21 || Agora

❃❃❃

AGORA sudah dipadati oleh rakyat Thebes yang berkumpul untuk musyawarah. Mereka mengantri untuk mengisi daftar panjang pertanyaan yang mungkin bisa disampaikan kepada Orakel Delphi saat hari konsultasi tiba. Kesempatan konsultasi ini memang disambut antuasias karena Apollo hanya diketahui hanya mau menurunkan ramalannya kepada Pythia sebulan sekali, kecuali saat dia pergi ke Hyperborea selama musim dingin.

Jika tanggal konsultasi tiba maka seluruh orang Yunani akan bertandang ke Delphi. Mereka berbondong-bondong ke sana untuk mengintip nasib, entah itu permasalah kenegaraan maupun pribadi. Namun, tidak semua pertanyaan akan dijawab oleh Orakel Delphi. Beberapa orang pun seringnya harus rela pulang dengan gigit jari karena sang dewa tidak berkenan untuk menjawab pertanyaan mereka atau menundanya hingga di saat yang tepat.

Sementara dia mendekap terwelunya di antara lengannya, Leora pun mengamati sekitaran balai kota yang padat penduduk. Antrian mengular hingga mencapai jalanan pasar, terlihat semakin panjang ketika dia melewati gapura masuk. Meskipun wanita memang tidak diperbolehkan mengikuti acara musyawarah secara langsung, tetapi mereka diizinkan untuk mendukung aktivitas agora.

"Sejak kapan kau memelihara terwelu?" tanya Arsen ketika menangkap hewan berbulu yang dipeluk adiknya.

"Sudah sejak beberapa waktu yang lalu."

"Apa pemburu itu yang memberikannya padamu?" selisik Arsen.

Gadis itu menghela napasnya panjang. Kenapa semua orang salah paham saat melihat peliharaannya?

"Tidak. Aku menemukannya di halaman Asklepion."

"Mungkin dia sengaja melepaskannya di sana," gumam rendah Arsen sehingga Leora memutar bola matanya.

"Apa aku tidak boleh melihat ke dalam?" tanyanya saat melihat pintu gedung balai kota yang tertutup rapat, tetapi terdengar riuh di dalam.

"Tidak boleh. Itu aturannya."

"Padahal aku penasaran."

Dia melirik sekali lagi, merasa penasaran dengan diskusi yang berlangsung. Para pria terdengar heboh seperti saat menonton pertandingan gulat. Sayangnya sekeras apa pun dia berusaha mengintip ataupun mencuri dengar, tidak ada hal yang bisa ia dapatkan selain kegaduhan.

"Percayalah, di dalam sana sangat membosankan."

Wajah Leora mencomel. "Yang aku dengar justru kebalikannya."

"Salam, Pangeran. Maaf aku terlambat."

Seketika Leora pun menoleh ke belakang ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Kemarin dia memang mengatakan kalau laki-laki itu boleh melihat musyawarah di agora. Namun, dia tidak menyangka kalau mereka akan benar-benar bertemu di sana seperti sekarang.

"Tuan Aetius! Aku senang kau berkenan memenuhi ajakanku!" balas Arsen berseru. "Tenang saja, acaranya masih belum selesai."

Leora mengangkat kedua alisnya, masih menatap Arsen seolah sedang meminta penjelasan darinya. Melihat Leora yang memberikan tatapan penuh tanda tanya, Arsen pun justru balik bertanya, "Kenapa?"

"Kau tidak bilang padaku kalau kau mengajak Tuan Aetius kemari."

"Kenapa aku perlu memberitahumu?" Arsen membalikkan pertanyaannya sehingga Leora kehilangan kata-katanya.

"Kau tahu kan, Adelfi? Tuan Aetius akan berada di sini lebih lama. Jadi, akan lebih baik kalau aku mengenalkan Thebes lebih banyak padanya," imbuh Arsen seraya merangkul pundak Aetius yang sedang mendengarkan perbincangan mereka. "Benarkan, Tuan Aetius?"

Laki-laki itu mengangguk setuju. "Aku senang atas perhatian Anda."

Arsen terkekeh dengan menepuk pundaknya, sedangkan Leora hanya menggeleng-geleng tak percaya. Dia melirik Aetius untuk mencari pencerahan,  tetapi laki-laki itu hanya tersenyum kecil padanya. Sama sekali tidak ada penolakan maupun komentar darinya.

"Kau tidak keberatan kalau aku mengajaknya kan, Leora?"

"Tentu saja tidak, Adelfos."

Arsen tersenyum lebar lalu berseru, "Baiklah! Kalau begitu, aku akan masuk bersama Tuan Aetius dan kau bisa pergi ke Stoa Thyone."

"Tapi—!"

"Kami pergi dulu!" pungkasnya cepat-cepat membawa Aetius pergi bersamanya. Meninggalkan Leora yang masih tercengang di belakang mereka.

"Apa yang barusan aku lihat?" Dia mengerjapkan matanya cepat lalu menoleh kepada Helota. "Apa dia juga mengajak Jonas?"

"Sepertinya tidak, Putri. Aku lihat Pangeran Jonas masih berada di tempatnya pagi ini."

