1 || Thebes

❃❃❃

YUNANI. Tempat yang dijuluki sebagai Negeri para Dewa itu begitu terkenal hingga sekarang. Sebagian besar mitologi yang tersebar di seluruh dunia diketahui berasal dari sana. Baik itu cerita mengenai para dewa maupun kisah heroik pahlawan masa lalunya,  sudah menjadi kisah hebat yang tak lekang oleh masa.

Kira-kira, hal apa yang kalian ketahui mengenai mitologi Yunani? Apakah itu cerita tentang Zeus yang memiliki banyak sekali kekasih dan anak dari kalangan dewi, nimfa, maupun manusia? Mengenai kepahlawanan Herakles dan Perseus yang melegenda? Tentang perang besar para Titan melawan Dewa Olympus yang tak ada habisnya? Ataukah tentang Perang Troya yang memakan waktu 10 tahun lamanya?

Selain cerita terkenal yang sudah banyak difilmkan di masa sekarang, kira-kira kota mana sajakah yang kalian ketahui di Yunani? Apakah itu Athena, Argos, atau Sparta?

Mungkin beberapa orang akan memberikan jawaban seperti di atas karena mereka memang sangat populer di antara kita. Namun, kali ini kita tidak akan membahas cerita-cerita tersebut, melainkan kita akan menyusuri sebuah cerita yang belum pernah didengar oleh siapa pun sebelumnya.

Semuanya berawal dari Thebes. Polis terbesar di Boeotia yang kini memangku kepemimpinan wilayah Yunani Tengah. Negara kota tertua di Hellas yang menjadi akar dari kisah-kisah legendaris di tanah para Dewa.

Danau Hylika mengukir cekungan yang jernih di utara Thebes. Airnya mengalir jauh hingga ke punggung hijau Cithaeron, barisan yang memisahkan daratan Boeotia dengan Attika di wilayah selatan. Di tengah-tengahnya, berdiri benteng yang kokoh dengan tujuh gerbangnya yang sulit ditembus. Mereka menyebutnya sebagai Cadmea, benteng besar yang melindungi akropolis Thebes dari segala marabahaya.

Diceritakan dahulu kala, Cadmus—putra Raja Agenor dan Ratu Telephassa dari Tyre—harus pergi dari tanah airnya di Fenisia untuk mencari saudara perempuannya, Europa, yang diculik oleh Dewa Zeus. Raja Agenor saat itu bertitah bahwa Cadmus tidak diperbolehkan kembali ke Tyre hingga ia menemukan Europa dan membawanya pulang.

Mengemban tugas penting dari ayahnya, Cadmus pun pergi mengembara dengan seluruh tekadnya. Sebagai permulaan, dia datang ke wilayah selatan untuk berkonsultasi dengan Orakel Delphi. Peramal yang paling terpercaya di seluruh Yunani.

Di sana, dia berharap kalau dewa akan memberinya petunjuk mengenai ke mana Zeus membawa saudarinya pergi. Namun, apa yang orakel sampaikan justru berada di luar perkiraan Cadmus. Pythia memberitahunya untuk menyerah dalam pencarian yang sia-sia ini, kecuali dia ingin mendapatkan kebesaran dengan melaksanakan perintah Dewa Ramalan.

"Kau harus mencari seekor sapi putih istimewa. Ikutilah ke mana perginya hingga ia berbaring kelelahan. Kemudian dirikanlah kota yang besar tepat di tanah tubuhnya beristirahat."

Cadmus pun mengikuti titah Apollo. Dia mencari sapi yang dimaksud lalu mengikutinya hingga melintasi Boeotia. Setelah berjalan dalam waktu yang lama, akhirnya sapi itu berbaring di tanah lapang yang berumput hijau. Tempat asing yang masih asri dan belum terjamah oleh satu pun kekuasaan.

Melihat maksud dewa sudah berada di depan mata, Cadmus pun berniat mempersembahkan sapi itu kepada Athena—dewinya para pahlawan—sebelum membangun kotanya. Dia memerintahkan rekannya untuk mencari air sebelum melakukan pengorbanan di mata air terdekat. Mengisi bejana mereka dengan kemurniannya. Namun, tiba-tiba saja seekor naga yang buas muncul dan membantai mereka dengan kejam.

Dia adalah naga penjaga mata air tersebut, salah satu anak Dewa Ares yang mengerikan. Dia mencabik rekan Cadmus dengan gigi tajamnya lalu melahap mereka. Cadmus yang melihat kebengisan itu pun tidak tinggal diam. Dia langsung menyerang balik dengan seluruh keberaniannya dan membalaskan dendam rekan-rekannya yang sudah gugur. Pertarungan sengit mereka pun berakhir ketika Cadmus berhasil membunuh naga itu di detik-detik terakhirnya.

