PART. 4 - TOGETHERNESS
Akhirnya, update juga.
Maafkan untuk lama lanjutinnya. 😅
Happy reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Apa kau sudah melakukan apa yang kuperintahkan?" tanya Ashton sambil menatap Paul tajam.
Paul mengangguk cepat. "Untuk sementara aman dan belum ada yang mencurigakan."
"Penyadap?"
"Sudah terpasang berikut dengan kamera pengawas di semua area, baik perkebunan sampai mansion ini."
Ashton mengusap dagu sambil berpikir tentang masalah besar yang akan dihadapi dan dia sudah siap akan hal itu. Justru terlalu bersemangat untuk segera menghadapinya sebelum kekacauan itu semakin terjadi.
"Apakah rencanamu untuk Sabtu ini tetap dilakukan, Sir?" tanya Paul kemudian.
"Tentu. Sebarkan undangan pertunangan itu kepada pihak-pihak yang sudah terpilih sebagai sambutan atas perang yang mereka inginkan. Pastikan semua media mengetahui hal ini karena aku tidak ingin ada satu pun yang tertinggal," jawab Ashton lugas.
Paul mengangguk sebagai jawaban.
"Mengenai Ms. Smith, jangan sampai lengah karena dia cukup sulit. Meski begitu, kau tidak diperkenankan untuk menyentuhnya, atau kau akan berurusan denganku," tambah Ashton yang membuat Paul mengangkat satu alisnya, sebelum akhirnya kembali mengangguk dan mengundurkan diri dari ruangan itu.
Menghela napas, Ashton merasa cukup lelah untuk aktifitasnya di sepanjang hari itu. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, Ashton tidak menyangka jika dirinya akan menempati ruang kerja dari seorang Smith yang memilki adikuasa di Lawrenceville. Dan semua yang ada di mansion itu adalah miliknya.
Mengingat tentang bagaimana dirinya diremehkan, dihina, dan dituduh dengan sembarangan oleh Jonathan, Ashton hanya tersenyum miring. Apalagi bertemu dengan wanita sombong dan keras kepala seperti Ally yang membuatnya semakin tidak senang. Meski bisa melihat kelelahan dan kebingungan wanita itu, tapi Ashton tidak bisa melunak oleh karena apa yang terjadi harus dialami oleh Ally. Itu saja yang bisa diberikan Ashton saat ini meski rasa tidak suka kerap kali muncul.
Berita kecelakaan Jonathan Smith dan Yukari Smith membuat Ashton tercengang dan tidak percaya karena belum sempat membalas perlakuan pria sombong itu. Lucunya, niat pembalasan itu masih ada walau orang itu sudah mati, dan membuatnya semakin menginginkan Ally, putri semata wayang yang selalu dijaga dan dilindungi Jonathan.
Merasa sudah cukup lama berada di ruang kerja, Ashton beranjak untuk melihat Ally saat ini. Hal yang didapatinya terakhir kali adalah wanita itu kembali menangis untuk kesekian kali di kamar utama. Saat hendak menaiki tangga, dia melihat Ally turun dengan penampilan yang membuatnya menahan napas sejenak.
Memperhatikan dari atas sampai bawah, Ally tampak mendesah malas saat melihatnya. Wanita itu mengenakan hoodie kebesaran berwarna hitam dengan boots selutut warna senada. Meski memakai hoodie, tapi Ally tampak mengenakan crop top bertali dengan celana pendek di dalamnya. Rambut bergelombangnya dibiarkan tergerai dan Ashton berani bersumpah jika wanita itu semakin membuatnya gila dengan pesonanya.
"Aku tidak mengizinkanmu pergi," ucap Ashton dingin.
"Aku tidak peduli," balas Ally sambil mengangkat kedua alisnya, lalu kembali menuruni anak tangga.
"Kau tetap tidak boleh pergi!" tegas Ashton sambil mencekal lengan Ally sampai wanita itu memekik kaget.
"Dan aku tetap tidak peduli!" balas Ally kesal sambil melepas cengkeraman Ashton tapi tidak berhasil.
"Jangan menguji kesabaranku karena aku tidak akan segan untuk bertindak kasar jika kau tidak mau menurutiku!" ujar Ashton geram.
"You're not my dad! You're just an asshole who turns my life into ashes! Just fuck off!" desis Ally sambil kembali berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Ashton.
"Aku tidak suka dibantah," ucap Ashton dingin.
