PART. 22 - THE EXPLANATION.
Halo, Semuanyaaaaa...
Ternyata aku udah anggurin update cerita ini cukup lama. 🙈
Semoga masih ada yang menunggu.
Happy reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Ally baru saja mengeluarkan isi perutnya yang begitu bergejolak sejak dia terbangun tadi. Kepalanya begitu pusing dan tubuhnya lemas. Dia sudah sangat lelah dan masih mengalami tekanan psikis lewat kejadian menegangkan saat pernikahannya berlangsung.
Bahkan, dia tidak henti-hentinya menangis terisak ketika sudah sadar dan merasa paranoid jika mendengar suara kencang. Dia menarik nafas dan bersandar pada dinding kamar mandi tepat di samping kloset untuk memejamkan matanya karena rasa pusing yang masih mendera. Sudah kewalahan dengan apa yang terjadi dalam hidupnya semenjak kematian orangtuanya, bahkan Bernadette, wanita tua yang menjadi pengasuhnya sejak kecil pun berkhianat padanya.
"Mommy!" seru Petra sambil berlari kecil kearahnya.
Anak itu menatap Ally dengan sorot mata cemas dan sedih. Matanya mulai berkaca-kaca seperti ingin menangis, tapi Ally langsung memeluknya.
"Tidak apa-apa, jangan menangis. Mommy baik-baik saja," ucap Ally sambil mendekap erat tubuh mungil Petra.
"Mommy seperti orang sakit. Aku tidak suka," balas Petra dengan suara terisak.
Ally tidak bisa membalas perkataan Petra karena dia memang merasa tidak nyaman dengan kondisinya saat ini. Kepalanya begitu pusing dan itu memicu rasa mualnya kembali. Dia mendorong Petra menjauh dengan cepat lalu kembali membungkuk ke arah kloset untuk mengeluarkan cairan asam yang terasa begitu pahit di lidahnya.
"Mommy..." isak Petra yang terdengar semakin kencang.
Ally tidak sanggup membalas Petra ataupun menenangkan anak itu yang sepertinya berlari kesana kemari sambil terisak di belakangnya. Tubuhnya semakin lemas dan ulu hatinya terasa begitu sakit setiap kali gejolak mualnya timbul.
Sebuah tangan besar mendarat di atas punggungnya dan Ally bisa merasakan kehadiran Ashton tepat di belakangnya ketika dia masih membungkuk di situ.
"Mommy sakit, Daddy. Tolong dia," isak Petra yang memeluk Ally dari samping kanannya dengan wajah yang sembap.
"Ikut Helen bersamamu, Sayang. Aku akan mengurusnya," ucap Ashton tegas lalu berseru ke luar pintu. "Helen, bawa Petra!"
"Tapi, Mommy..."
"Ayo Petra, kau harus segera menghabiskan sarapanmu. Mommy akan menyusulmu," bujuk Helen sambil menarik Petra dengan lembut.
Petra masih menangis sambil mengikuti Helen keluar dari kamar mandi itu, sementara Ally masih berkutat dengan rasa mual yang perlahan mulai mereda. Usapan lembut yang ada pada punggungnya membuat perasaannya menguap lewat isakan pelan karena terbawa perasaan.
Ashton menekan tombol flush pada kloset, mengambil handuk kecil yang ada di rak terdekat, menyeka mulut Ally dengan lembut, lalu mengangkat Ally ke dalam gendongannya untuk keluar dari situ. Pria itu memeriksa suhu tubuh Ally dengan menaruh punggung tangannya pada kening, kemudian menatapnya sambil menangkup wajah Ally.
"Maafkan aku," ujar Ashton lembut.
Ally melepaskan kedua tangan Ashton yang menangkup wajahnya dan bergeser untuk berbaring menyamping dengan posisi membelakangi Ashton. Dia sudah terlalu lelah dengan semua hal yang dilakukan Ashton padanya. Apalagi dia tidak tahu dimana dirinya berada saat ini.