Athena yang terkesima oleh aksi heroik Cadmus kemudian turun untuk memberikan petunjuk. Dia menginstruksikan Cadmus untuk menaburkan gigi naga yang dibunuhnya itu ke tanah supaya sejumlah prajurit gagah—Spartoi—dapat muncul dan membantu sang pangeran dalam melaksanakan tugasnya. Benar saja, Spartoi muncul dan membantu Cadmus dalam membangun kotanya. Polis yang mereka dirikan pun dinamai sebagai Cadmea, yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Thebes oleh orang-orang masa sekarang.

Cadmus bukan hanya dikenal sebagai pendiri dan raja pertama Thebes, melainkan juga dikenal sebagai pembunuh monster paling hebat di Yunani bersama Perseus dan Bellerophon. Berkat jasanya ini, Zeus kemudian menikahkannya dengan Harmonia, putri Dewi Aphrodite dan Dewa Ares. Semua dewa pun meninggalkan langit sambil menyanyikan himne untuk menghadiri pesta pernikahan mereka di Cadmea.

Ikatan suci itu diresmikan oleh Cadmus dengan memberikan jubah dan kalung buatan Hephaestus kepada istrinya. Selanjutnya, mereka berdua pun menjadi nenek moyang bagi keluarga kerajaan Thebes yang kisahnya terus dikenang oleh generasi penerusnya. Tak terbatas oleh waktu dan terus mengukir legenda.

Thebes, kota yang dibangun dari semaian gigi naga. Polis itu semakin makmur dan terus menorehkan sejarahnya di atas tanah Yunani. Tidak hanya diketahui sebagai tempat lahirnya Dewa Dionysus dan demigod Herakles, tetapi juga dikenal sebagai tempat asal-muasalnya banyak prahara.

Kalung yang diperoleh Harmonia sebagai hadiah pernikahan itu ternyata menjadi awal petaka mereka. Kisah tragis Semele beserta kelahiran putranya merupakan kelanjutannya. Tangisan Niobe yang membatu, tragedi Raja Oedipus, kisah sedih Antigone, sampai penderitaan Herakles pun belum kunjung menjadi akhirnya.

Semua nasib buruk dan kemalangan terus menyemai duka Thebes. Silih berganti menghujam mereka setajam panah Apollo yang mampu membinasakan satu batalion dalam sekejap. Datang bak wabah yang menggerayangi tanah subur mereka dan menghisap kering hingga ke akar-akarnya. Tanpa ampun dan merundung dengan kepasrahan.

Kendati demikian, Thebes ternyata masih bertahan dan berkembang dengan pesat. Kekuatan militer mereka yang tangguh, terbukti mampu menggoyahkan pertahanan Sparta dan ditakuti oleh Athena. Pencapaian gemilang inilah yang berhasil membawa mereka ke puncak kekuasaan bangsa Yunani pada masanya.

Leora yang mendengar cerita panjang lebar itu hanya memutar bola matanya. Dia sebenarnya bosan mendengarkan sesuatu yang diulang terus-menerus. Namun, dia hanya bisa mendesah kecil ketika diingatkan terus dengan darah yang mengalir di nadinya.

"Jadi, kita juga akan ditimpa kemalangan seperti mereka? Itu maksudmu?" tanya Leora santai sembari menghidu wewangian yang menguar dari guci-guci yang berjajar di depannya.

"Leora! Jangan bicara seperti itu!" tegur Akalle, sepupu perempuannya.

"Katamu, kita ini keturunan Raja Cadmus dan Dewi Harmonia. Akhir cerita dari buyut kita itu memang menyedihkan," balas Leora bergumam kecil, "diubah menjadi ular hitam."

"Mereka diselamatkan dan ditempatkan di Padang Elysian," koreksi Akalle.

Leora mengerjapkan matanya lalu mencari contoh lain. "Itu beda lagi. Semele yang masih putrinya saja harus berakhir dengan tragis," ujarnya sambil mengingat kembali kisah Semele yang terbakar hingga tewas setelah dia melihat wujud asli Dewa Zeus.

"Itu karena dia tidak sengaja membuat Dewi Hera cemburu. Jika dari awal dia tahu kalau kekasihnya adalah Zeus, mungkin dia tidak akan menerima hatinya dan hidup bahagia," sanggah Akalle.

Leora mengernyitkan dahi. "Sepertinya kau harus mendengarkan kisah Herakles lagi," balasnya mengingat kembali seberapa kejam para dewa di balik keagungan mereka.

Akalle menghela napas berat. "Para dewa memang temperamental," cicitnya yang membuat tawa Leora pecah. "Kenapa mereka begitu membenci polis kita?"

