PART. 17 - SUPPER.

Melirik jam dinding dan sudah melewati jam makan tapi Ashton belum juga kembali, Ally semakin cemas karena Ashton tidak bisa dihubungi. Kejadian yang terjadi hari ini begitu mencurigakan dan Ally yakin jika hal itu ada hubungannya dengan apa yang menimpa keluarganya.

"Kenapa kau tidak makan, Mom?" tanya Petra dengan mulut penuh.

"Aku menunggu ayahmu," jawab Ally sambil mengambil serbet untuk mengusap bibir Petra.

"Tidak usah menunggunya, dia akan pulang terlambat dan akan meminta maaf besok pagi," balas Petra sambil kembali menyendok makanannya dan melahapnya dengan bernapsu.

"Pelan-pelan," ujar Ally mengingatkan sambil meringis ngeri melihat bagaimana Petra menikmati makan malamnya seperti tidak pernah menemukan makanan dalam hidupnya.

"Ini sangat lezat! Bisakah kau membuatkannya lagi untuk bekalku besok?" tanya Petra dengan mulut penuh dan ada semburan nasi yang keluar saat dia bersuara yang sukses membuat Ally mendesis tajam.

"Jangan berbicara saat kau sedang makan, nanti bisa tersedak. Lihat, makananmu menyembur kemana-mana," erang Ally sambil membersihkan mulut Petra lagi.

Petra segera mengunyah dengan cepat dan menelannya, lalu terkekeh saja. Dia segera mengambil air putih dan meneguknya lalu mendesah lega.

"Kau benar, Mom, suapan tadi terlalu besar tapi aku bisa menelannya, untung saja ada air putih," tukas Petra sambil kembali menyendok makanannya dengan jumlah yang sama seperti tadi.

Ally mulai merasa gemas dengan mengambil alih sendok Petra untuk menyendoknya dalam porsi yang cukup untuk mulut kecil anak itu. "Lihat, suapan ini pas untukmu, dan kau tidak perlu mengambil suapan sebesar itu karena tidak ada yang akan mengambil makananmu."

Petra menyeringai lebar dan menerima suapan Ally dengan riang. Sambil mengunyah, dia mengacungkan jempol pada Ally.

"Makanlah, Mom, Daddy sudah pasti terlambat," ucap Petra kemudian.

Ally kembali melirik jam dinding dan sudah melewati jam makan malam.

"Apakah hal ini sudah biasa untukmu, Petra?" tanya Ally dengan penuh perhatian saat melihat sikap anak itu yang tampak sudah terbiasa dan tidak merasa terganggu.

"Aku tahu jika Daddy sibuk dan aku tidak akan menuntut. Lagi pula, ada kau yang menemaniku disini," jawab Petra senang.

"Kau tidak akan sendirian lagi selama aku bersamamu," balas Ally dan Petra mengangguk mantap.

"Maka dari itu, aku tidak ingin protes padanya karena sudah memberikan seorang mommy yang cantik dan pintar masak sepertimu," sahut Petra sambil terkekeh.

Alis Ally terangkat. "Apa dia pernah bercerita tentangku padamu?"

"Tentu saja, dia memberitahuku jika dia sudah mendapatkan mommy yang pantas untukku, lalu datanglah kau," jawab Petra sambil mencomot brokoli yang ada di piringnya.

Melihat sikap Petra yang penuh pengertian dan tampak begitu santai membuat Ally terenyuh. Dengan umur yang masih sekecil itu, Petra sudah tidak memiliki orangtua dan terpaksa harus menjalani kehidupannya seperti ini.

Spontan, Ally membawa Petra ke dalam pelukan seolah ingin memberikan ketenangan padanya agar bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu meski dirinya masih belum yakin apakah mampu menyandang gelar itu. Baginya, dia dan Petra memiliki persamaan sebagai anak yang sudah tidak memiliki orangtua.

