PART. 5 - FITTING
Maaf jika harus menunggu lama untuk lapak ini hahaha
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Terbangun, Ally mendapati kamar itu hanya ada dirinya dan tidak ada Ashton. Seingatnya, pria itu mendekapnya semalaman. Mengingat hal itu, wajahnya terasa memanas dan mencoba menampar pipinya sendiri lalu mengeluh kesakitan. Ternyata bukan mimpi, pikirnya.
Masih tidak menyangka jika kemarin dia bertemu dengan Ashton setelah sekian lama. Dan dalam waktu sehari saja, keduanya sudah berbagi ranjang yang sama meski tidak melakukan apa-apa. Adegan ciuman di ruang rapat, di mobil, dan di atas ranjang teringat dan kembali membuat wajah Ally semakin memanas.
Sama sekali tidak percaya pada dirinya sendiri tentang pertemuan Ashton kali ini dimana terakhir kali bertemu adalah Ashton diseret paksa oleh polisi di depan sekolahnya waktu itu. Dia merasa jika dirinya sudah gila.
Ally melumat bibir sambil memperhatikan sekeliling sambil menyibakkan selimut, kemudian berjalan menuju meja rias dan memperhatikan dirinya dari situ. Shit, makinya dalam hati. Bekas ciuman Ashton berada dimana-mana, tentu saja Ally perlu memakai pakaian tertutup untuk menutupinya.
Segera beranjak ke kamar mandi, Ally segera membersihkan diri dan berganti pakaian berupa kaos putih dan celana pendek. Dia tidak berminat untuk kemana pun karena kejadian semalam membuatnya semakin tidak nyaman dengan apa yang terjadi disekitarnya. Dia juga tidak ingin berurusan dengan Ashton yang akan memberi larangan dan beberapa pengawal yang akan mengekorinya kemana-mana.
Ketika sudah selesai dengan urusannya, Ally segera keluar dari kamar dan langsung memekik kaget saat melihat sosok Paul berdiri menjulang tepat di depan kamarnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" seru Ally kaget bercampur marah pada Paul.
Paul menganggukkan kepala dengan ekspresi datar seolah kekagetan Ally tidak berarti apa-apa. "Selamat pagi, Ms. Smith."
"Kau belum menjawab pertanyaanku!" balas Ally kesal. "Dimana bosmu itu?"
"Mr. Tristan sudah harus keluar pagi-pagi untuk urusan penting dan aku akan mengawali Anda hari ini. Sarapan sudah disiapkan, silakan," ujar Paul sambil mengarahkan satu tangan ke arah lorong.
Ally bergumam kesal sambil berjalan menyusuri lorong mansion diikuti Paul dibelakangnya. "Aku tidak suka diperlakukan seperti penjahat yang harus diekori seperti ini. Apa maksudmu dengan mengawali?"
"Karena itu adalah tugasku," balas Paul lugas dan membuat Ally spontan menghentikan langkah untuk menoleh pada Paul.
"Aku tidak mau," ucap Ally tegas.
"Dan itu adalah urusan Anda," balas Paul dengan ekspresi yang masih begitu datar dan sukses menambah kekesalan Ally.
"Kau tidak akan mengawaliku hari ini," ucap Ally lagi.
Paul kembali mengarahkan tangan sebagai tanda Ally untuk melanjutkan jalan. "Silakan menikmati sarapan karena setelah itu, Anda sudah harus menuju ke ruang serbaguna karena sudah ada yang menunggu."
"A-Apa? Aku merasa tidak memiliki janji!"
"Mr. Tristan sudah membuat janji untuk Anda bertemu dengan Nancy Stewart."
"N-Nancy?" seru Ally tidak percaya saat mendengar nama yang begitu familiar. "Nancy Stewart, si perancang ternama itu?"
Paul mengangguk sebagai jawaban. Ally tidak tahu harus berkata apa-apa karena tidak menyangka jika Ashton bisa memanggil perancang kesukaannya itu. Apakah hal itu juga diketahui Ashton tentangnya? Ally semakin bertanya dalam hati.
