11 || Penyambutan
❃❃❃
SEMUA persiapannya sudah selesai. Leora tinggal merapikan beberapa meja tamu dan menambahkan karangan laurel di pintu masuknya. Dia sudah tidak sabar untuk melihat acara nanti malam dan hiburan yang akan ditampilkan. Tentu saja dia akan melihatnya melalui bilik khusus perempuan bersama para saudarinya yang belum menikah.
"Aku tahu kau pandai merangkai, tapi kau terlalu serius mengerjakannya," komentar Akalle saat melihat kerutan dalam di dahi mulus Leora.
"Aku tidak ingin ada yang terlewat," jawabnya sembari memeriksa karangannya sesekali sebelum memasangkan pita merah tua sebagai sentuhan terakhirnya. "Tolong taruh ini ke pintu di pojok sana," perintahnya kepada salah seorang pelayan.
"Baik, Putri."
Akalle sedikit menyenggol lengannya. "Aku dengar adik iparnya Calista juga ikut ke Thebes."
"Jonas maksudmu?"
Akalle mengangguk. "Apa kau tidak penasaran? Dia itu pemuda paling tampan se-Attika!"
"Sama sekali tidak."
"Huh, benarkah? Kita ini para gadis, sudah seharusnya kita antusias untuk melihat hal-hal yang indah," balas Akalle yang berhasil membuat Leora tertawa lepas. "Tapi, Leora. Apa kau sudah mendengar rumor yang beredar tentangnya?"
Kali ini Leora cukup tertarik oleh topik pembicaraannya. "Rumor apa?"
"Katanya dia diberkati Hera," bisik Akalle.
"Diberkati seperti apa maksudmu?"
Akalle menganggkat bahunya. "Aku juga tidak tahu, mungkin Hera akan mengabulkan permintaannya atau semacamnya."
Leora menautkan kedua alisnya, baru teringat akan sesuatu. "Ibunya adalah salah satu putri Argos, jadi hal seperti itu tidak mengherankan."
Seperti yang diketahui oleh banyak orang, Dewi Hera merupakan dewa pelindung Kota Argos. Mereka mendirikan Heraion untuk Hera dan memujanya dengan taat. Bahkan raja terdahulu mereka, Perseus, yang merupakan anak demigod Zeus pun dulunya juga diketahui menghormati ibu sambungnya itu.
Leora pernah mendengar kisah perseteruan antara Perseus dengan Dionysus. Diceritakan kalau saat itu Dionysus ingin menyebarkan ajarannya ke Argos dan menyuruh rakyat mereka untuk menyembahnya sebagai dewa. Namun, Perseus menolak kedatangannya karena tidak ingin memancing murka Hera yang jelas-jelas tidak menyukai anak Semele itu. Perang antar saudara seayah itu pun tak terhindarkan hingga Perseus mengubah istri Dionysus menjadi batu.
"Tetap saja, hal tersebut langka," ujar Akalle yang membuat Leora tersenyum kecil.
"Tapi, kita tidak tahu kebenarannya," balasnya dengan bahu yang terangkat.
Suara tabuhan genderang menggema ke seluruh istana. Menandakan bahwa tamu yang mereka nantikan akhirnya sudah datang. Terlihat dari kejauhan, iring-iringan panjang yang membawa bendera polis mulai berjalan memasuki gerbang masuk Thebes.
"Mereka sudah datang!" seru Leora dan Akalle bersamaan.
Beberapa orang yang menunggangi kuda mulai memasuki istana, disusul oleh beberapa kereta yang membawa penumpang dan perbekalan. Bendera berwarna gelap yang berkibar dengan perisai bergambar burung hantu yang ditenteng merupakan simbol kota mereka. Athena, polis kebanggaan wilayah Attika yang senantiasa dilindungi oleh Dewi Kebijaksanaan.
Ketika rombongan itu berhenti di halaman istana, pemimpin barisan pun langsung turun dari kudanya. Laki-laki berwajah tegas itu kemudian maju untuk menghadap Raja Eneas dan Ratu Dimitra yang sudah menunggu kedatangan mereka.
"Selamat datang di Thebes, Pangeran Theron dan putriku, Calista," sambut Raja Eneas seraya merangkul dan mencium pipi mereka secara bergantian.
"Aku senang bisa pulang ke sini," balas Calista yang membalas pelukan ayahnya lalu bergantian memeluk ibunya.