"Orang Athena memang seharusnya tidak mendengar permasalah kita," gumamnya kecil sembari menatap punggung mereka yang semakin menjauh. "Semoga saja Aetius tidak mendapat pertanyaan konyolnya."

Leora kemudian berbalik lalu berjalan duluan dengan gerakan berat. "Ayo, Helota. Kita harus ke Stoa Thyone."

Serambi panjang yang menghubungkan dua bangunan itu sudah dipenuhi oleh rombongan wanita istana. Mereka tengah membagikan bahan makanan dan beberapa koin emas kepada rakyat yang masih mengantri di luar gapura. Inilah tugas mereka dalam mendukung aktivitas agora, yakni dengan bersedekah dan memperhatikan kebutuhan para pengusul masalah.

Leora langsung mengambil posisinya di antara mereka. Bergabung untuk mengulurkan bungkusan yang sudah ditata di atas meja. Setidaknya dengan berlaku seperti ini terasa lebih bermanfaat daripada hanya menunggu dan duduk di luar.

Gunungan karung gandum yang berada di belakang mulai merendah. Puluhan keranjang zaitun dan buah ara yang baru saja dipanen juga nyaris ludes. Antrian yang sempat mengular hingga ke gerbang luar, kini mulai berangsur berkurang. Membuat sekitar yang sesak menjadi lebih longgar.

Tidak terasa, Leora sudah berada di sana hingga sore tiba. Beberapa orang yang menyampaikan keluhan dan pendapat sudah mulai berhamburan keluar. Menandakan kalau musyawarah dengan sang raja sudah hampir selesai digelar. Sementara barang sedekah di Stoa Thyone sudah habis disalurkan, Leora pun mulai memberesi sisa-sisanya.

"Apa kau mau menemaniku ke Amphion?" tanya Akalle yang sedang membantunya berberes-beres sebelum mereka kembali ke istana.

Leora melirik terwelunya yang tengah tertidur di keranjang dekat tempat duduk. "Sepertinya aku akan kembali saja."

"Ayolah, Leora! Aku jarang keluar rumah jika tidak ada acara semacam ini," mohon Akalle dengan mata yang membulat.

Leora pun merasa iba saat melihatnya. "Baiklah, tapi aku tidak bisa lama-lama."

Ketika Akalle asyik berjingkrak di sampingnya, suara manis itu tertangkap oleh telinganya. "Putri?"

Leora langsung mendongak untuk menatap pemanggilnya. Dia tidak mengantisipasi kalau Aetius sudah berdiri di depannya. "Apa musyawarahnya sudah selesai? Kenapa kau menyusulku kemari?"

"Baru saja selesai," jawab Aetius yang kemudian menyapa gadis disebelah Leora dengan sebuah anggukan kepala. "Aku hanya ingin menemuimu."

Melihat situasi yang tidak kondusif baginya, Akalle pun langsung bergerak cepat. "Leora, aku baru ingat kalau ibuku menyuruhku untuk mampir ke tempat Evander," alibinya yang bergegas menjinjing keranjangnya.

"Katamu ingin ke Amphion!"

"Lain kali saja!" pungkasnya menyengir lalu melesat pergi dari sana. "Aku duluan ya!"

"Apa masih banyak?" tanya Aetius sembari membantunya memberesi keranjang yang tersisa.

"Tinggal beberapa," balas Leora yang kemudian balik menatapnya. "Apa yang kalian lakukan di tempat musyawarah?"

"Hanya mendengarkan keluhan dan melihat hal yang membosankan."

"Apakah benar-benar tidak menarik?" kekeh Leora saat melihat ekspresi Aetius yang jemu. "Mau melihat sesuatu yang lain?"

Mata Aetius kembali cerah. "Kalau bersamamu, tentu saja aku mau!"

Leora mengedarkan pandangannya sejenak untuk memeriksa kerumunan. Dia menoleh kepada Helota yang memberikan lampu hijau dari belakang. Kemudian saat rombongan dayang mulai beranjak kembali ke istana, Leora langsung menarik tangan Aetius agar ikut bersamanya.

"Ayo!"

"Apa yang akan kita lakukan?" sergahnya yang tersentak oleh tindakan Leora yang tak terduga itu.

"Menghilangkan kebosananmu."

Manik mata Aetius kembali membulat. Genggaman tangan mereka terasa semakin erat dan mendebarkan. Semakin lama tautan itu dirasa, semakin sulit pula bagi mereka untuk melepaskannya.

Leora sama sekali tidak tahu dari mana keberaniannya itu berasal. Dia hanya mengikuti aliran adrenalin yang terasa semakin deras di tubuhnya. Namun, ketika Aetius terlihat semakin antusias dengan permainannya, dia justru melepaskan genggaman tangan mereka dengan sengaja.

"Ayo kejar aku!" serunya menggoda Aetius.

Leora terkikih pelan saat melihat Aetius yang kelabakan di belakangnya. Dia berlari kecil untuk membaur di antara orang yang berlalu-lalang. Menyelinap di antara kain-kain yang dibentangkan tinggi di sekitar Amphion bukan untuk bersembunyi dari Aetius, melainkan untuk menyembunyikan debaran jantungnya yang semakin tak karuan.