Ally kembali melanjutkan untuk menuruni tangga dan menuju ke ruang makan dimana Bernadette sedang menuangkan teh hangat di cangkirnya. Ally menganggukkan kepala saat tatapannya bertemu dengan Bernadette lalu duduk di kursi utama setelah Paul menarik kursi untuknya.
Tatapan Ally mengawasi sekeliling dengan kening berkerut. Beberapa penjaga tampak berdiri di tiap sudut mansion, dan saat Bernadette membuka pintu dapur, dia bisa melihat ada dua orang yang berjaga di situ. Menoleh pada Paul yang berdiri di sisi kursi, pria itu masih tampak begitu datar seolah hanya ekspresi itu yang bisa ditampilkan di wajahnya.
"Apa kau harus berdiri seperti itu? Apa tidak lelah?" tanya Ally kemudian.
"Ini sudah menjadi pekerjaanku, Ms. Smith," jawab Paul.
"Panggil aku, Ally," balas Ally cepat.
Paul menaikkan satu alis sambil menatap Ally dalam diam, lalu menganggukkan kepala dan kembali tanpa ekspresi.
"Oh, please! Bisakah kau tersenyum atau setidaknya memberi ekspresi selain ingin memakanku hidup-hidup? Kau bilang mengawalku tapi membuatku merasa seperti penjahat di sini. Aku hanya ingin berdamai dan mengobrol denganmu, apa itu salah?" protes Ally.
"Tidak apa-apa, Ms. Smith. Jangan berpikir seperti itu karena kami bertugas hanya untuk memastikan keselamatanmu," ujar Paul lugas.
"Apa aku sedang terancam sampai harus ada penjagaan ketat seperti ini?" tanya Ally tanpa ragu.
Masih dengan ekspresi datarnya, Paul menghela napas dan terlihat berusaha menahan diri dengan menatap Ally tajam. "Bisakah Anda menikmati sarapan dengan tenang? Ada janji yang harus Anda temui dalam waktu sepuluh menit lagi."
Ally menekuk bibir sambil meraih sendok untuk menikmati sarapan berupa sereal dengan madu. Tidak begitu lapar tapi dia perlu makan. Tidak sampai habis, Ally mengakhiri sarapanya dengan meneguk teh hangat kesukaannya.
Begitu selesai, Paul kembali mengarahkan jalan untuknya menuju ke ruang serbaguna dimana Nancy Stewart sudah menunggunya di situ. Mata Ally melebar kagum saat bisa melihat sosok perancang kesukaannya secara langsung dan tidak percaya jika orang itu ada di mansionnya. Sebagai perancang ternama, Nancy memiliki jadwal yang padat sampai ketika Ally ingin memesan gaun rancangannya masih harus menunggu dalam antrian hingga berbulan-bulan.
Selain Nancy yang berdiri di tengah ruangan itu, barisan manekin yang sudah terpampang barian gaun-gaun indah itu membuat Ally tidak mampu berkata-kata. Matanya bahkan sampai berkaca-kaca karena melihat betapa cantiknya gaun-gaun itu.
"Selamat pagi, Ms. Smith," sapa Nancy yang membuat tatapan Alih kembali padanya.
"Aku sudah menjadi penggemarmu bertahun-tahun dan aku tidak percaya jika kau ada di sini," ujar Ally jujur sambil menerima pelukan Nancy.
"Terima kasih," ujar Nancy sambil melepas pelukan dan memberi senyuman hangat padanya. "Aku datang atas permintaan Mr. Tristan yang mendesak karena ingin memberikan yang terbaik. Dia bilang jika kau menyukai rancanganku dan memintaku untuk membuatkan beberapa rancangan baru untuk pesta pertunangan kalian."
Napas Ally tertahan saat mendengar penjelasan Nancy yang entah kenapa membuat perasaannya menghangat mengetahui Ashton seperti itu.
"Aku memang sangat menyukai rancanganmu," ujar Ally kemudian.
Nancy melebarkan senyuman dan menganggukkan kepala. "Kau memang terlihat seperti apa yang dijelaskannya padaku, maka dari itu, aku sudah membuat rancangan terbaru dan tidak ada yang pernah melihatnya. Kau bisa memilih yang mana yang kau inginkan."