"Kami juga senang bisa melihatmu lagi," balas Dimitra tersenyum lembut sambil mengelus surai putrinya.
"Terima kasih sudah mengundang kami ke Thebes lagi, Yang Mulia," ujar Theron yang bersisian dengan istrinya.
Raja Eneas menepuk pundak menantunya. "Tentu saja, Nak. Polis ini juga sudah seperti rumahmu."
Arsen yang baru saja datang tidak mau ketinggalan. "Dan jangan lupakan aku," selanya yang langsung merangkul Calista dan Theron secara bergantian.
"Tentu saja tidak," kekeh Calista seraya melirik ke arah Leora yang berada di belakang sana. "Kau tidak mau memeluk kakakmu?"
Leora yang terpanggil pun langsung merangkulnya dengan senyum yang terkembang. "Selamat datang di Thebes, Adelfi."
"Kau sama sekali tidak berubah ya, Leora," balas Calista sambil mencubit pipinya gemas.
"Aku senang melihat pemandangan seperti ini," kekeh ayah mereka merasa haru. "Oh ya, aku dengar kau membawa adikmu. Di mana dia?"
Theron kemudian mempersilakan pemuda berambut merah itu untuk maju ke depan. "Izinkan aku untuk memperkenalkan adikku, Jonas."
"Salam hormatku, Yang Mulia," sapa Jonas sambil membungkuk hormat. "Senang sekali bisa datang ke polis yang indah ini."
Raja Eneas tersenyum lebar. "Selamat datang juga, Pangeran Jonas. Aku harap kau bisa menikmati festivalnya dengan baik nanti."
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Kalian pasti lelah setelah perjalanan yang jauh. Tolong antar mereka ke pesanggrahan dulu," minta Dimitra kepada Leora dan Arsen.
"Itu benar. Istirahatlah terlebih dulu dan sampai jumpa lagi nanti malam," pungkas Eneas.
❃❃❃
Setelah bercakap-cakap sebentar, Calista dan Theron memutuskan untuk langsung beristirahat ke kamarnya. Namun, Jonas yang baru pertama kali mengunjungi Thebes meminta untuk berkeliling sebentar. Arsen pun mengantarnya melihat-lihat istana bersama Leora yang mengikuti mereka dari belakangnya.
Sedari tadi, Leora hanya diam dengan pikiran yang melayang. Perkaataan Akalle tadi pagi terngiang-ngiang di kepalanya. Kira-kira berkat semacam apa yang diberikan kepada Jonas oleh dewi yang sering mengutuk kekasih dan anak-anak lain Zeus itu?
"Jadi, seperti ini suasana Daphnephoria," guman Jonas takjub dengan ornamen mewah yang terpasang di setiap sudut istana. "Di sini sangat ramai."
"Tentu saja. Semua orang sudah menantikan perayaan besar ini," jawab Arsen dengan sedikit menoleh ke belakang. "Benar kan, Leora?"
Leora sedikit tersentak lalu tersenyum kecil. "Itu benar."
"Putri Leora, aku dengar dari Calista kalau kau pandai merangkai bunga," ungkap Jonas yang berusaha menarik perhatiannya. "Apa beberapa karangan itu juga hasil karyamu?"
"Itu benar," sela Arsen sebelum Leora membuka mulutnya. "Leora memang suka membuat karangan bunga, tapi kebanyakan hiasan festival dibuat oleh dekorator istana."
Dia kemudian mengalihkan pertanyaan lain kepada Jonas. "Bagaimana perayaan untuk Dewa Apollo di Athena?"
"Sepertinya hampir sama dengan di sini. Bedanya kami menambahkan beberapa wol untuk diikatan ke laurelnya."
Arsen terus menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan Jonas. Dia sama sekali tidak memberikan ruang kepada adiknya untuk berbicara sedikit pun. Entah disengaja atau tidak, Leora semakin merasa jenuh karena diabaikan keberadaannya.
"Adelfi, kau bisa kembali untuk memantau persiapannya saja. Biar aku yang menemani Jonas berkeliling."
Mendengar perintah kakaknya, wajahnya pun menjadi cerah. "Baik, Adelfos," pungkasnya seraya membungkuk untuk berpamitan.
Akhirnya Leora bisa terbebas dari obrolan para pria. Dia pun bergegas menuju ke aula untuk memantau persiapan akhir mereka. Dapur istana sudah mulai memasak hidangan untuk perjamuan. Lalu di dekat panggung hiburan juga sedang dilakukan geladi bersih untuk pertunjukan nanti malam.