"Jangan takut, Sayang. Kau tidak akan sendirian, aku akan selalu menemanimu mulai dari sekarang," ucap Ally sambil mengusap punggung anak itu dengan lembut.

Tidak ada balasan dari Petra, hening sejenak, tapi kemudian tubuh kecilnya terguncang seiring dengan isakan pelan yang terdengar. Ally mengeratkan pelukannya.

"Ssshhh, jangan menangis," bujuk Ally sambil mengangkat tubuh Petra diatas pangkuannya dan mengusap wajah mungilnya yang basah.

"Aku senang ada kau, jangan tinggalkan aku," balas Petra dengan wajah yang begitu sedih.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Lagi pula, kau sudah menjadi anakku," sahut Ally dengan yakin.

Senyuman Petra mengembang begitu saja. "Aku menyukaimu, Mommy. Aku berjanji akan menjadi anak yang baik dan membuatmu bangga. Aku juga akan menjadi kakak yang keren untuk adik-adikku nantinya."

Ally spontan tertawa geli mendengar janji yang diucapkan Petra yang terdengar begitu penuh tekad dan sorot mata yang dalam disana.

"Kau sangat lucu," ujar Ally sambil menangkup kedua pipi Petra dan mengecup keningnya penuh sayang.

"Tentu saja," balas Petra bangga.

"Wah, wah, wah, ternyata kalian bermesraan disaat aku tidak ada rupanya," suara Ashton yang tiba-tiba terdengar membuat keduanya spontan menoleh dan melihat kedatangan pria itu yang sedang berjalan memasuki area ruang makan.

Ally memperhatikan Ashton dengan penuh penilaian. Ada yang berbeda dari pria itu dan terlihat sekali dari pakaian yang dikenakannya. Ally sangat yakin jika Ashton tidak memakai setelan jas yang dikenakannya tadi pagi.

"Kenapa kau melihatku seperti ingin memakanku habis-habisan?" tanya Ashton sambil terkekeh geli.

"Mommy belum makan karena menunggumu, Dad!" seru Petra cepat.

Dua alis Ashton terangkat sambil menatap Ally dengan hangat saat dirinya sudah mendekat. Membungkuk untuk memberikan kecupan singkat di kening tapi Ally segera menghindar dengan menjauhkan kepalanya dari bibir Ashton.

"Biar aku yang menggantikan jika Mommy tidak ingin menerima ciumanmu, Dad!" seru Petra lagi sambil mencium pipi Ally dan tertawa geli.

Ashton dan Ally saling bertukar pandang dalam diam seolah menilai satu sama lain, kemudian terputus karena Petra mengarahkan tangan pada Ashton untuk meminta perhatiannya. Ashton segera menggendong Petra dan memberi kecupan di pipi anak itu.

"Bagaimana harimu, Jagoan?" tanya Ashton lembut.

"Aku sangat baik dan sudah tidak sakit karena aku adalah anak laki-laki yang keren, Dad. Kau tidak perlu cemas," jawab Petra dengan serius.

"Aku tahu," balas Ashton.

"Tapi sepertinya Mommy masih tidak nyaman karena dia menunggumu. Aku bilang padanya jika kau akan terlambat tapi dia tidak percaya padaku," ujar Petra dan sukses membuat Ally tertegun menatapnya.

Ally tidak menyangka jika Petra akan menyampaikan sesuatu tepat di depan mukanya seperti itu. Dasar bermulut besar, rutuk Ally dalam hati.

"Jika aku sudah berkata akan pulang makan malam, maka aku akan pulang untuk makan malam. Agak terlambat tapi aku sudah berusaha tiba secepat mungkin jadi jangan membuat Mom semakin cemas, oke?" ucap Ashton memberitahu Petra dengan pelan sambil menurunkan anak itu dari gendongan untuk duduk kembali di kursi.

"Kau sering berkata seperti itu padaku tapi tidak pernah pulang untuk makan malam," protes Petra dengan kening berkerut tidak setuju.