Ally terdiam sambil menatap Ashton selama beberapa saat, lalu membuang muka sambil bernapas dalam buruan kasar seolah menahan diri untuk tidak emosi.
"Aku tidak akan kabur jika itu yang kau cemaskan," gumam Ally akhirnya, kali ini dengan nada pasrah. "Aku hanya butuh penyegaran."
"Penyegaran seperti apa? Menggoda pria hidung belang dengan pakaianmu yang terbuka seperti ini?" ucap Ashton sinis sambil menarik Ally agar bisa menaikkan risleting hoodie hingga menutup sempurna.
"Berhenti memperlakukanku seperti ini! Kau bukan ayahku!" ucap Ally sambil berdecak kesal melihat apa yang dilakukan Ashton padanya.
"Then stop being such a little emotion-teaser," balas Ashton santai.
"Aku hanya lapar dan stress, Ashton! Aku hanya butuh waktu untuk mencari makanan yang kuinginkan. Apa aku tidak bisa untuk sekedar menyetir mobil, menikmati drive thru sendirian sebagai penghargaan diri kalau aku tidak gila atas apa yang terjadi padaku hari ini?" geram Ally frustrasi.
Ashton terdiam sambil memperhatikan Ally yang terlihat seperti apa yang diucapkannya. Merasa tidak ada masalah, Ashton berubah pikiran.
"Dengan satu syarat," ujar Ashton sambil melepas Ally dan wanita itu kembali mendesah malas. "Aku ikut denganmu."
"Kau tidak perlu ikut karena aku ingin sendirian," sahut Ally.
"Kau tidak akan kubiarkan sendirian, itu syaratnya," balas Ashton dengan nada tidak peduli.
"Aku tidak mau!"
"Kalau begitu, tidak usah pergi."
"Ashton!"
"Aku yang traktir!"
Ally mengerang kesal dan berjalan cepat mendahului Ashton sambil berseru, "Kalau begitu, aku yang menyetir!"
Ashton terkekeh sambil mengikuti Ally yang berjalan menuju ke lobby mansion. Mendelik tajam pada Paul dan beberapa orang suruhannya, mereka segera bersiap untuk mengambil posisi. Sebuah sedan dikendarai Ally dengan Ashton yang duduk di sebelahnya. Di belakang mobil mereka, ada beberapa mobil yang mengekori mereka.
"Apakah perlu seperti ini? Diikuti kemanapun aku pergi?" gumam Ally sambil membelokkan kemudi seolah berbicara dengan dirinya sendiri.
"Sangat perlu karena kau adalah calon tunanganku," balas Ashton santai.
"Itu adalah hal terkonyol yang pernah kudengar seumur hidupku, Ashton."
"Sama."
Ally melirik singkat padanya dan kemudian mendesah pelan sambil kembali menatap ke arah depan untuk melajukan kemudi dengan hati-hati.
Tatapan Ashton mengawasi sekeliling dengan sesekali melihat spion untuk memastikan jika Paul mengikutinya. Kota kecil yang hanya memiliki belasan ribu jiwa membuat mereka mudah dikenali, apalagi mereka memiliki predikat atau pengaruh di kota itu. Ally sebagai seorang Smith, dan Ashton yang dikenal sebagai si biang masalah.
Ashton tersenyum sinis saat membayangkan tanggapan penduduk setempat jika melihat dirinya bisa duduk bersama dalam satu mobil dengan Ally, sudah pasti akan menjadi buah bibir yang cukup panas di kota itu.
Seperti yang dikatakannya, Ally memilih untuk drive thru dengan membeli burger, kentang, dan ayam. Ashton memesan banyak untuk dibagikan pada orang-orangnya dan mereka menikmati makanan itu di dalam mobil setelah memarkirkan mobilnya di pelataran parkir.
Tidak ada pembicaraan, Ally hanya menikmati makanan itu dalam diam dan Ashton pun tidak ingin mengganggu waktunya untuk menyendiri. Wanita itu bilang lapar tapi terlihat tidak nafsu makan di sana. Sambil mengunyah burger, Ashton sesekali melirik pada Ally yang masih diam sambil mengunyah dengan tatapan kosong yang mengarah ke depan.
"Apa makanannya tidak enak?" tanya Ashton kemudian.
Ally hanya menghembuskan napas kasar tanpa melirik pada Ashton. Terlihat sekali jika dia merasa terganggu dari sorot matanya meski melihat ke depan.