Semenjak bersama dengan Ashton, entah kenapa Ally sering tidak sadarkan diri, lalu terbangun dan berada di tempat yang asing. Belum lagi kebingungan yang dialaminya karena tidak adanya penjelasan dari pria itu. Alasannya selalu keamanan dirinya. Masalahnya adalah Ally tidak tahu apa yang sedang dihadapinya karena dia merasa tidak ada masalah dalam hidupnya yang mengharuskannya untuk menghadapi berbagai kejadian yang tidak diinginkannya.
"Apa kau ingin makan sesuatu?" tanya Ashton sambil memeluknya dari belakang.
"Menjauh dariku karena aku muak denganmu, Ashton," ujar Ally dengan nada lemah.
"Aku tahu, tapi kau harus makan," balas Ashton langsung.
"Aku tidak mau," sahut Ally sambil memejamkan matanya, "Tinggalkan aku dan beri aku waktu untuk beristirahat."
Ashton membalikkan tubuh Ally agar menghadap ke arahnya dengan mudah. Ally sudah tidak memiliki tenaga ekstra untuk menyingkirkan kedua tangan Ashton yang kini menangkup bahunya. Tubuhnya lemas seperti jelly dan lidahnya terasa kelu. Menatap wajah Ashton membuat rasa mual itu kembali datang.
"Ally..."
Ally membekap mulutnya dan berniat untuk mencapai kloset, tapi belum sempat bergerak, rasa mual itu menghantam tenggorokannya sehingga dia mengeluarkan cairan asam di pangkuan Ashton begitu saja sambil menangkup perutnya yang terasa sakit. Rasa pusing membuat dadanya bergemuruh cepat dan tidak sadar mencengkeram tangan Ashton dengan kuat untuk menahan getaran hebat yang bergejolak dalam tubuhnya saat ini.
Bersikap suportif, Ashton tidak mempedulikan Ally yang mengotori celananya tapi dengan sabar mengusap punggung Ally sambil berbisik menenangkan. Saat Ally mulai tenang, dia mengambil sapu tangan yang ada di saku celana, mengusap bibir Ally, dan membetulkan posisi Ally agar merasa nyaman.
"Aku akan memanggil dokter untuk memeriksa keadaanmu," ucap Ashton lembut lalu mengecup kening Ally dan kemudian beranjak dari ranjang dengan hati-hati sambil membersihkan celananya dengan sapu tangan.
"Pergilah, aku tidak ingin melihatmu," ucap Ally lemah sambil memejamkan mata utnuk mengurangi rasa pusing yang masih terjadi.
Tidak mengindahkan ucapan Ally, Ashton melakukan panggilan dengan ponsel sambil kembali duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan Ally seolah menguatkan.
"Apa kau ingin menikmati sereal dengan stroberi dan madu?" tanya Ashton setelah mengakhiri teleponnya.
Mendengar pertanyaan itu, spontan Ally menelan ludah sambil membayangkan buah stroberi yangn ranum dan asam itu. Tanpa membuka mata, Ally mengangguk sebagai jawaban dan hal itu sukses membuat Ashton tersenyum dan segera melakukan panggilan kepada pelayan agar segera menyiapkannya.
Dalam waktu singkat, makanan itu dibawakan dan Ashton menyuapi Ally dengan telaten. Tidak ada yang lebih baik saat kombinasi asam manis dari stroberi dan sereal memenuhi isi mulut Ally, menelannya, dan kembali menerima suapan demi suapan dengan tekun seiring dengan rasa pusing yang perlahan memudar dan rasa mual yang mulai menghilang.
Saat sesi makan masih berlangsung, Barry, dokter pribadi yang dipanggil Ashton sudah tiba dan segera memeriksa Ally. Tidak ada pembicaraan apapun, hanya sorot mata Barry yang terangkat dan bertemu dengan Ashton, disitu senyuman Ashton mengembang sempurna seolah tahu apa yang akan disampaikan dokter itu padanya.
"Tekanan darahmu cukup rendah karena kau kurang beristirahat. Aku akan memberi beberapa vitamin dan mineral untukmu, Mrs. Tristan," ucap Barry kemudian.
