Chapter 2 - Grave and Revenge

Alih-alih terus mengikuti para pengendara hitam untuk menuju ke dalam istana dengan jubah yang melindunginya, Nicholas memilih diam dan berpikir ulang untuk tindakan yang selanjutnya.

Sebab dia masih ingat dengan peringatan yang diberikan oleh Gregory padanya. Bahwa untuk mengalahkan para pengendara hitam yang tidak berada di waktu gerhana bulan saja, Nicholas akan sangat kesulitan. Terlebih mereka saat ini baru saja mendapatkan kekuatan besarnya.

Pemuda itu lantas berbalik badan.

Dia berniat kembali ke pinggiran hutan, tempat dimana rumahnya berada yang kini sudah menjadi abu.

Tapi tiba-tiba terdengar suara genderang yang bertalu-talu dari arah Istana. Suaranya sangat nyaring, sampai Nicholas merasa kalau seluruh penjuru hutan bisa mendengar suara tersebut.

Tak hanya satu. Tapi ada lebih dari lima genderang yang berbunyi saling bersahutan satu sama lainnya. Nicholas mendengar suara tabuhnya dari jarak dekat, dan merasakan energi aneh yang membuatnya merasa sakit hingga sangat kehilangan.

Sampai akhirnya, di seluruh tembok Istana kini terlihat ada banyak bendera berwarna biru tua yang dikibarkan. Bendera yang mengartikan bahwa Istana tengah berduka. Dan tebakan Nicholas benar, sebab seorang penjaga Istana pun keluar dari gerbang timur untuk memasang sebuah pengumuman besar di sana.

Nicholas baru membaca pengumuman itu dan berdecih sendiri. Pantas saja banyak bendera putih yang terpasang di depan rumah penduduk di pusat kota Sinanese.

"Aku turut berduka, Yang Mulia ...," ucap Nicholas. "Tapi maafkan aku. Sebab esok, aku tak bisa mengantarkan Yang Mulia ke pembaringan terakhir Yang Mulia," tukasnya lagi.

Nicholas menatap tembok tinggi dan gerbang yang sebelumnya membiarkan para pengendara hitam masuk dengan sorot mata tajamnya sekali lagi. Napasnya ditarik sangat dalam, dan pria itu mengembuskannya juga sangat keras.

Pikirannya berkecamuk. Dan banyak keinginan yang meraung dalam hati.

Namun dia kemudian memilih pergi dan menghilang di tepian hutan. Dibandingkan harus mengikuti upacara pemakaman Raja Arthur yang sudah pasti dihadiri banyak orang dan akan selalu dikenang oleh mereka. Nicholas memilih untuk melakukan upacara pemakaman untuk Sang Ibu, yang juga baru berpulang beberapa waktu lalu.

Meski Nicholas hanya bisa melakukannya tanpa jasad Ibunya yang sudah berubah menjadi abu.

**

Seperti dugaan Nicholas.

Pemakaman Raja Arthur memang dihadiri oleh banyak orang. Tak hanya rakyat asli Kerajaan Sinanese saja yang datang untuk memberi penghormatan terakhir pada Raja Arthur, tapi juga beberapa Rakyat dari Kerajaan di sekitar Wilayah Sinanese.

Para Raja dan petinggi Kerajaan-Kerajaan tersebut juga sudah datang sejak satu jam setelah diumumkannya kematian Sang Raja.

Tidak ada pergolakan seperti yang dikhawatirkan sebelumnya oleh Rudolf. Meski tetap saja, seluruh prajurit dan Jenderal diminta tetap bersiaga di pos-nya masing-masing.

"Pangeran Harvey ...!" sapa Raja Yuhan—dari Kerajaan Majak.

Beliau memberikan penghormatan terakhir pada Raja Arthur dan menyapa putranya yang berdiri persis di samping peti jenazah Sang Raja.

"Saya turut berduka, atas kematian Raja Arthur. Saya harap ... masa berduka di Sinanese bisa segera berakhir, dan berubah menjadi masa kebahagiaan kembali." Raja Yuhan berkata sambil sedikit menundukkan kepalanya.

Sayang, ucapan tulus dari Raja Yugo kini malah dijawab dengan cara yang berbeda oleh Pangeran Harvey.