"Apa tidak lelah jika harus terus merasa emosi seperti itu?" tanya Ashton lagi, sama sekali tidak peduli dengan raut wajah Ally yang terlihat semakin tidak senang dan justru dengan asik menggigit burger-nya dalam gigitan besar.
"Apa kau perlu seperti ini? Bahkan sampai harus membawa orang-orangmu? Apa kau pikir aku akan kabur?" desis Ally sambil melirik tajam padanya.
"Tentu tidak. Kau tidak akan bisa kabur sejengkal pun dariku, Lady. Aku hanya ingin memastikan dirimu agar tidak bersikap konyol," jawab Ashton santai.
"Apa kau pikir aku akan bunuh diri?" tanya Ally sinis.
"Tentu saja tidak sama sekali mengingat dirimu yang begitu keras kepala. Aku hanya senang saja melihatmu kesal dan terus mengerutkan wajah seperti itu. Kau tahu? Terkadang kita perlu membuat sesuatu yang menyenangkan untuk mengubah suasana hati yang tidak baik, salah satunya adalah dengan menjadi menyebalkan dan membuat orang lain merasa kesal. Seperti saat ini," jawab Ashton sambil melebarkan cengiran yang semakin membuat Ally tidak suka.
"Aku membencimu!" desis Ally dengan mata memicing tajam.
"Aku tahu," balas Ashton maklum sambil mengusap bibirnya dengan tisu. "Jadi, makanlah dengan cepat dan jangan membuang waktu terlalu lama di sini."
Ally mendengus dan menunduk untuk menikmati makanannya dengan masam. Mereka kembali menikmati makan malam dalam diam. Ally sama sekali tidak memperhatikan sekeliling dan tenggelam dalam pikirannya sendiri, sebaliknya Ashton justru mengawasi sekitar dengan sorot mata tajam dan dingin. Meski mereka makan di pelataran parkir, tentu saja itu tidak membuat keadaan lebih aman.
Melihat ada beberapa anak muda dengan motor besarnya sedang berkumpul tidak jauh dari posisi mobilnya, tentu saja Ashton melihat wajah-wajah brengsek yang sedang melihat ke arahnya. Dua orang mulai dengan sengaja berpindah agar bisa lebih dekat dengan mobil Ally yang terparkir.
Gelapnya kaca mobil membuat orang luar tidak bisa melihat ke dalam, tapi sudah pasti penduduk lokal mengenali mobil keluarga Smith yang dikendarai Ally. Mereka tertarik untuk mendekati Smith dimanapun atau kapanpun mereka berada, dan sudah sedari dulu seperti itu. Terlebih lagi, Ally adalah wanita yang menarik dan merupakan tercantik di kota itu.
Sebelum dua orang itu sempat menggapai mobil Ally, Ashton menyeringai saat melihat Lion dan Gybson, dua penjaga yang berada di mobil sebelah kiri segera keluar dan terlihat langsung menghadang keduanya dan berhadapan secara langsung.
"Ada apa?" tanya Ally tiba-tiba dan membuat Ashton mengalihkan tatapan untuk menatapnya.
Satu alis terangkat saat melihat adanya sorot kecemasan dari Ally. Ashton mengawasi sikap Ally yang berubah dan terlihat segera mengemasi makanan yang belum terselesaikan.
"Tidak ada apa-apa, hanya sedikit obrolan dan orang-orangku sedang bertanya dengan mereka," jawab Ashton menenangkan.
Ally mengerjap cepat sambil menatap Ashton selama beberapa saat, lalu melirik ke depan dengan penuh penilaian, dan kembali pada Ashton.
"Aku tidak menyukai perasaan tidak nyaman seperti ini," ucap Ally dan Ashton mengangguk.
"Kini, kau mulai tahu berterima kasih karena untungnya ada aku yang menemanimu di sini, begitu?" balas Ashton sambil terkekeh tapi sorot matanya mendelik tajam pada Lion yang sudah mendorong dada dari salah satu orang itu dengan kasar.
"Apakah ada perkelahian?" tanya Ally dengan nada gelisah.
"Tidak ada. Tentu saja tidak akan ada perkelahian," jawab Ashton yang masih dengan santai dan segera membuka pintu mobil seiring dengan seruan kaget Ally di dalam.
Menutup pintu sambil menatap tajam pada dua orang yang sedang berhadapan dengan Lion dan Gybson, Ashton mulai melangkah menghampiri dimana Paul dan satu penjaga lainnya, Jinx, keluar dari mobil yang terparkir di sisi kanan mobil Ally.