"Kurasa, aku tidak hanya mengalami hal seperti itu, apa yang terjadi padaku?" tanya Ally saat dia sudah merasa membaik dan Barry sudah memeriksanya.
"Kau hamil," jawab Barry tanpa ragu.
Ally tertegun dan menatap Barry tidak percaya. Dia menegang kaku saat mendengar jawaban yang membuatnya spontan menghitung jumlah keterlambatan hari pada siklus bulanannya dalam hati.
"Apa yang kau alami adalah normal untuk kehamilan di trimester pertama. Yang bisa kau lakukan hanya menuruti apa saja yang kau inginkan, itu akan membuat mualmu berkurang. Selain itu, kau harus mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup, karena itu, kuharap kau tidak lupa untuk mengonsumsinya setiap hari," lanjut Barry tanpa memperhatikan ekspresi kaget Ally yang masih terjadi.
Barry menyampaikan beberapa hal pada Ashton, sementara Ally tidak bisa menyimak apapun selain mencerna apa yang terjadi padanya. Mengetahui dirinya sedang mengandung di saat seperti ini sama sekali tidak pernah terbersit dalam pikirannya meski dirinya sempat melupakan jika sudah melakukan hal itu beberapa kali dengan Ashton.
"Aku senang jika kau mengandung anakku, Ally. Terima kasih sudah mewujudkan mimpiku untuk menjadi ayah bagi anak-anakmu," ucap Ashton sambil memeluknya setelah Barry mengundurkan diri.
Ally memejamkan mata dan merasakan kehangatan yang menjalar saat Ashton memeluknya. Dia bisa merasakan ketulusan dan kasih sayang lewat kecupan yang dilakukan Ashton beberapa kali di keningnya sebagai tanda syukur hingga membuatnya tidak sadar sudah terisak pelan.
"Hey, kau sudah melakukan yang terbaik. Jangan menangis," bisik Ashton lembut.
"Jangan bersikap seperti ini padaku, aku masih kesal denganmu," balas Ally sambil mengusap pipinya yang basah dan menarik diri dari pelukannya.
"Tidak apa-apa, aku tetap menyayangimu," sahut Ashton kalem.
"Jika kau benar menyayangiku, kau tidak akan melakukan semua hal ini padaku!" balas Ally.
"Aku akan menjelaskan semuanya setelah kau membaik," ujar Ashton menenangkan.
"Aku sudah membaik," cetus Ally.
"Sepertinya begitu," komentar Ashton sambil mengangguk.
Ashton mengambil posisi untuk bersandar di kepala ranjang dan menarik Ally dalam dekapannya. Kemudian, Ally membetulkan posisi untuk bersandar dengan nyaman di dada Ashton.
"Aku tahu jika terkesan mengulur waktu untuk memberi penjelasan karena aku sangat fokus untuk menjaga dan melindungimu," Ashton memulai penjelasannya dengan nada lembut, tegas, jelas, dan menyampaikan poin-poin penting dari semua kejadian yang menimpa Ally dan keluarganya.
Sepanjang pembicaraan, sesekali Ashton mengambil jeda untuk mengawasi ekspresi Ally yang terlihat bingung namun tetap diam seolah sedang mencerna tanpa mencela ucapannya. Ally terlihat cukup tenang untuk menerima semua penjelasan yang adalah jawaban dari semua pertanyaannya, terutama tentang alasan utama ayahnya yang mengirim dirinya ke Jepang.
"Apakah Obaa-Chan mengetahui semua ini?" tanya Ally dengan nada bergumam saat mengingat sesuatu. "Karena dia meminta tetangga yang seumuran denganku untuk menemaniku bermain dan kemana pun aku pergi."
"Maksudmu adalah Naomi Wilshiro? Yakuza wanita yang dibesarkan oleh nenekmu dan tinggal di rumah sebelah?" tanya Ashton balik dan Ally langsung mengangguk.
"Ya, dia adalah orang suruhan ayahmu untuk menjaga dan mengawasimu," jawab Ashton kemudian.
"Jadi, begitu ya," gumam Ally pelan.