Pria yang memiliki julukan sebagai Pangeran Kegelapan itu, terlihat tersenyum sinis dengan mengangkat salah satu sudut bibirnya di hadapan Raja Yuhan. Di balik topeng hitam yang menutupi sebagian wajahnya kini, Raja Harvey bahkan memberikan tatapan tajam yang membuat Raja Yuhan merasa tidak nyaman.

"Kalau memang kau menginginkan hal itu ..." Harvey mulai buka suara. "Lantas untuk apa, prajurit Kerajaan Majak bersembunyi di antara bebatuan dan pepohonan yang ada di hutan Kerajaan Sinanese sejak dua malam lalu?" tanya Pangeran itu.

Raja Yuhan terdiam dan menelan salivanya sendiri dengan kasar.

Kepalanya semakin tertunduk dalam. Hingga dia tak berani lagi membalas tatapan dari Pangeran Harvey.

"Tapi tenang saja ...!" ucap Pangeran Harvey yang kini seperti sedang berbisik. "Mereka sudah berubah menjadi abu. Dan akan jadi pupuk yang bagus untuk seluruh tanaman di hutan Sinanese, mulai malam ini!"

Mendengar ucapan Pangeran Harvey yang kemudian menyunggingkan kembali senyumannya. Raja Yuhan rasanya lemas luar biasa. Dia tahu kalau dia sudah kalah telak. Bahkan sebelum perang dimulai.

Raja Yuhan bahkan hampir oleng, dan mengejutkan beberapa orang di belakangnya.

Tapi dia terus mencoba untuk mengontrol diri. Sekaligus menenangkan emosinya, setelah mengetahui nasib dari para prajurit Kerajaannya saat ini.

"Tolong bawa dia pergi! Dia terlalu sedih atas kematian Sang Raja!" perintah Pangeran Harvey.

Raja Yuhan pun diantarkan kembali ke tempat duduknya. Sementara Pangeran Harvey kembali menerima penghormatan terakhir dari Para Raja lain yang hadir malam itu di Istana. Tentu saja, peringatan yang diberikan kepada Raja Yuhan, tak hanya diberikan padanya saja. Tapi juga pada Raja lain yang melakukan tindakan serupa.

**

Bau asap dupa dan wewangian bunga Tulip yang ditiup angin membuat aromanya tersebar hingga beberapa meter dari titik rumah Nicholas sebelumnya.

Tanpa diduga, Gregory yang ditinggalkan Nicholas malam itu untuk mengejar para pengendara hitam, justru memilih untuk membangun ulang rumah kecil milik Nicholas dengan kekuatan sihirnya yang hebat.

Hal ini dilakukan Gregory, juga sebagai permintaan maaf untuk Nicholas dan Ibunya yang harus kehilangan dunia dalam waktu singkat. Serta menyiapkan tempat bagi Nicholas melakukan upacara pemakaman bagi Martha saat ini.

"Semoga kau bisa tenang di alam sana, Ibu. Aku akan selalu mendoakan ketenangan untukmu ..." Nicholas berkata dengan tulus dan masih meneteskan air matanya.

Dia ditenangkan oleh Gregory yang menepuk pundaknya beberapa kali sebagai tanda pemberian semangat.

Mereka menyelesaikan upacara pemakamannya dalam waktu yang cukup singkat. Sisa abu dari jasad Martha yang masih bisa dikumpulkan, kemudian dibawa ke atas bukit untuk disebarkan.

"Apa rencanamu setelah ini, Nich?" tanya Gregory setelah semuanya berakhir.

"Entahlah, Paman." Nicholas menatap lurus ke arah jurang yang langsung berbatasan dengan sebuah sungai dalam, tempat mata air suci bermuara.

Suara kicau burung yang mengiringi penghantaran abu jasad Martha pun terdengar cukup riuh, hingga Nicholas tergugah untuk melihat juga ke arah langit.

"Mungkin nasibku sama dengan burung-burung itu ... tak ada tempat tinggal yang pasti, karena sarangku telah dihancurkan!" tukas Nicholas kemudian.

Gregory menarik napas panjang dan menundukkan kepalanya.

"Maafkan aku ... bukan maksudku untuk membakar rumahmu malam tadi. Hanya saja--"

Nicholas tersenyum dan menoleh pada Gregory. "Bukan sangkar yang seperti itu, Paman! Tapi Ibuku ...," ucapnya. "Aku tak lagi punya rumah yang bisa aku tuju. Dan aku merasa tak tahu harus melanjutkan hidup untuk apalagi sekarang."