Jinx menjaga tepat di sisi mobil Ally, sementara Paul dengan cepat melangkah untuk berdiri tepat di sisi Ashton, ikut mengawasi sekelompok anak muda bermotor yang kini sudah menatap mereka dengan sorot mata tidak suka.
"Apa kita ada masalah di sini?" tanya Ashton sambil menatap dua orang yang terlihat mengawasinya dengan ekspresi penasaran dan takut disaat yang bersamaan.
"Aku melihat ada mobil Smith di sini," jawab salah satu pemuda dengan perwakilan wajah paling brengsek dengan adanya anting tindik di pelipis.
Ashton menoleh pada mobil Ally dimana Jinx berdiri tepat di sisi pintu kemudi dengan Ally yang masih berada di dalamnya. Tidak bisa melihat bagaimana kondisi Ally di dalam karena kaca mobil cukup gelap dan itu membuat Ashton sedikit merasa lega. Dia juga yakin jika mobil itu sudah tembus peluru.
"Lalu apa masalahnya denganmu?" tanya Ashton sambil berbalik menatap pemuda itu.
"Bukan urusanmu, lagipula kenapa kau keluar dari sana?" tanya Pemuda itu dengan lancang.
"Itu berarti adalah mobilku," jawab Ashton santai sambil memasukkan dua tangan ke dalam saku. "Kuharap kau segera kembali kepada kelompokmu karena aku tidak ingin ada keributan yang tidak diinginkan."
"Kau tidak berhak mengusir kami," balasnya lantang.
"Oh ya? Jadi, siapa yang berhak?"
"Aku bebas melakukan apa saja karena ini adalah wilayahku. Lagi pula, aku hanya tertarik dengan wanita cantik yang memesan makanan di kursi kemudi. Aku sangat yakin dia adalah putri Smith yang terkenal itu."
"Lalu?"
"Bukan urusanmu. Jika kau hanya penjaganya, maka lebih baik..."
BUGG!
Ashton tidak menyukai kekerasan tapi membuang waktu adalah hal yang dibencinya, apalagi harus meladeni obrolan dengan orang yang dinilainya tidak layak untuk berhadapan dengannya seperti ini.
Tidak menunggu waktu lama untuk sekelompok anak muda bereaksi lewat emosi yang sia-sia dengan berusaha membantu temannya yang dipukul tapi berakhir dengan mereka yang terkena pukulan telak dari para penjaga Ashton. Sampai pada Paul mengeluarkan sebuah senjata dari balik jasnya, disitu mereka tertegun dan berlari berhamburan.
Menggeleng cepat sambil mengeluh kesal, Ashton berbalik dan kembali pada mobil sambil menatap Jinx tajam, "Kau yang menyetir!"
Jinx mengangguk saat Ashton membuka pintu kemudi dan langsung menarik satu tangan Ally untuk keluar dari situ. Wanita itu memekik sambil terlihat gelisah, juga cemas.
"Apa yang terjadi?" tanya Ally saat Ashton membukakan pintu belakang untuknya.
"Tidak ada yang terjadi," jawab Ashton sambil mengarahkan dagu sebagai tanda untuk Ally agar dirinya segera masuk ke dalam mobil di sisi belakang.
Ally menuruti dan Ashton menyusulnya untuk duduk bersebelahan dimana Lynx sudah duduk di kursi kemudi untuk mengambil alih mobil itu.
"Tapi kau memukulnya!" seru Ally dengan nada menuntut saat Ashton sudah menutup pintu.
"Bukan berarti itu adalah sesuatu yang terjadi," balas Ashton sambil menyilangkan kaki dengan santai dan Lynx sudah melajukan kemudi dengan cepat keluar dari pelataran parkir itu.
"Dan anak buahmu melakukan perkelahian!" seru Ally lagi, terlihat sekali kecemasan dari sorot matanya dan suaranya yang bergetar.
"Bukan berarti aku bisa mengendalikan mereka saat ingin melakukan sesuatu. Bisa jadi, tadi itu mengancam keselamatan sehingga mereka perlu bertindak," balas Ashton sambil menatap Ally tajam.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi saat ini, juga sekelilingku. Kota ini begitu aneh, juga suasana dan semuanya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, pikiranku terlalu penuh, dan aku sangat lelah untuk mencari jawaban yang tidak kudapati sejak aku tiba di sini," ujar Ally sambil mengusap wajah dengan frustrasi.