"Nenekmu sudah tahu perihal tentang ayahmu, hanya saja dia tidak banyak bicara," tambah Ashton.
"Sejak kapan kau tahu tentang Auntie Judith dan Adele?" tanya Ally.
"Sejak beberapa jam yang lalu, saat aku membahas penyerangan yang terjadi dengan kuasa hukum ayahmu," jawab Ashton.
"Dua pria Asia itu?"
Ashton mengangguk. "Dia ditunjuk oleh ayahmu untuk menangani kasus ini."
Ally hendak kembali bertanya tapi Ashton tampak mengusap wajahnya yang terlihat begitu lelah dan menatapnya penuh arti.
"Maafkan aku karena sudah menjadi bajingan seperti ini padahal baru menikah tidak sampai satu hari, tapi aku harus membawamu dan Petra keluar dari sini untuk sementara waktu," ujar Ashton yang membuat hati Ally serasa mencelos.
"Apa maksudmu?" tanya Ally cemas.
"Kalian diincar oleh Apocalypse dengan motif balas dendam yang sama. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, oleh karena itu, aku ingin kau tinggal bersama nenekmu. Di sana, akan ada Naomi dan para klan Yakuza yang bisa melindungimu," jawab Ashton mantap.
"A-Apa? Aku dan Petra harus berpisah darimu?" tanya Ally yang tiba-tiba merasa panik.
"Petra akan kubawa ke tempat kenalanku di negara lain. Aku ingin mengecoh perhatian mereka dengan memisahkan kalian untuk sementara waktu di tempat persembunyian yang sudah kuatur. Karena itu, aku memohon pengertianmu selama proses ini sedang berlangsung," jawab Ashton lagi.
"Bagaimana mungkin, Ashton? Apa kau tidak memikirkan Petra jika terpisah dari kita? Anak itu masih terlalu kecil untuk dititipkan pada orang asing! Apa kau juga tidak memikirkanku yang sedang hamil dan baru saja menikah dengan bajingan sepertimu?!" seru Ally dengan nada tidak terima.
Ally mulai terisak dan Ashton kembali memeluknya dengan erat.
"Aku tahu, karena itu, maafkan aku, Ally. Aku harus menyelesaikan hal ini atau sampai situasi menjadi aman. Kumohon, percayalah padaku," ucap Ashton dengan nada memohon.
"Tapi kenapa harus dengan berpisah?" tanya Ally sambil terisak keras.
"Aku tidak ingin mereka memanfaatkanmu dan memberiku pilihan jika terkait dirimu dan Petra. Aku ingin kalian berada di tempat aman sampai aku bisa mendapatkan mereka dengan tanganku sendiri," jawab Ashton lugas.
"Aku tidak tega jika Petra dibiarkan dengan orang asing," ucap Ally sambil membayangkan kesedihan Petra.
"Aku sangat yakin dia mengerti," ujar Ashton meyakinkan.
"Bagaimana jika dia tidak betah dan menangis?" tanya Ally lagi.
"Aku akan langsung menjemputnya dan membawanya padamu," jawab Ashton langsung.
Tentu saja, Ally tidak mampu membalas selain terisak lebih keras oleh bayahgan Petra yang akan tinggal bersama dengan orang lain. Dia merasa begitu sensitif dan tidak nyaman dengan perasaan seperti itu.
"Bisakah kau tidak memberinya sesuatu hingga tak sadarkan diri sepertiku? Aku ingin dia menikmati setiap momen dan tidak berakhir sepertiku yang tahu-tahu sadar entah dimana," cetus Ally yang langsung membuat Ashton mengangguk.
"Karena itu, maafkan aku sekali lagi, tapi kita harus segera bergegas dan berangkat malam ini juga," ucap Aston lugas.
"Apa kau akan langsung meninggalkanku setibanya aku di sana?" tanya Ally lagi.
Aston menghela napas berat dan mengangguk pelan.
"Jika urusanmu selesai, kau harus segera menjemputku! Janji?" desak Ally langsung.
"Aku janji," jawab Asthon mantap.