Mendengar penuturan Nicholas, terbersit sebuah ide gila di dalam kepala Gregory. Ide gila yang sebenarnya ingin dilakukan Nicholas juga malam tadi. Tapi sempat dihalangi oleh pria itu lebih dulu, dengan berbagai alasan.

"Kau ... tak mau tahu alasan Para Pengendara Hitam itu membunuh Ibumu, Nich?" Dengan sedikit ragu, Gregory coba menanyakan kepada pemuda tersebut.

Kening Nicholas mengernyit sedemikian rupa. Wajahnya terlihat menunjukkan ekspresi sangat serius. Dan dia langsung mengubah arah tubuhnya jadi sepenuhnya menghadap pada Gregory yang berdiri persis di sisi kirinya.

"Kalau aku jadi kau ... aku akan mencari tahu soal itu," ungkap Gregory lagi.

"Tapi bukankah Paman yang menghalangi aku melakukannya? Paman hanya menyuruh aku membuntuti mereka dan memperingatkan agar tak melawan mereka. Lagipula ..." Nicholas agak ragu menceritakan apa yang dia lihat semalam kepada Gregory.

"Lagipula?" Gregory mengulang satu kata yang dilontarkan oleh Nicholas.

"Aku melihat kalau mereka masuk ke dalam Istana Kegelapan malam tadi. Tepat ... di gerbang Istana sebelah Timur! Dimana Istana Kegelapan ada di sana, Paman! Aku ..." Nicholas membuang muka dan mulai terlihat resah. "Aku tak tahu apakah aku bisa melawan mereka jika itu terhubung juga dengan Istana Kegelapan!" ungkap Nicholas.

Wajah Gregory mendadak berubah pucat. Matanya kini tak lagi fokus dan gerakan tangannya, menunjukkan kalau dia cukup gelisah menerima informasi yang diberikan oleh Nicholas.

Dia tak menyangka, kalau rumor yang sering ia dengar rupanya benar.

Kemenangan Kerajaan Sinanese selama ini dalam menduduki setiap Kerajaan di wilayah Southeast, adalah karena bantuan dari para pengendara hitam yang dipelihara oleh Pangeran Harvey. Namun tidak ada satu pun yang melihat langsung mereka memasuki Istana. Bahkan tidak ada yang tahu keberadaan mereka di dalam Istana selama ini.

Oleh sebab itu, semuanya dianggap sebagai rumor tak berdasar yang ingin menghancurkan Raja Arthur dan pemerintahannya.

"Paman ...? Ada apa?" tanya Nicholas yang khawatir.

"Nich ... apa kau yakin, kau melihat mereka masuk ke dalam sana? Maksudku ... benar-benar masuk dengan membuka pintu gerbang. Atau masuk dengan cara menyerang pertahanan gerbang Istana?" tanya Gregory memastikan sekali lagi.

Awalnya Nicholas agak bingung dengan arah pertanyaan Gregory.

Tapi kemudian dia mengangguk tegas dan menjabarkan semua yang dia lihat. Sekaligus membenarkan kalau para pengendara hitam itu masuk dengan cara benar. Dibukakan pintu gerbangnya oleh penjaga dan dibiarkan masuk begitu saja.

"Sebenarnya ada apa, Paman? Kenapa Paman menanyakan hal seperti ini?"

Gregory pun menceritakan rumor yang ada. Dia juga mengatakan, jika benar yang dilihat oleh Nicholas malam tadi. Maka dia punya cara untuk membalaskan dendam Martha, sekaligus mengetahui alasan kematian Sang Ibu.

"Apa kau sudah tahu, kalau Raja Arthur meninggal dunia malam tadi?" tanya Gregory yang dijawab anggukan oleh Nicholas. "Dengan turunnya Raja Arthur, maka Pangeran Harvey pasti akan naik tahta dan menggantikannya. Dengan cara ini ... kau bisa berjuang untuk masuk ke Istana sebagai Pengawal Sang Raja yang baru!" jelas Gregory.

"Tapi ... kalau ternyata Raja yang baru tak mengadakan kompetisi untuk mencari pengawal yang baru, bagaimana Paman? Dan lagi ... kemampuanku masih kurang sekali untuk bisa memenangkan kompetisi semacam itu!" tukas Nicholas.

"Tunggu sebentar!" Gregory berbalik badan.