"Karena kita adalah laki-laki yang saling mengerti karena banyak hal yang perlu dikerjakan. Lagi pula, jika kita sudah berjanji pada wanita maka kita harus memegang dan melakukan janji itu, bukan?" balas Ashton santai.

Petra tertegun sejenak, terlihat berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju. "Kau benar sekali, Dad. Aku adalah anak keren yang tidak akan mempermasalahkan hal kecil seperti itu."

"Apakah kau sudah menyelesaikan makan malammu, Petra?" sela Ally tegas.

Kupingnya terasa memanas karena merasa pembicaraan itu seolah sedang menyindirnya. Petra mengangguk sambil tersenyum seolah tidak ada yang terjadi.

"Aku akan kembali ke kamar untuk mengerjakan tugas, Mom. Terima kasih untuk makan malamnya," ujar Petra kemudian.

Petra melirik pada Ashton yang hanya memberi anggukan dalam diam saat anak itu memberi ekspresi menyemangati disana, kemudian meninggalkan ruang makan setelah mengucapkan selamat malam pada mereka berdua.

"Kurasa kau tidak perlu marah jika aku sudah pulang, Ally. Aku lapar," ujar Ashton sambil duduk di kursi utama dan menatap Ally dengan penuh penilaian.

"Tidak usah berpura-pura lapar jika kau sudah menikmati makan malam diluar sana. Aku tidak suka dibohongi!" desis Ally tajam dan sama sekali tidak berniat untuk mengambilkan apapun meski Ashton sudah memberi petunjuk untuk diambilkan makanan.

"Atas dasar apa kau menuduhku? Apa kau berpikir aku pulang terlambat karena pergi dengan wanita lain?" balas Ashton dengan satu alis terangkat menantang.

"Bukan aku yang mengatakan hal itu tapi kau!" sahut Ally ketus.

"Bukankah itu yang ingin kau dengar?" balas Ashton lagi.

Ally merengut tidak suka dan menatap Ashton sambil menggigit bibir bawahnya menahan marah, sementara Ashton hanya menghela napas dan mengambil makanannya sendiri, mengabaikan tatapan menuduh dari Ally yang sudah terlihat jelas dari sikapnya.

"Sudahlah, Ally. Makan dulu saja dan isi perutmu sebab emosi menjadi labil jika perut lapar," ujar Ashton kemudian.

"Aku sudah tidak punya selera," balas Ally sambil beranjak dan hendak melangkah tapi belum sempat melakukannya, sebuah cengkeraman yang kuat di pergelangan tangan membuatnya berhenti sambil tersentak.

Menoleh dan mendapati Ashton menatapnya dengan ekspresi yang menggelap. Hal itu sukses membuat Ally menahan napas karena rasa takut dan cemas menghinggap begitu saja.

"Kembali ke dudukmu dan makan malam! Kau bukan anak kecil yang perlu kusuruh seperti itu jika sedang marah atau kesal dengan menambah masalah yang tidak diperlukan!" desis Ashton tajam.

Tidak melakukan perlawanan karena Ashton cukup menakutkan, Ally menurut begitu saja dan melakukan apa yang diperintahkan Ashton padanya, yaitu duduk kembali dan mengambil makanannya sambil menahan diri untuk tidak menangis.

Tidak ada pembicaraan selain dentingan suara sendok dan garpu yang beradu. Keduanya menikmati makan malam tanpa minat. Melirik singkat, Ashton terlihat gusar dan sama sekali tidak lagi melihat ke arah Ally. Meski demikian, Ashton menghabiskan apa yang tersaji diatas meja makan seolah tidak ingin menyia-nyiakan usaha Ally dalam membuat makan malam itu.