Dia berhenti sejenak di antara kain-kain lebar yang berlapis dan terentang tinggi. Mengeratkan tangannya lalu menyentuhkannya ke atas dada. Ledakan itu semakin membuncah di hatinya. Terasa tak bisa dihindari lagi meskipun ia masuk ke lubang terkecil sekalipun. Ketika dia mengira sudah berhasil mengelabuhi Aetius di antara tirai yang tergantung, sentuhan hangat itu kembali menyengat kulitnya.

Leora membalikkan tubuhnya, melebarkan matanya ketika Aetius sudah menemukan keberadaannya. Senyum cerah yang terpatri di bibirnya membuat Leora kembali mendesir. Jatuh dalam pesonanya untuk yang kesekian kali.

"Jangan bersembunyi dariku, Leora," ucapnya sehalus sutra, mengubah waktunya menjadi stagnan.

Gadis itu mengatur napasnya yang nyaris tertahan. Berjibaku dengan debaran keras yang nyaris mengilangkan gravitasinya. Di saat semua ombak kembali menerjang perasaannya, dia pun membalas dengan seulas senyum. "Aku tidak akan sembunyi darimu."

Sekarang justru Aetius yang tampak menahan dirinya. Tangan kirinya tampak mengepal di belakang tubuhnya, mencegah agar pertahanannya tidak runtuh saat itu juga. Namun, tangan kanannya justru mengabaikan perintahnya karena terulur begitu saja untuk menyematkan rambut Leora ke belakang telinganya.

"Meskipun kau berusaha lari dariku, aku akan tetap menemukanmu."

❃❃❃

Leora masih mematri ingatan manis itu hingga ia kembali ke istana. Jalan-jalan sore ini tidak bisa ia lupakan barang sejengkal saja. Saat dia sudah berhenti di depan pintu kediamannya, pipinya pun terkembang saat menatap Aetius yang mengantarkannya pulang.

"Terima kasih sudah mengantarku kembali."

"Sudah kewajibanku untuk mengantarmu pulang dengan selamat, Putri," jawab Aetius dengan sedikit membungkukkan badannya.

Tawa Leora mengalun lembut bersamaan dengan semburat rona di pipinya. "Apa yang akan kau lakukan besok?" tanyanya berharap kalau laki-laki itu akan meluangkan waktunya lagi seperti hari ini.

Sayangnya, gerak-gerik ragu Aetius justru menandakan hal lain. Dia terlihat menundukkan kepalanya sebentar sebelum memberikan jawabannya. "Sebenarnya, aku harus pergi selama beberapa hari."

Bahu Leora sedikit merosot. "Kau mau pergi ke mana?"

"Aku harus ke Delphi."

"Apa kakakku mengajakmu ke sana?"

"Tidak."

"Jadi, kau mau mencari ramalan?" tanya Leora lagi dengan alis yang bertautan.

Aetius kembali mendongak dengan mengulum bibirnya. Ada rasa pahit yang tertahan di lidahnya saat akan melontarkan kalimatnya. "Maaf, Leora. Aku belum bisa memberitahumu sekarang, tapi ada sesuatu yang harus aku lakukan di sana."

Dahi Leora mengernyit tipis. Jika kepergian Aetius ke Delphi bukan mengenai konsultasi orakel, mungkin ada hal penting yang tidak bisa ia tunda lagi. Dia harus berusaha berpikir positif di tengah pikirannya yang berawai.

"Mungkin dia hendak melaksanakan tugasnya sebagai pemburu," batinnya.

Beberapa pemburu memang bukanlah pemburu biasa. Ada beberapa dari mereka yang diberikan tugas yang lebih. Misalnya saja seperti Actaeon, pangeran Thebes yang sekaligus menjadi pemburu terbaik mereka. Atau seperti Hippolytus, pangeran Troezen yang menjadi salah satu pengikut Artemis yang terkenal.

"Tapi kau akan kembali ke sini, kan?"

Aetius masih bergeming. Matanya memindai wajah Leora dengan hati-hati. Tanpa jawaban segera, dia pun melangkah maju untuk meraih tangan Leora lalu mengecup punggung tangannya ringan.

"Jika kau tetap mematri senyum indahmu hingga aku kembali, maka aku akan kembali untukmu."

Pupil mata Leora melebar, tertawan oleh tindakannya yang manis. Kulitnya seakan memanas oleh aliran darah yang deras. Membakar perasaannya yang entah berbalas atau hanya bertepuk sebelah tangan. 

Dia kemudian tersenyum lembut, membalasnya dengan ragu dan penuh harap. "Kalau begitu, aku akan menunggumu di sini, Aetius."

Leora sudah kehilangan akalnya karena mengangankan hal tersebut. Dia biasanya tidak mau membuang waktunya untuk menunggu sesuatu yang belum pasti. Namun, sekarang dia akan menantikannya kembali ke Thebes dengan senyuman hangat. Menunggunya di sana dengan segenap hatinya meskipun tidak tahu sampai kapan.

❃❃❃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top