Ally mengikuti Nancy untuk melihat sambil mendengarkan penjelasannya tentang setiap gaun yang ditunjukkan padanya satu persatu. Tentu saja, Ally terkagum-kagum dan selalu ber-wow ria untuk setiap desainnya karena tidak ada satupun yang mengecewakan.
"Ada beberapa pilihan yang sesuai dengan permintaan Mr. Tristan karena dia tidak menginginkan potongan yang terlalu terbuka tapi tidak meninggalkan kesan elegan dan mewah. Silakan memilih dan aku akan segera menyelesaikannya dalam waktu kurang dari 24 jam karena gaunnya akan kau pakai akhir pekan," ucap Nancy kemudian.
Menyentuh bahan gaun yang disukainya, Ally mengagumi setiap detail yang ditampilkan dari gaun yang terpampang. Teringat sesuatu, Ally segera menoleh dan mendapati Nancy tersenyum padanya.
"Mrs. Stewart, apakah tema wonderland-mu masih dibuat?" tanya Ally.
"Tentu, tapi itu terlalu terbuka dan..."
"Bukankah wanita berhak memilih gaun yang akan dipakainya, apalagi untuk hari pentingnya?" sela Ally cepat sambil mempertahankan senyuman untuk meyakinkan Nancy yang terlihat ragu.
"Memang begitu," gumam Nancy kemudian.
"Pria memang selalu bersikap posesif terhadap apa yang dipakai pasangannya padahal mereka juga menyukai keindahan dan bangga jika wanitanya tampak menarik," tambah Ally lugas.
Memiliki sebuah ide menarik dan dia yakin jika hal itu bisa memancing kemarahan Ashton sebab ini adalah kesempatan untuk membalas kesombongannya.
Nancy mengangguk maklum lalu mengarahkan jalan pada Ally menuju ke meja yang terdapat beberapa tumpukan gaun dengan adanya dua orang asistennya di sana. Terlihat antusias, Ally memperhatikan gaun-gaun yang tidak dipajang di manekin dan tatapannya langsung tertuju pada satu gaun yang terlihat paling menantang.
"Aku ingin gaun ini," ucap Ally mantap sambil mengambil gaun dari tumpukan itu dan menyerahkannya pada Nancy.
Alis Nancy terangkat dan menatap Ally tidak percaya. "Apa kau yakin? Sebab ini benar-benar diluar dari permintaan Mr. Tristan meski harus kuakui pilihanmu sangat tepat."
"Aku ingin membuat kejutan," balas Ally dengan rasa bangga karena begitu lancar dalam mendalami peran sebagai calon tunangan yang tidak sabar menunggu hari pertunangannya.
"Dia sangat sibuk sampai tidak bisa menemaniku untuk memilih gaun. Aku merasa diabaikan, kau tahu? Sangat tidak menyenangkan saat kau berada di posisi yang paling mencintai sedangkan dia yang paling sibuk di dunia ini," tambah Ally dengan ekspresi sedih yang palsu.
Nancy terdiam, terlihat berpikir, lalu menghela napas dan mengangguk saja. "Kau benar, aku sering bertemu dengan calon pasangan yang sepertimu. Pria sibuk dengan urusannya, sedangkan wanita yang sibuk sendiri mempersiapkan segala sesuatu tentang pertunangan atau pernikahan padahal mereka yang melamar."
"Kau setuju denganku!" seru Ally sambil melebarkan senyuman dan Nancy mengangguk.
"Kupikir kalian sangat manis karena saling memberi kejutan seperti ini. Sudah bisa kupastikan kalian sangat mencintai satu sama lain," ujar Nancy hangat.
Ally tidak bisa membalas karena menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Jika orang itu tahu yang sebenarnya, mungkin dia akan mengira hidupnya sudah sangat kacau balau. Masih berduka karena orangtua yang sudah tiada, lalu bertemu dengan pria itu kemarin, dan hari ini sudah harus memilih gaun untuk pesta pertunangan yang baru diketahuinya kemarin. Hidupnya sudah seperti lelucon.