"Jika tidak, aku akan sangat membencimu seperti dulu," balas Ally yang kembali menangis terisak.
Ashton memeluknya dan mencium pucuk kepalanya dengan dalam. Dia tahu jika pria itu sudah terlihat gelisah dan tidak sabaran untuk segera bergegas tapi Ally membutuhkan sedikit waktu untuk bisa berpelukan seperti ini.
"Aku akan segera menjemput kalian setelah menyelesaikan mereka, Ally," ucap Ashton sungguh-sungguh.
Ally mengangguk dan mengurai pelukan. "Aku ingin bertemu dengan Petra sebelum kita pergi."
Dengan diperbantu Ashton, Ally beranjak dan segera keluar dari kamar. Tepat di depan kamar, Ally bertatapan dengan Paul yang ternyata sedang berdiri berjaga di depan pintu kamarnya bersama dengan penjaga lain.
"Apa Paul akan menjagaku di sana?" tanya Ally sambil menoleh pada Ashton yang spontan mendengus kesal mendengar pertanyaannya itu.
"Sejauh ini, hanya Paul yang sanggup melindungimu," jawab Ashton sambil menatap Paul dingin.
Ally spontan tersenyum dan mengangguk, lalu menoleh pada Paul dengan kening berkerut. "Kupikir, dia akan sangat cocok dengan Naomi."
"Paul? Dengan Naomi? Yang benar saja," celetuk Ashton dengan nada geli.
Setelah mengatakan hal itu, Ally dan Ashton segera berjalan menyusuri koridor.
"Dimana kita berada, Ashton?" tanya Ally sambil mengamati rumah yang ditempati mereka saat ini.
"Ini adalah salah satu rumah singgah yang sengaja dibangun untuk titik pertemuan kami saat menghadapi musuh. Bisa dibilang, ini adalah tempat teraman," jawab Ashton.
Penjelasan Ashton membuat Ally mengangguk dengan isi pikiran semampunya akrena terdengar seperti drama aksi yang berbahaya. Yang bisa disimpulkan adalah dirinya sedang dalam bahaya dengan tante dan sepupunya yang ingin membalas dendam.
Saat Ashton membuka satu pintu ruangan, Ally melihat ada Petra sedang bermain bersama Helen. Anak itu menoleh dan langsung berseru senang sambil beranjak untuk berlari memeluk Ally.
"Mommy!" serunya senang. "Apa kau sudah makan?"
"Ya," jawab Ally hangat.
Ashton menyuruh Helen untuk meninggalkan mereka bertiga di dalam ruangan itu dan kemudian mengajak Petra untuk duduk di pangkuannya dimana Ally duduk bersebelahan dengannya.
"Ada yang ingin kusampaikan padamu," ujar Ashton yang langsung membuat ekspresi Petra tertegun dan mendelik pada Ally dengan tatapan bertanya.
"Aku merasa tidak nyaman," ujarnya pelan.
"Semua akan baik-baik saja, seperti biasanya. Percayalah," balas Ashton langsung.
Petra hanya mengangguk sambil menatap Ashton dan kemudian menatap Ally sambil menggenggam tangannya. "Aku adalah anak yang keren, tidak akan membuat Mommy bersedih, jadi tidak apa-apa, aku bisa mendengarkan."
Ally tersenyum haru sambil menganggukkan kepala. 'Kau sudah pantas menjadi kakak untuk adik-adikmu nanti."
Tertegun, Petra menatap Ally tidak percaya, lalu menoleh untuk meminta konfirmasi pada Ashton yang langsung menganggukkan kepala sambil terkekeh, dan dia berseru senang untuk memeluk Ally erat.
"Aku akan menjadi Big Bro! Apakah ada adik kecil di perutmu, Mommy?" tanya Petra sambil melepas pelukan dan membungkuk untuk menempelkan telinga di perut Ally yang masih rata.
Ally tertawa sambil membelai kepala Petra dengan lembut dan menjawabnya dengan anggukan kepala. Petra kembali berseru senang. Anak itu mengusap perut Ally dengan lembut, lalu berbisik pelan di sana dengan nada suara yang hanya bisa didengar olehnya.