Dia berjalan menuju dataran landai dan mulai mengambil batu-batu kecil yang dia akan gunakan sebagai alat hitung sementara. Membuat Nicholas juga merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Gregory saat ini.

Dia mendekati Gregory dan mulai memperhatikan dengan baik formasi yang dibuat pria itu.

"Malam tadi adalah malam bulan purnama yang ke-27.893. Artinya ... sekali pun ada pengangkatan Raja Baru ... mereka tidak akan melakukannya dalam waktu dekat. Sebab dalam dunia manusia serigala, malam bulan purnama dianggap sebagai malam yang penuh musibah." Gregory terlihat bergumam sendiri. "Jika ditambah dengan masa berkabung yang biasanya dilakukan selama 60 hari ... maka Tahta akan kosong dalam waktu yang cukup lama. Sekitar 90 sampai 120 hari. Maka kalau seperti ini keadaannya ...."

"Paman menghitung apa?" Nicholas memperhatikan lagi dengan lekat setiap batu yang dijajar sedemikian rupa oleh Gregory untuk coba memahami maksudnya.

"Kau tahu wilayah Wailia, Pumia dan Paulakian?" tanya Gregory tanpa menjawab pertanyaan Nicholas lebih dulu.

"Yah ... aku pernah datang ke sana bersama beberapa warga. Tapi hanya singgah sebentar, atau melihat dari jauh. Kenapa Paman?" tanya Nicholas lagi.

"Pergilah ke tiga tempat itu dan temukan mutiara merah milik Ibumu yang hancur dan terbagi di ketiga wilayah tersebut! Jika perhitunganku tepat, maka kau akan mendapatkan kekuatan yang cukup untuk memulai pelajaran bersamaku! Dan kau ... akan mendapatkan kemampuan juga untuk menjalani kompetisinya! Kompetisi ... yang pasti akan dilakukan oleh Pangeran Harvey, jika menilik dari sikapnya selama ini!"

Nicholas pun buru-buru duduk di sisi Gregory. Dia coba untuk memastikan lagi semua ucapan dari pria tersebut.

"Bagaimana Paman tahu kalau Ibu punya mutiara merah dan terpecah di sana?"

"Dulu saat Ibumu datang ke bukit tempat tinggalku. Dia memintaku untuk mengajarimu Ilmu yang bisa membuatmu jadi sosok Serigala yang sangat kuat. Dengan Ilmu sihir, Ilmu beladiri, sekaligus Ilmu ramuan. Tapi karena tahu bahwa setiap manusia serigala yang menjadi muridku harus punya bekal Ilmu yang mumpuni lebih dulu ... maka dari itu, dia menceritakan tentang mutiara miliknya. Dia mengatakan ... jika kau berhasil mengambil mutiara itu, maka kau akan punya kemampuan dasar untuk menjadi muridku." Gregory menjelaskan panjang lebar.

"Jadi aku harus ke sana dan memastikan untuk mendapatkan semuanya, baru nanti aku bisa mempelajari Ilmu lainnya dari Paman?"

Gregory mengangguk.

Dia pun memberikan banyak petuah sekaligus instruksi yang harus diikuti oleh Nicholas untuk sampai ke Wilayah Wailia lebih dulu dengan jalan tercepat. Barulah ke Wilayah lain, dengan berbekal potongan mutiara pertama yang berhasil di dapatkan oleh Nicholas nanti.

Tak hanya itu, Gregory memberikan sebuah buku kecil berisi mantra yang bisa dibaca dan dihafalkan Nicholas sebagai bekal perjalanannya menuju Wailia.

"Ingat Nicholas! Kau hanya punya waktu 30 hari untuk berangkat dan sampai kembali ke Sinanese! Setelah itu ... kau masih harus mempersiapkan dirimu dengan berlatih denganku. Dan memperdalam Ilmu mantra serta beladiri yang kau miliki. Persiapanmu sampai kompetisi mungkin hanya 90 hari. Jadi pergunakan dengan sebaik-baiknya!" tukas Gregory kepada Nicholas.

Dan persis seperti yang diinstruksikan pria itu, Nicholas langsung menuju pelabuhan kota Sinanese. Melewati para pelayat yang sedang menangisi kepergian Raja Arthur.

Hingga tanpa sengaja berpapasan juga dengan Sang Pangeran Kegelapan, Pangeran Harvey.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top