"Dan pastikan ini menjadi kejutan," ucap Ally dan langsung diangguki kepala oleh Nancy.
Ally menghela napas lega karena dia ingin meyakinkan agar Ashton tidak mengetahui hal ini. Pertemuan itu berlanjut dengan pengepasan gaun, pengukuran ulang, juga obrolan yang cukup membuat Ally melupakan berbagai macam pikirannya. Tidak hanya satu gaun, tapi beberapa gaun malam juga dipilih Nancy untuk Ally sebab itu adalah pesan Ashton untuknya.
Ally cukup terkesima dengan Ashton yang begitu memahami kesukaan wanita dan bertanya dalam hati sudah berapa banyak wanita yang ditidurinya, dibelikan gaun seperti ini, dan tipe wanita seperti apa yang disukainya. Tersentak dengan pikirannya barusan, Ally menggeram dalam hati dan menarik napas sambil melanjutkan obrolan dengan Nancy untuk mengabaikan pikiran itu.
Menjelang siang, pertemuan dengan Nancy selesai dan mereka mengundurkan diri dengan diantar oleh Paul. Kembali ke lantai atas, Ally berpikir untuk mengunjungi kamar tidurnya yang kini sudah kosong. Masih tidak mengerti kenapa dirinya harus mengalami kejadian yang membingungkan dan Bams pun tidak bisa dihubungi olehnya sejak kemarin.
Tidak ingin tenggelam dalam pikiran, Ally berniat untuk bekerja dengan segera mengambil laptopnya. Ada beberapa ide untuk membuat furnitur sesuai permintaan kliennya di Dubai dan Ally berniat untuk melakukannya sekarang.
Setelah mendapatkan laptop dan buku sketsa beserta perlengkapan menggambarnya, Ally keluar dari kamar sambil berjinjit pelan setelah memastikan tidak ada Paul dan penjaga yang beredar di lantai atas, dan segera menyelinap lewat pintu belakang mansion.
Lorong kecil yang ada di balik pintu belakang mansion lantai dua itu memang tersembunyi. Tampak luar seperti lemari dengan buku-buku, tapi sebenarnya dibalik pintu terdapat sebuah lorong yang hanya diketahui orangtuanya dan Ally. Sebelum melangkah, Ally melihat sepanjang lorong yang ternyata terpasang kamera pengawas di sudut terjauh untuk menyoroti lorong itu.
Lorong dengan penerangan yang tidak seberapa cukup membantu dirinya untuk berjalan di sisi gelap agar tidak tersorot, kemudian saat tiba di ujung lorong, Ally membelok ke kiri dan membuka pintu kecil yang sudah menjadi tempat persembunyiannya sejak dulu. Pintu yang tingginya hanya setengah dari ukuran normal dimana Ally harus membungkuk untuk masuk ke dalam ruangan besar.
Tentu saja, senyuman Ally melebar karena ruangan itu sepertinya belum terjamah oleh orang-orang Ashton karena tata letak ruang itu masih sama seperti terakhir kali Ally meninggalkannya. Ruangan itu memang sengaja dibangun ayahnya untuk Ally bekerja atau belajar demi sebuah ketenangan.
Menaruh laptop dan perlengkapan gambar, Ally segera membereskan meja kerjanya, dan kemudian membereskan pola-pola kayu yang sudah sempat terbentuk diantara kumpulan kayu yang ada di ruangan. Pola-pola itu memang ditaruh Ally untuk membuat contoh di setiap kali dirinya memiliki sebuah ide baru.
Setelah memastikan kenyamanan ruang kerjanya, Ally segera mengambil tempat untuk membuka laptop, memeriksa permintaan klien, menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda, dan tenggelam dalam ide yang melayang di kepala untuk mendesain. Bahkan sampai lupa waktu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Apa kabar semuanya?
Semoga kalian selalu sehat dan bahagia selalu ya. 💜
Aku akan berusaha untuk rajin update dan tadi siang punya rencana untuk membukukan Ashton 😬
Niatku sih pengennya ada merchandise Eagle Eye gitu.
What do you think? Tell me. 🙈
20.06.23 (22.10 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top