"Tidak semua hal perlu dimengerti dan tidak semua hal membutuhkan jawaban," ujar Ashton yang langsung membuat Ally kembali menoleh padanya.
"Apa yang kau inginkan dariku? Apakah ayahku sudah melakukan perbuatan yang begitu jahat sehingga kau perlu bersikap kejam dan membalasnya lewat diriku sekarang?" tanya Ally dengan tatapan menuduh.
"Aku?" seru Ashton tidak terima.
"Ya! Kau yang sedang bergembira karena kematian orangtuaku! Juga, mulai mengancamku dengan memberiku rasa tidak aman! Orang-orangmu terus mengawasiku dari kejauhan setibanya aku di sini! Di rumah, di taman, di pemakaman, bahkan di perkebunan tadi sore!" sahut Ally dengan ekspresi marah tapi matanya berkaca-kaca.
Terdiam. Ashton melirik pada Lynx dari kaca spion dimana Lynx sudah membalasnya dengan sorot mata tajam. Sangat tidak menyukai apa yang diucapkan Ally tapi tidak bisa mengelak oleh karena dia mendapati sesuatu yang cukup jelas sekarang.
"Kau sudah terlalu lelah," ucap Ashton akhirnya.
"Dan kau tidak mengakuinya, bukan?" tuding Ally langsung.
"Aku bilang apapun, kau tidak akan percaya, bukan?"
"Karena kau bajingan!"
Ashton memejamkan mata sambil menarik napas panjang dan membuka mata sambil mengembus kasar. Rasanya dia sudah tidak bisa bersabar lebih lama.
"Kau tahu? Aku sangat mampu untuk membuatmu bungkam," ujar Ashton dengan nada penuh peringatan dan itu berhasil membuat Ally segera bergeser menjauh dari duduknya.
"Aku tidak mau..."
"Kita harus berdamai, Ally. Sabtu ini adalah pertunangan kita," sela Ashton.
"Aku tidak mau!"
"Kau tidak dalam posisi untuk bisa menolak atau negosiasi denganku. Yang bisa kau lakukan hanya menjalani apa yang kuperintahkan," ucap Ashton tegas.
Ally menatapnya dengan amarah dan sialnya, wajah Ally yang begitu cantik itu selalu berhasil membuat dirinya seperti hilang akal. Dilihat dari dekat seperti ini, pesona Ally benar-benar memukau. Tanpa permisi, Ashton langsung menangkup wajah Ally dengan kedua tangan lalu mencium bibirnya dalam-dalam. Seperti biasa, dia merasakan pekikan kaget yang tertahan dari Ally tapi dengan mudah bisa diatasi lewat lidahnya yang merajalela dalam mulut Ally.
Beberapa saat kemudian, dia menyudahi ciuman itu dengan mengadukan kening dan menatap Ally tajam. "Kau milikku, Ally. Dan kau akan jatuh cinta padaku. Lihat saja."
Mobil itu sudah berhenti dan mereka sudah kembali ke mansion itu. Ashton langsung menarik Ally keluar dari situ dan berjalan melangkah memasuki mansion lalu menaiki tangga menuju kamar utamanya.
"Aku tidak mau bersama denganmu! Aku bukan milikmu! Kau tidak berhak memperlakukanku seperti ini, Ashton!" seru Ally sepanjang Ashton menariknya.
Mendengar namanya dipanggil, Ashton spontan berhenti dan berbalik untuk menatap Ally yang tersentak kaget.
"Aku suka sekali namaku disebut olehmu seperti itu, Sayang," ujar Ashton sambil menyeringai dan kembali berjalan sambil menarik Ally untuk ikut dengannya ke kamar mereka meski Ally terus berseru kencang.
"Aku tidak mau dan tidak akan pernah sudi untuk..."
Suara Ally terhenti saat mereka sudah masuk ke dalam kamar itu dengan bibir Ashton yang kembali mengunci bibirnya dalam-dalam. Ashton menutup pintu itu dengan kaki lalu meraih Ally dalam pelukannya dan mengarahkan wanita itu ke atas ranjang lalu menindihnya.
Dia bisa merasakan Ally meronta tapi dengan mudah ditaklukkannya. Tangannya mulai membuka risleting hoodie yang dipakai wanita itu hingga terlepas dari tubuhnya, menyisakan crop top bertali warna hitam dan celana pendek warna senada. Kulit putihnya yang cerah terlihat kontras dengan pakaian yang dikenakan.
