Part. 1 - Rebirth.

"Alleia, mulai hari ini, ini adalah rumahmu," kata seorang ibu muda yang kuketahui bernama Stacey dengan ramah sambil membukakan pintu besar itu dan mempersilahkanku masuk.

Aku masih bergeming sambil memeluk boneka beruangku untuk melihat isi rumah itu dari posisiku berdiri. Tentu saja, ada rasa cemas yang menyelimutiku saat ini dimana aku mengalami hal yang tidak kusangka akan terjadi hari ini.

Akankah mereka menolakku setelah tahu siapa diriku sebenarnya? Apakah mereka benar-benar tulus menerima seorang yatim piatu sepertiku yang baru saja diadopsi mereka di panti asuhan tadi? Mungkinkah mereka memiliki tujuan yang tidak baik seperti berita-berita yang santer terdengar belakangan ini tentang perdagangan manusia khususnya anak-anak? Atau aku akan dibuang jika aku tidak sesuai harapan mereka?

Tidak akan seburuk itu, ucap Sabian, yang suaranya muncul dalam benakku begitu saja.

Keningku berkerut untuk memikirkan ucapan yang dikeluarkan oleh sahabat lamaku yang sudah kukenal sejak aku masih dalam rahim seorang wanita yang tidak pernah kulihat wajahnya. Katanya, aku dibuang di dekat selokan dan seorang pemulung menemukanku lalu kemudian menyerahkanku pada kepala panti yang menampungku selama tujuh tahun itu.

Memberanikan diri untuk melangkah sambil mengeratkan pelukan pada boneka beruangku, mataku memperhatikan sekeliling dengan penuh kagum. Rumahnya indah sekali, aku suka. Temboknya tidak polos dan memiliki gambar bunga-bunga yang cantik.

Mataku melotot melihat ukuran televisi yang lebih besar dariku di ruang yang ada di tengah, kulihat ada sofa besar sekali yang sepertinya empuk jika diduduki, dan ada keranjang berbentuk bulat yang berisikan buah-buahan di meja kaca itu yang menarik perhatian. Spontan aku menelan saliva karena aku melihat buah anggur berwarna ungu yang biasanya selalu kulihat di pasar tanpa pernah mencobanya. Aku ingin mencobanya tapi aku harus tetap diam supaya aku tidak memalukan.

"Ini adalah rumahmu, Leia, jangan sungkan," ucap seorang pria bertubuh tinggi besar dengan ramah dan kemudian membungkuk untuk bisa menatapku. "Apa kau menyukainya?"

Aku hanya bisa mengangguk sambil mundur satu langkah karena gerakannya terlalu tiba-tiba. Aku kaget, juga takut, tapi kemudian aku merasa menyesal karena aku tidak ingin dia menjadi tersinggung. Apakah aku sudah membuat kesalahan barusan?

Pria itu memberikan senyuman dan menegakkan tubuh, kalau tidak salah, namanya adalah Jacob, dan dia adalah suami dari ibu muda yang bernama Stacey. Kedua orang itu adalah orangtua angkat yang terpilih untuk mengadopsiku.

"Jangan membuatnya takut, Sayang, dia masih berusaha untuk mencerna semuanya," kudengar Stacey berbisik pada Jacob dalam suara rendah tapi masih bisa kudengar.

Tentu saja, aku bersikap seolah tidak mendengar apa-apa dengan mengalihkan tatapan pada anggur ungu yang begitu menggodaku.

"Leia, mari kita naik ke atas, kami akan mengantarkanmu ke kamar," ajak Stacey dengan nada suara yang begitu lembut hingga membuatku menoleh dan tertegun sejenak.

Energi keduanya terasa menyenangkan. Mereka memiliki aura positif yang begitu kuat dan memiliki kasih yang begitu besar lewat kerinduan mereka dalam kehadiran seorang anak dari keterbatasan mereka yang belum bisa memilikinya sampai hari ini. Aku bisa merasakannya.

Aku tidak mengerti tentang diriku yang seperti ini. Secara fisik, aku terlihat seperti gadis kecil berumur tujuh tahun dengan rambut panjang lurus dan berponi, senang memeluk boneka beruang, dan gaun berenda selutut adalah favoritku.

Tinggal di panti asuhan, aku tidak banyak bicara meski aku mampu melihat segala sesuatunya dan terekam dalam ingatan yang begitu kuat. Dalam diriku, aku merasa seperti diriku sendiri. Sebagai seorang Alleia yang terjebak dalam tubuh gadis kecil yang juga mendapatkan nama yang sama di kehidupanku di bumi.

Meski demikian, aku bersikap, berkata, dan bertingkah seperti anak kecil pada umumnya. Intuisiku berjalan dan kembali menjadi diri sendiri hanya pada kondisi tertentu yaitu seperti tertekan, takut, dan cemas. Seperti saat ini. Jiwaku bukanlah anak berumur tujuh tahun tapi menjadi diriku seutuhnya meski aku tidak bisa mengendalikan apa yang tampak dari luar.

Hukum alam mengendalikanku. Aku hanya diberi kebebasan untuk merasakan diriku dari dalam jiwa, selebihnya aku akan dituntut dan dikendalikan untuk menjadi apapun yang diberikan semesta padaku di hidup ini. Jika aku sudah mencapai batas usia dewasa yang ditentukan oleh semesta, barulah aku bisa mengendalikan diriku luar dan dalam, dan bisa menggunakan kekuatanku.