"Sepertinya semuanya sudah lengkap," gumamnya sembari menelusuri sudut-sudut yang hampir terlewat.
"Aku rasa mereka ada sedikit masalah, Putri," tunjuk Helota kepada kelompok musisi yang kelihatan kusut.
Leora pun menghampiri mereka, hendak mencari tahu apa penyebab kemuraman tersebut. "Ada yang bisa aku bantu, Tuan?"
"Oh, Putri!" sergah ketua mereka yang gelagapan memberi hormat. "Kami sedang membahas musik yang akan kami bawakan nanti," paparnya yang dibalas dengan tatapan ragu oleh anggotanya.
"Jika ada masalah, katakan saja padaku," ujar Leora meyakinkan pria yang tampak takut-takut untuk mengatakan kebenarannya.
Bahu pria itu bergerak turun. "Sebelumnya maafkan aku, Putri," ujarnya dengan tangan yang menyatu ke depan dada. "Sebenarnya kami mendapatkan sedikit kendala karena salah satu anggota kami tiba-tiba jatuh sakit pagi ini."
"Dan kami belum juga menemukan penggantinya hingga sore ini," terangnya lagi dengan menunduk sesal dan berat hati. "Kami takut kalau musik yang kami rombak dalam waktu yang mendadak ini hasilnya tidak akan maksimal."
Leora memahami kegelisahan mereka. Mengisi acara penting di istana merupakan sebuah kehormatan, tetapi di saat yang bersamaan mereka pun turut bertanggung jawab atas nama rajanya. Jika penampilan mereka tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak hanya para musisi saja yang menanggung malu, tetapi juga Thebes pun akan kecewa.
"Jika ada pengganti yang bisa memenuhi formasinya, apakah itu menjadi solusi?" tanya Leora.
Ketua pemusik tersenyum berharap. "Tentu saja. Selama ada yang bisa menggantikannya, kami tidak perlu merombak musik dan hanya perlu membawakan permainan seperti rencana awal."
"Apa dia memegang instrumen tertentu?"
"Dia biasanya memegang kithara."
Leora berpikir sejenak hingga dahinya berkerut dalam. Tidak mungkin dia bisa mengumpulkan pemusik jenius di theatron dan memilih salah satu dari mereka dalam waktu yang singkat. Kecepatannya tidak bisa menyaingi waktu acara yang hanya tinggal beberapa jam lagi.
Mata Leora membulat karena teringat akan sesuatu. "Aku akan coba membawa seseorang. Tolong tunggu sebentar!"
Kakinya langsung melangkah cepat ke tujuan yang sudah ia tetapkan. Dia harus mencoba ide ini terlebih dahulu daripada menyesalinya di lain waktu. Siapa tahu, hal ini bisa menjadi sebuah solusi cemerlang untuk kelompok musik tadi.
Akan tetapi, dia terhenti sejenak ketika sudah sampai di pertigaan jalan. Apakah dia akan berbelok ke kanan menuju istana selatan ataukah ke kiri untuk menuju ke taman kediamannya? Menghiraukan logika dan mengutamakan kata hatinya, Leora pun memutuskan untuk mengambil jalur kiri dengan harap-harap cemas.
"Kau harus tenang," gumamnya pelan sambil menarik napasnya dalam-dalam.
Ketika dia sudah sampai di tamannya, orang yang dicarinya itu ternyata memang berada di sana. Laki-laki itu bersandar di bawah pohon zaitun dengan kepala yang tertunduk dan kedua tangan terlipat ke depan dada. Dia tampak terlelap meskipun hiruk-pikuk istana cukup bising di telinga.
Leora yang tidak punya pilihan lain kemudian membulatkan niatnya. Dia perlahan-lahan mendekati Aetius lalu berjongkok di sebelahnya. Setelah bergerak lebih dekat, dia pun perlahan-lahan mulai membangunkannya.
"Aetius?" panggilnya lirih sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Laki-laki itu bergumam lirih saat mata beratnya mulai membuka. Ketika kesadarannya perlahan-lahan pulih, dia justru tersentak saat melihat Leora sudah berada di sebelahnya. Matanya beberapa kali mengerjap dengan cepat untuk meyakinkan penglihatannya.
"Leora?" sergahnya.
