kakek dan Sam. Mereka semua seolah sepakat membentuk Zach menjadi pribadi yang baru. Seutuhnya.
Namun, Bibi Ann berbeda. Bibi Ann adalah satu-satunya penghubung antara dirinya dan Windsover Palace tempat keluarganya tinggal.
Wanita tujuh puluh tahun itu merupakan tetangga kakeknya dulu dan juga pengasuh Ratu dan ketiga anaknya. Saat keluarganya memintanya pindah ke Owlsville, Zach tidak banyak protes. Dia hanya mengajukan satu syarat, meminta Bibi Ann untuk ikut bersamanya.
Jadi bisa dikatakan bahwa Bibi Ann adalah kekuatan dan kelemahan terbesarnya saat ini. Dia tidak yakin bisa menyembunyikan sesuatu dari wanita berinsting kuat itu.
"Apa aku terlihat seperti seseorang yang sedang menyimpan banyak pikiran?" tanya Zach sambil mengusap lututnya yang sedikit pegal.
"Ya, terlihat jelas sekali di wajahmu. "
" Aku hanya merasa ini sesuatu yang wajar. Aku remaja, jadi pikiranku dipenuhi hal-hal yang sedikit mengganggu. "
"Misalnya?"
Zach terlihat ragu. Namun, dia juga sadar butuh pendapat orang dewasa untuk mengatasi pikiran-pikirannya yang mulai membuat kewalahan.
"Bibi tahu, aku biasanya tidak peduli dengan apapun pencapaian kakak-kakakku. Buatku itu tidak sebanding dengan kebebasan yang selama ini ku dapat.
"Mereka bersinar, tapi mereka tidak bebas. Tapi belakangan, aku merasa sedikit berbeda. Aku bisa sangat sensitif hanya karena melihat foto keluargaku di surat kabar. Atau saat melihat ibu terlihat akrab dengan anak-anak panti asuhan. Aku merasa seperti kami berjarak sangat jauh. Apa itu wajar?"
Bibi Ann terdiam sejenak. Ini pertama kalinya dia mendengar anak yang diasuhnya sejak bayi itu mengungkapkan perasaannya.
Selama ini Zach terkenal dengan sikapnya yang tidak peduli sekitar, menikmati hidup dengan caranya bahkan terkesan menyebalkan.
Jadi mendengar anak itu menceritakan hal yang berhubungan dengan perasaan adalah sesuatu yang baru untuknya. Dia tidak ingin salah berucap.
"Wajar tentu saja. Itu karena kau mulai lebih peka dengan sekitar. Lalu, apa perasaan itu mengganggu? Cukup menganggu sampai membuatmu kesulitan menjalani rutinitas? Jika, ya, berarti memang harus dibicarakan. "
"Ya, cukup mengganggu. Aku jadi tidak bisa seperti biasanya. Kepalaku dipenuhi hal-hal tidak masuk akal. Bibi tahu, perasaan negatif tentang ayah, ibu dan saudara-saudaraku.
"Seolah-olah mereka bisa melupakan keberadaanku suatu saat nanti. Aku tidak ingin punya perasaan seperti itu. Sama sekali tidak ingin. Rasanya buruk sekali menyimpan perasaan seperti itu untuk keluarga sendiri, " suaranya melirih di akhir.
Zach tidak tahu apa Bibi Ann menangkap maksudnya dengan baik atau tidak. Ketakutannya lebih dari ini, tapi dia sama sekali tidak bisa menjelaskan semuanya dengan baik.
Dia hanya berharap wanita di sampingnya ini mengerti tanpa perlu dijelaskan lebih jauh.
Bibi Ann amat, sangat mengerti. Jadi dibanding bertanya lebih jauh, wanita itu hanya merentangkan lengannya untuk meraih Zach dalam pelukan. Mengusap lembut puncak kepala anak yang menjadi kesayangannya selama ini.
"Kau ingin kembali ke istana?" Zach menggeleng ribut. Tidak. Bukan itu yang dia mau. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia mau. Mengucapkan sesuatu seperti 'perhatian' jelas sangat memalukan untuknya. Jadi dia hanya bisa menggeleng untuk saat ini.