"Kumohon, hentikan," ucap Ally dengan suara memohon.
Dia menggeliat di bawah tindihan Ashton dimana bibir Ashton sudah mulai mengecup pipinya dan menyusuri lekuk lehernya saat ini. Ashton menggerakkan lidahnya di situ, dan dalam beberapa saat, dia sudah meninggalkan jejak basah yang memerah di sekitaran leher dan bahu.
Tangannya menyentuh lembut perut rata Ally, lalu membelainya dan kemudian mengarah ke atas untuk merasakan lekuk lembut dari payudara Ally yang menegang saat ini. Dia mencoba untuk bermain-main sambil memperhatikan ekspresi Ally yang gugup dan hampir menangis itu. Merasa sudah keterlaluan, Ashton segera berhenti.
Ashton menarik diri dan berdiri dengan kedua lutut sambil menikmati pemandangan yang ada di bawahnya. Wajah Ally yang bersemu merah, bibir yang membengkak, rambut panjang bergelombangnya yang berantakan dengan pakaian yang cukup menggoda. Satu tali crop top terjatuh di bahu wanita itu, membuatnya terlihat seksi. Dan senyum puas mengembang di bibir Ashton saat melihat hasil karyanya di sekitar leher dan bahu Ally. Banyaknya tanda merah itu menandakan kalau beberapa hari ke depan, Ally tidak akan memakai pakaian terkutuk seperti sekarang untuk keluar dari mansion.
"Kau bajingan!" seru Ally dengan suara bergetar sambil menyentuh leher dan bahunya seperti menyadari apa yang Ashton lakukan.
"Memang seperti itu," gumam Ashton menyetujui. "Kau adalah milikku dan hanya aku yang boleh menyentuhmu seperti ini. Dan perlu kau ketahui, dengan menjadi milikku, maka kau akan aman."
Ally mengatupkan bibir sambil menatap Ashton dengan amarah yang sama. Tidak peduli, Ashton menuruni ranjang dan mulai melepas kemejanya.
"Istirahatlah, aku tidak akan melakukan apapun jika kau belum siap. Sebab pemaksaan tidak ada dalam kamusku, tapi bukan berarti aku menerima penolakanmu," ucap Ashton sambil berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Membutuhkan siraman air dingin di atas kepala, Ashton mencoba mengabaikan ketegangan yang terasa dan degup jantung yang cepat. Terdiam beberapa saat di kamar mandi tepat di bawah pancuran air dingin, pikiran Ashton dipenuhi oleh berbagai kejadian yang terjadi pada hari ini.
Mendengus kasar, Ashton mengingatkan dirinya tentang penolakan Ally, juga apa yang sudah diperbuat Jonathan atas hidupnya. Pembalasan adalah tujuan utamanya dan untuk itulah dia harus terus ingat dengan rasa bencinya.
Setelah yakin bahwa dia cukup menahan diri, Ashton mengeringkan diri dan hanya mengenakan boxer saja. Keluar dari situ, dia bisa melihat Ally sedang tertidur dengan posisi menyamping di sisi ranjang. Sepertinya dia cukup lama di kamar mandi sampai wanita itu sudah mengganti pakaian dengan gaun tidur selutut model tali.
Ally tidur dengan lelap sambil memeluk selimut yang menutupi tubuhnya sampai batas dada. Ashton menaiki ranjang dan menyelinap masuk ke samping, lalu memeluknya dari belakang. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mendesah lega di balik lekuk leher Ally. Menyelipkan satu tangan sebagai alas kepala Ally, satu tangan lagi memeluk pinggangnya.
Tubuh Ally memberikan kehangatan dan kenyamanan, juga perasaan dimana Ashton sudah benar-benar sudah pulang ke rumahnya. Kampung halamannya. Lawrenceville. Dimana terlalu banyak kenangan yang cukup sulit untuk dilupakan Ashton tentang sosok Ally dalam hidupnya. Membenamkan kepala di leher Ally, Ashton memejamkan mata dan langsung terlelap.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Lumayan padat ya bab ini kek permasalahan hidup. 🤣
Apa kabar harimu?
Apapun harinya, aku percaya kamu sudah lakukan yang terbaik dan melewatinya dengan baik.
I purple you. 💜
29.05.23 (20.30 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top