"Apa yang kau bicarakan pada adik kecil itu, Petra?" tanya Ashton geli saat Petra sudah menegakkan tubuh dan menatapnya bangga.
"Aku memberitahunya untuk jangan nakal di dalam sana atau aku akan menghajarnya saat dia keluar nanti jika dia membuat Mommy kesusahan," jawabnya bangga.
Ashton tertawa terbahak-bahak sambil mengacak rambut Petra dengan gemas. "Itu baru anakku!"
"Tapi, masih ada yang ingin kami bicarakan," ucap Ally kemudian.
Petra mengangguk mengerti dan terdiam menunggu lanjutan Ally.
"Aku harus pergi ke rumah nenekku, ada yang harus..."
"Oh, aku tahu, tidak usah dijelaskan karena Uncle Paul sudah memberitahuku tadi," sela Petra cepat dan membuat Ashton dan Ally mengerutkan kening.
"Paul?" tanya Ashton dan Petra langsung mengangguk.
"Dia bilang aku akan menjadi anak hebat jika membiarkan Mommy pergi ke rumah neneknya tanpa menangis, dan aku akan semakin keren jika mau mengikuti Pak Tua dan Paman Judes yang sedang menempati kamar atas," jawab Petra lugas.
Tertegun, juga tidak percaya, Ashton dan Ally sama-sama tidak tahu harus membalas apa.
"Dan kau percaya padanya?" tanya Ashton akhirnya.
"Tentu saja, karena aku adalah anak hebat dan keren. Aku tidak apa-apa, lagipula, aku sudah terbiasa ditinggal olehmu yang sering bepergian. Ini bukan hal baru untukku," jawab Petra lagi.
"Petra..." panggil Ally dengan suara tercekat. Ada rasa haru dan sedih yang menyeruak dalam dada, merasa tidak tega dengan pengertian yang sebesar itu dari anak seumuran Petra.
Petra menoleh dan tersenyum padanya. "Aku tidak apa-apa, Mom. Aku akan menunggumu untuk menjemputku. Aku janji tidak akan nakal dan kita harus sering melakukan panggilan video."
Runtuh sudah, Ally terisak sambil memeluk tubuh Petra dengan seluruh perasaannya. Dia begitu terharu dan cukup bersyukur dengan Paul yang sudah mengambil alih tugasnya yang berat untuk menjelaskan hal ini. Tapi, tidak untuk Ashton yang mulai merasa geram saat ini.
"Aku harus berangkat malam ini juga, tapi kau harus menunggu Daddy untuk mengantarmu, okay?" lanjut Ally sambil menarik diri tanpa melepas pelukan.
"Tentu saja, kau tidak perlu cemas. Paman Jude situ memberiku buku teka teki yang cukup menarik untuk kuisi. Jika aku bisa menyelesaikannya, dia akan memberiku hadiah."
"Siapa itu Paman Judes?" tanya Ally sambil melirik pada Ashton dengan kening berkerut.
"Aku tidak tahu karena namanya terdengar aneh. Dia meremehkan kecerdasanku dan aku tidak terima, maka itu kami bertaruh," jawab Petra sambil menekuk cemberut.
"Memangnya apa yang akan kau dapatkan jika berhasil mengisinya?" tanya Ally.
"Dia akan memberiku seorang teman untuk menemaniku bermain. Dia juga bilang aku akan mendapat waktu bermain yang panjang di sebuah rumah besar, lengkap dengan peternakan kuda dan lapangan basket," jawab Petra sumringah.
Mendengar hal itu, Ally menghela napas lega dan merasa yakin jika Petra sudah berada di dalam pengawasan yang tepat. Dia yakin jika Ashton sudah merencanakan semuanya dengan baik. Dan demi masa depan mereka, Ally mempersiapkan diri untuk bersabar dan menerima setiap rencana Ashton demi keadlian atas kematian orang tuanya dan menindak tegas bagi mereka yang sudah menimbulkan perkara ini.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Nighty night, Genks.
I purple you. 💜
28.01.25 (21.55)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top