Leora mencolek bagian atas guci itu lalu menghidu minyak wangi yang menempel di ujung jarinya. "Hanya satu, Akalle."

"Ya, benar. Hanya Hera dan bonus anak kembar Zeus."

Leora kemudian mengarahkan jarinya ke hidung Akalle. "Coba cium ini."

"Peony!" serunya cerah.

"Aku tahu seleramu, kan. Aku ini sepupu yang baik," kekeh Leora.

"Jika kau sepupu yang baik, seharusnya kau segera menikah."

"Kenapa membahas hal itu lagi?" dengus Leora sedikit kesal.

"Aku hanya khawatir kau nantinya akan kesepian di istana," goda Akalle.

"Aku? Tidak mungkin. Aku masih ingin mendedikasikan masa mudaku kepada Dewi Kesucian."

"Kau ingin mendedikasikan dirimu hingga tua kepada Artemis?"

"Jika iya kenapa?" tanya balik Leora yang kemudian melambaikan tangannya sambil tergelak ketika melihat alis Akalle yang menukik tajam. "Tenang saja. Aku pasti akan menikah jika sudah waktunya."

Akalle menepuk dahinya. Berbicara dengan sepupunya yang cukup keras kepala itu membuatnya sedikit lelah. "Lalu kau mau pilih Boeotia yang mana?"

"Apanya? Entahlah, belum tahu," balas Leora mengedikkan bahu.

Jujur saja, Dia bahkan belum berpikir sejauh itu. Pernikahan politik di antara polis memang sering dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan. Namun, gadis itu masih berusia 18 tahun. Wajahnya juga belum tampak terlalu tua, jadi kenapa dia harus terburu-buru untuk menikah? Beberapa dewi saja memutuskan untuk tidak menikah.

"Jangan sampai aku mendahuluimu," seloroh Akalle.

"Kalau kau mau duluan, ya tidak apa-apa," seringai Leora.

"Aku masih setahun lebih muda darimu, jadi kau duluan saja."

Leora kembali tertawa keras oleh jawabannya. Jika dia mau, dia bisa meminta ayahnya untuk mengumumkan kepada publik kalau salah satu putrinya sedang mencari calon suami. Seketika itu pula, laki-laki di seluruh Yunani pasti akan menyodorkan lamarannya. Namun, menikah adalah hal mengikat yang umumnya dilakukan sekali seumur hidup. Leora masih belum minat melakukannya untuk beberapa waktu ke depan karena dia masih ingin menikmati kebebasan masa mudanya.

"Sebenarnya kriteria seperti apa yang kau cari?" tanya Akalle penasaran.

Leora tampak berpikir sejenak. Kriteria? Dia ingin seseorang yang mencintainya dengan sepenuh hati dan dapat membuat jantungnya berdebar setiap saat. Namun, sebagai seorang putri raja, kriteria seperti itu terdengar kurang logis dan sedikit klise.

Leora berdehem keras. "Yang jelas statusnya minimal harus sama denganku. Dia harus menawan, terhormat, bersuara lembut, cerdas, dan fisiknya juga harus kuat. Ya minimal bisa bergulat, berpedang, atau memanah jauh lebih bagus."

Akalle menggeleng-geleng. "Keinginanmu itu terlalu muluk-muluk."

"Kau yang membahas hal ini duluan." Leora sedikit mengerucutkan bibirnya. "Aku jadi lupa mau memilih yang mana," desahnya seraya mencermati guci-guci minyak wangi itu lagi.

"Aku tidak menyangka kau akan sesemangat ini untuk sebuah festival di Hyampolis," kekeh Akalle di sampingnya.

Artemis, putri Zeus dan Leto itu memang menjadi dewi favorit gadis-gadis Yunani. Dia mencerminkan kecantikan, kekuatan, serta kemandirian seorang perempuan muda yang sangat mereka idolakan. Oleh karena itu, lumayan banyak gadis yang memutuskan untuk melajang dan menjadi pengikut setia Artemis hingga beberapa pemuda pun merasa kesal karenanya.

"Ini bentuk pengabdianku kepada Artemis. Siapa tahu aku bisa bertemu dengannya di sana," jawab Leora dengan tersenyum lebar.

Festival Elaphebolia merupakan perayaan besar untuk menghormati Artemis. Leora sangat bersemangat untuk segera pergi ke Hyampolis dan melihat festival itu secara langsung. Kira-kira, hal apa yang akan menantinya di sana?

❃❃❃

Terminologi:
1. Polis : Negara-Kota

2. Demigod : Manusia setengah dewa

3. Hellas : nama lain Yunani

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top