Penyesalan selalu datang terlambat dan itu yang dirasakan Ally saat ini. Ashton benar, pikirnya. Ally mengakui jika dirinya menjadi kekanakan saat ini. Meski terlambat, tapi Ashton menepati janjinya untuk pulang makan malam. Teringat cerita tentang Petra yang memberitahunya tentang Ashton yang pulang terlambat membuatnya menjadi terbiasa sehingga anak itu tidak perlu menunggu kedatangan Ashton. Tapi kali ini, tidak begitu.

Pikiran Ally terbuyar saat Ashton beranjak setelah makan malamnya selesai. Keduanya sama-sama menoleh dan ekspresi Ashton tidak kebih baik dari sebelumnya. Dia masih tampak marah dan tidak senang.

"Ada yang harus kukerjakan dan kau tidak usah menungguku. Tidur saja dulu," ucapnya dingin.

"T-Tapi..."

"Silakan lanjutkan asumsi sepihakmu tentang apapun yang kau ingin pikirkan tentang keterlambatanku, Ally. Kau tidak akan mendapatkan penjelasan apapun dariku," sela Ashton tanpa basa basi.

Setelah mengatakan hal itu, Ashton segera berlalu dan meninggalkan Ally sendirian.

Napas Ally memberat dan pandangannya mengabur. Dia sudah tidak bisa lagi menahan diri dan akhirnya menangis pelan sambil menatap kepergian Ashton yang sedang menaiki tangga tanpa menoleh lagi ke arahnya.

Sambil terisak pelan, Ally mulai merapikan meja makan dan mengumpulkan piring kotor. Dia menolak para pelayan untuk membantunya dan mengatakan jika dirinya yang akan membersihkan ruang makan. Hal itu dilakukan agar dirinya memiliki pengalihan sambil mengingatkan diri bahwa keberadaan dirinya karena Ashton sudah memiliki seluruh asset keluarganya, termasuk dirinya.

Menarik napas dan mengembuskannya cepat, Ally menyeka airmatanya dengan punggung tangan dan berpikir untuk kembali ke kamar setelah membereskan semuanya. Saat dia melewati ruang kerja Ashton, sayup-sayup dia bisa mendengar suara Ashton yang melengking tajam saat menelepon seseorang di dalam sana.

Teringat dengan ekspresi Ashton tadi, Ally mengurungkan niat untuk sekedar bertanya atau menghampiri karena tidak ingin kembali sedih. Melanjutkan perjalanannya menuju ke kamar, tapi Ally mengurungkan niat dengan spontan berjalan menuju ke kamar Petra.

Anak itu sedang tertidur dengan dua tangan yang terlipat sebagai alas kepala di meja belajar. Ally hanya menggelengkan kepala melihat anak itu ketiduran saat belajar. Menutup pintu dengan perlahan, Ally membereskan buku dan alat tulis yang tergeletak dengan sangat hati-hati agar anak itu tidak terbangun.

Mengangkat Petra dengan hati-hati, Ally memindahkan anak itu ke ranjang dan menyelimutinya. Memberi kecupan di kening, membisikkan ucapan selamat malam, kemudian mematikan lampu kamar, dan segera keluar dari situ.

Kembali ke kamarnya sendiri, Ally segera membersihkan diri dan mengobati luka yang ada pada siku dan kedua lututnya. Dirinya sudah sangat lelah dalam menjalani hari itu dan sangat membutuhkan istirahat. Segera bergegas ke ranjang, Ally tidak membutuhkan waktu lama untuk segera terlelap begitu saja.

Meski sendirian, tapi dia merasa tidak sendiri saat merasakan kehangatan dari sebuah pelukan yang erat dan liukan lidah yang membasahi kulit lehernya seiring dengan desahan lembut yang keluar dari seorang pria. Matanya enggan terbuka, dia masih begitu lelap, dan yakin jika itu adalah mimpi yang menyenangkan. Mimpi yang membuatnya menyerah dalam kenikmatan yang ditawarkan. 


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Semoga harimu menyenangkan.💜

28.05.24 (21.30)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top