"Ini adalah kamarmu, Sayang. Kudengar kau menyukai paduan warna ungu dan pink," suara Jacob membuyarkan pikiranku saat pria itu membukakan pintu berwarna pintu dimana gantungan papan nama di tengah pintu bertuliskan namaku.

Mataku melebar kagum saat bisa melihat isi kamar itu. Menurutku, ini adalah kamar impian semua anak perempuan, bahkan di desaku, tidak ada yang seindah seperti ini. Kamar ini seperti surga impian bagi anak kecil seumurku.

Nuansa pink dan ungu yang mewarnai dekorasi, juga ada hiasan yang menggantung indah berbentuk awan yang sepertinya adalah lampu gantung di sana. Ada karpet berbentuk pelangi, dilengkapi bantal-bantal persegi yang bisa dipakai jika ingin membaca di karpet itu, dan ranjang besar dengan sprei motif bunga-bunga yang sangat cantik.

Aku menahan diri untuk tidak berteriak dan menjaga sikap yang tidak umum dimiliki oleh anak kecil seumuranku. Bukan dikendalikan olehku tapi semesta, namun menjadi anak panti sudah menjadi keharusan untuk memiliki penguasaan diri agar tidak memalukan dan dibutuhkan kesadaran diri agar tidak dibuang seperti yang dimiliki olehku saat ini.

Hal seperti ini umum terjadi karena aku sering melihat anak-anak panti lainnya dipulangkan atau dikembalikan karena sikap mereka yang dinilai memalukan dan tidak tahu diri sehingga membuat orangtua angkat mereka merasa dipermalukan. Untuk hal seperti itulah, anak-anak lainnya sering mendapat tekanan mental dari para dewasa agar menjaga sikap dan tidak terlalu banyak menuntut.

Menurutku, sikap mereka itu tidaklah salah karena mereka hidup dalam kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk menjadi bebas atau diri sendiri. Perasaan terbuang, hina, tidak diinginkan sudah menjadi dasar bagi mereka untuk merasa rendah diri. Mereka merasa jika hidupnya tidak berharga dan nilai dirinya rendah.

"Ini akan menjadi kamar pribadimu. Kau bisa menaruh barang-barangmu dan kuharap kau tidak keberatan jika lemari ini sudah diisi pakaian baru," ujar Stacey sambil membukakan lemari pakaian berwarna ungu dan memperlihatkan pakaian yang indah dan baru di dalam sana.

Aku tersenyum. Dalam hati, aku merasa bersyukur jika keseimbangan semesta begitu damai. Meski mereka belum mendapatkan keturunan dari benih cintanya, tapi mereka sudah menerima hal itu dengan hati yang terbuka dengan mengadopsi anak yang tertolak di dunia ini dan mengasihinya seperti darah dagingnya sendiri.

Binar mata yang terpancar dari dua manusia dewasa itu mewakili bagaimana kebahagiaan yang mereka ciptakan lewat kehadiran seorang anak yang mereka impikan dan sudah menunggu-nunggu hari ini tiba.

"Terima kasih," ucapku dengan suara tercekat yang sarat dengan rasa takut yang umum dirasakan seorang anak kecil.

Stacey dan Jacob tampak tertegun saat mendengarku mulai bersuara dan kompak tersenyum hangat padaku. Menerima kehangatan itu, pelukan pada bonekaku mengencang oleh karena rasa senang yang harus kutahan alih-alih meluapkannya karena tidak ingin mempermalukan diri atau aku akan dikembalikan ke panti, begitulah pemikiran ala Alleia versi anak panti yang muncul dari dalam diriku saat ini.

"Kurasa kau perlu beristirahat dan membutuhkan waktumu sendiri," ujar Jacob kemudian yang disetujui oleh Stacey yang mengangguk.

"Buat dirimu nyaman, Sayang. Kami akan kembali saat jam makan malam," ucap Stacey sambil menghampiriku, membelai kepalaku, menatapku penuh arti, lalu kemudian mencium keningku dengan lembut.

Hal yang sama juga dilakukan Jacob padaku sebelum akhirnya keduanya keluar dari kamar dan menutup pintu, meninggalkan diriku sendirian di kamar itu.

Terdiam, aku membiarkan diri terhanyut dalam luapan rasa kagum, senang, syukur, dan lega dari seorang anak berumur tujuh tahun. Tenang, sejuk, damai, dan aku mulai memutar di posisiku berdiri untuk memperhatikan seluruh isi kamar dengan cengiran lebar sekarang.

Aku melakukannya beberapa saat. Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Dan tanpa ragu, aku melempar boneka beruangku sembarangan dan menjatuhkan tubuhku di atas ranjang yang begitu empuk, menenggelamkan wajahku ke bantal besar yang begitu harum, dan memekik girang untuk meluapkan kesenangan.

Hari ini adalah hari terindah dan terbahagia bagi seorang Alleia kecil setelah menjadi anak yang tertolak di seumur hidupnya. 




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Aku harap kalian menyukai Alleia.

Cerita ini adalah cerita fantasi dimana akan ada hal2 yang nggak umum.
Cuma aku akan mencoba sampaikan beberapa hal terkait masalah psikologis yang sering terjadi di kehidupan sehari2.

Borahae. 💜
17.10.24 (22.10)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top