"Kau ingin aku bicara pada ibumu? Tentang kunjungan rutin misalnya?" Lagi-lagi hanya gelengan. Zach benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan dan sepertinya Bibi Ann menyadari itu. Di bawanya anak itu untuk kembali duduk tegak, mereka saling berpandangan sekarang.
"Drew, kau tahu kan semua yang dilakukan keluargamu selama ini untuk melindungimu?" Zach hanya mengangguk.
"Mungkin kau bertanya-tanya kenapa mereka seolah bersikap berlebihan seperti itu, tapi dunia luar tidak sebaik yang kau bayangkan. Kau lahir dengan keadaan berbeda, jadi perlakuan padamu juga berbeda. Kami berharap kau benar-benar bisa mengerti ini."
Zach mengalihkan pandangannya. Lagi-lagi dia yang diminta untuk mengerti. Segala perlakuan yang berbeda, perhatian yang dia terima, bahkan intensitas pertemuan yang tidak bisa dibandingkan dengan kedua kakaknya, dia yang harus mengerti.
Jujur saja, Zach muak dengan semua itu. Ingin sekali dia meluapkan semuanya, bukan pada Bibi Ann, tapi pada orang tuanya. Namun, jangankan meluapkan, dia bahkan lupa kapan terakhir kali mereka bertemu.
"Begini saja. Kalau kau belum tahu apa yang kau inginkan untuk membuat perasaanmu membaik, aku akan memberimu waktu semalaman ini. Jika sudah ketemu, kita akan membicarakannya dengan ibumu, bagaimana?"
Melihat keraguan pada anak remaja di depannya, Bibi Ann menambahkan, "Nak, kalian anak-anak muda mungkin tidak tahu bagaimana pikiran orang tua kalian bekerja. Tapi setidaknya, orang tua kalian pernah berada di usia dan situasi yang sama seperti kalian. Jadi daripada menyimpan salah paham satu sama lain akan lebih baik jika dibicarakan dan mencari solusi yang paling tepat."
Zach akhirnya mengangguk lagi, tahu bahwa tidak penting jika dia ingin mendebat sekarang. Urusannya dengan kedua orang tuanya, bukan pengasuhnya.
Dan dia mendapat ide cemerlang untuk membuat orang tuanya, atau setidaknya ibunya, ke Owlsville dalam waktu dekat.
Menyadari suasana hatinya yang sedikit membaik, dia berencana untuk turun dan kembali ke dalam rumah. Tiba-tiba dia merasa lapar.
"Bibi ayo turun. Aku lapar, " ucap Zach sambil bertumpu pada kedua tangannya, bersiap-siap untuk bangun.
Namun, baru beberapa detik dia berhasil berdiri dengan tegak, keseimbangannya tiba-tiba goyah karena kakinya yang kesemutan.
Zach hampir saja terjatuh dengan keras andai kedua lengan Bibi Ann tidak menahannya dan membantunya untuk duduk kembali. Zach meringis merasakan pergelangan kaki dan lututnya yang terasa sakit.
"Diam sebentar. Mana yang sakit?" tanya Bibi Ann sambil berusaha mengangkat celana yang dikenakan Zach. Untungnya anak itu tengah mengenakan celana berbahan longgar yang memudahkannya melihat keadaan kakinya.
"Lutut. Pergelangan kaki juga. Sepertinya karena terlalu lama ditekuk."
Bibi Ann tidak menanggapi. Dia hanya memeriksa bagian yang disebutkan oleh Zach.
Saat tangannya bergantian menyentuh lutut dan pergelangan kaki anak itu, ada perbedaan suhu yang dia rasakan, terasa lebih hangat dibanding bagian yang lain, dan jika dilihat lebih dekat ada memar di beberapa tempat walau masih sangat samar.
Bibi Ann menghela napas frustasi. Ini sama sekali bukan karena kesemutan, dia tahu itu. Pendakian singkat yang mereka lakukan lah penyebabnya.
Ada kekhawatiran terselip di antara raut wajahnya yang berusaha dia tunjukkan setenang mungkin. Dia mengambil ponsel kecil di sakunya dan menekan nomor panggilan cepat.
Tanpa mengucapkan salam pembuka, Bibi Ann langsung menyampaikan maksudnya pada orang yang ada di seberang panggilan.
"Ke atas bukit sekarang. Aku butuh bantuanmu untuk membawa Tuan Muda turun. "
Tbc
*******
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top