Gadis itu tersenyum kecil, merasa tidak enak setelah mengganggu istirahatnya. "Maaf sudah membuatmu terkejut."
"Tidak," geleng Aetius tergagap karena merasa bingung dengan situasinya. "Sejak kapan kau di sini?"
"Baru saja."
Aetius memiringkan kepalanya. "Apa ada sesuatu?"
"Sebenarnya, aku ingin meminta bantuanmu," ungkap Leora.
"Meminta bantuan apa?"
Leora sedikit mencondongkan tubuhnya. "Apa kau juga bisa bermain kithara?"
"Kithara?" Sebelah alis Aetius terangkat, matanya menyisir Leora untuk mencari tahu jawaban apa yang diinginkan gadis itu. "Tentu saja, bisa."
"Maukah kau ikut denganku sebentar?"
"Ke mana?"
"Ayo!" seru Leora yang langsung menarik tangan Aetius untuk ikut dengannya.
Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya para pemusik yang masih berlatih dengan cemas di aula melihat kedatangan tuan putriya. Bedanya, saat ini Leora tidak datang sendirian, tetapi sambil menggandeng seorang pria muda yang tidak dikenal bersamanya. Pria itu terlihat sedikit terengah-engah akibat tarikan Leora yang tergesa-gesa Dia merasa bingung dengan kehadirannya di tengah-tengah mereka.
"Apa aku terlalu lama?" tanya Leora sambil mengatur napasnya.
"Sama sekali tidak," jawab ketua pemusik yang kemudian beralih kepada sosok di belakang Leora. "Tapi siapa yang Putri bawa?"
"Ah! Perkenalkan ini Tuan Aetius," ujar Leora yang membuat sontak membuat Aetius kikuk dan hanya melemparkan senyum simpulnya, "dia yang akan menjadi penggantinya."
"Wah! Benarkah?"
Para pemusik itu tampak lega dengan pemberitahuan Leora, tetapi tidak dengan Aetius yang belum menangkap akar maksudnya. "Bagaimana maksudnya, Leora?" dehamnya berbisik di samping gadis itu. "Apa kau memintaku bermain kithara untuk mereka?"
Leora menoleh kepadanya dengan alis yang tertaut lembut. "Aku mohon padamu, Aetius," mintanya sambil memegangi tangan laki-laki itu penuh harap.
Aetius menghela napasnya pelan. Dia tidak kuasa untuk menolak permintaannya, terlebih lagi dengan tatapan memohon seperti itu. Setelah menenangkan kebingungan yang melandanya, Aetius langsung mengambil alih posisinya dengan senyuman manis.
"Jadi, apa yang bisa aku bantu, Tuan?"
"Bisakah kau memainkan ini, Tuan Aetius?" tanya ketua pemusik sembari menyerahkan kithara beserta partiturnya.
Aetius mencermati notasi di papirus itu cukup lama, mencerna setiap komposisi lagunya dengan hati-hati. "Bisa," jawabnya yang kemudian memetik nadanya sesuai dengan yang tertulis di sana.
Decak kagum bersahutan di antara para pemusik itu. Meskipun dia baru sekali melihat partiturnya, tetapi dia langsung bisa memainkannya dengan tepat seperti seorang jenius. Mendengar notasi yang tercipta nyaring, mereka pun lantas melengkapi melodinya dengan instrumen masing-masing.
Tabuhan tympanon dan drum mulai bergema. Siulan syrinx dan aulos saling menyambung dengan halus di udara. Kombinasi antara krotala, phorminx, dan lira pun ikut melengkapi orkestra yang sedang mereka mainkan. Melenyapkan kegelisahan dengan melodi musik yang terangkai sempurna.
"Ini luar biasa, Putri! Terima kasih banyak atas bantuan Anda," ucap haru ketua pemusik setelah secercah harapan yang dibawa Leora berhasil menyelamatkan pertunjukan mereka yang nyaris gagal.
Dia menggeleng pelan lalu menatap ke arah Aetius. "Jangan berterima kasih padaku, tapi berterima kasihlah padanya."
Senyum Aetius pun mengembang lebih lebar. Dia masih memetik kithara itu dengan penuh penghayatan hingga hati Leora pun ikut menghangat olehnya. Entah apa yang membawa laki-laki itu kepadanya, tetapi Leora sangat bersyukur akan kehadirannya.
❃❃❃
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top