PART. 16 - EXECUTION.

Update this story because today is
Zero Dark Thirty's WAG
4th Anniversary. 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Dengan ekspresi gelap dan rahang yang mengetat, Ashton memakai sarung tangan kulitnya dengan perasaan tidak sabar untuk memberi pelajaran pada bajingan yang hendak menabrak Ally dan Petra. Tentunya, hal ini tidak akan dibiarkan terjadi.

Berjalan memasuki sebuah basement kosong yang ada di dalam sebuah bangunan tua di pinggir kota, dengan didampingi Lion dan beberapa anak buahnya, Ashton tiba di sebuah ruang kecil yang terdapat di sudut basement.

Pintu ruangan itu langsung ditutup dengan beberapa penjaga berjaga di depan, sementara Ashton menatap dingin pada seseorang yang duduk di kursi kecil dengan posisi dua tangan yang dirantai diatas kepala, dua kaki yang dirantai di kaki kursi, dan memakai penutup kepala.

Ashton memberi tanda lewat telunjuk yang mengayun ke depan dan salah satu anak buahnya segera melepas penutup kepala dari orang itu dengan kasar. Tampak seorang pria yang berumur sekitar akhir tiga puluhan dengan mulut yang dilakban dan wajah yang sudah babak belur. Sepertinya, para anak buah Ashton bekerja dengan baik untuk menghajarnya sebelum Ashton bertindak.

"Jadi, bajingan itu yang mengendarai mobil sialan tadi?" tanya Ashton dingin tanpa mengalihkan tatapan pada pria itu yang kini melihatnya dengan sorot mata dalam varian emosi yang terbaca disana. Kaget, takut, bingung, juga marah.

"Yes, Sir," jawab Lion.

"Siapa dia?" tanya Ashton langsung.

"Greg Hudson, mantan narapidana yang baru dibebaskan sebulan lalu dari masa hukuman atas pembunuhan dan pemerkosaan yang dilakukan sepuluh tahun lalu," jawab Lion.

Ashton mengangkat satu alisnya untuk mempelajari pria yang bernama Greg Hudson itu secara seksama. Meski sudah babak belur, tapi sepertinya dia masih cukup kuat untuk menjadi bajingan karena ekspresi sinis yang ditampilkannya sekarang. Dia bahkan mampu membalas tatapan dingin Ashton tanpa ragu.

"Dan sudah dipastikan jika kalian belum berhasil membuatnya buka suara terkait siapa yang menyuruhnya?" tanya Ashton sambil melirik tajam pada Lion.

Lion menarik napas dan mengangguk mantap. "Dia cukup pandai dalam menutup mulutnya."

Ashton menoleh dan mendapati Greg menatap remeh pada Lion disana. Tentu saja, dia sangat paham jika Lion dan anak buahnya sudah menahan diri untuk tidak membunuhnya karena perlu memberi kehormatan itu bagi Ashton.

"Ayo kita bermain dan mari kita lihat apakah dia masih pandai dalam menutup mulutnya saat ini," ujar Ashton sambil melangkah dan Lion spontan mengambil sebuah kotak hitam dari salah satu anak buahnya untuk dibukakan di meja kecil yang tidak jauh dari kursi yang diduduki Greg Hudson.

Dalam kotak hitam itu terdapat varian pisau tajam, gunting, alat-alat tajam untuk membedah, juga botol-botol kecil yang berisi cairan-cairan keras disana. Ashton berhenti tepat di depan orang itu yang membuatnya semakin sinis karena teringat dengan apa yang nyaris terjadi pada Ally dan Petra.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Ashton sambil melepas perekat yang menutup mulut Greg dengan kasar.

Bukannya menjawab tapi Greg mendengus dan membuang ludah ke arah Ashton tapi langsung mengadu kesakitan saat pukulan di kepala datang dari arah belakang. Itu dari salah satu anak buah Ashton yang tampak tidak sabar untuk melakukan sesuatu pada bajingan itu.

Ashton menyeringai sinis sambil menunduk untuk melihat sepatunya yang hampir terkena saliva Greg dan kembali menatap Greg datar seolah tidak terjadi apa-apa barusan. Tidak ingin membuang waktu, Ashton berjalan menuju ke kotak hitam dan melihat-lihat apa yang ingin diambilnya untuk bersenang-senang.

Senyuman sinis mengembang saat tatapannya tertuju pada sebuah tang penjepit khusus disitu. Tanpa ragu, dia mengambilnya dan beberapa anak buah segera mempersiapkan Greg yang mulai mengumpat dan memberontak disana.

"Apa yang ingin kau lakukan, Brengsek?" desis Greg berang dan terus mengumpat pada orang-orang yang menahan tubuhnya. Masing-masing dua orang di tiap sisinya, ditambah satu orang menahan tubuhnya untuk tetap diam dengan menekan bahunya keras.

Ashton berbalik dengan tang penjepit yang sudah digenggamnya dan segera memberi kode pada Lion untuk menyuruh dua anak buah yang sedang menahan tangan kanan Greg dan meletakkannya diatas meja besi yang baru ditarik Lion, kemudian menekan telapak tangan agar kelima jari bisa dijejerkan dan terlihat disitu.

"Lepaskan aku!" teriak Greg sambil menggeram kasar dan menatap Ashton berang.

"Aku tanya sekali lagi, siapa yang menyuruhmu?" tanya Ashton dingin.

"Bukan urusanmu!" jawab Greg sambil mendesis dan kemudian tertawa mengejek melihat ekspresi Ashton yang semakin menggelap.

Tanpa aba-aba, Ashton bergerak dengan begitu cepat dan dibantu para anak buah yang begitu sigap dalam melakukan sesuatu. Satu telunjuk kanan Greg diangkat dan Ashton menjepit telunjuk itu dengan tang penjepit tanpa ragu hingga terdengar bunyi retakan yang dalam, menekan tang itu sekuat tenaga, dan telunjuk itu terputus bersamaan dengan darah yang mengalir deras memenuhi tangannya, seiring dengan teriakan kesakitan Greg yang memilukan telinga.

"JARIKU! JARIKU!" teriak Greg pilu dan isak tangis karena kesakitan.

Tubuh Greg sudah gemetar tapi tidak kuasa untuk memberontak karena para anak buah yang menahan tubuhnya tetap menahannya kuat tanpa bergeser sedikitpun. Mereka bahkan tidak terlihat iba dan biasa saja atas apa yang terjadi pada Greg yang meraung-raung kesakitan.

Tanpa ekspresi, Ashton membuang jari telunjuk itu ke sembarang arah dan tidak mempedulikan Greg yang masih berteriak dan menangis kesakitan.

"Jadi, siapa yang menyuruhmu?" tanya Ashton dingin.

Meski terlihat kesakitan dengan tubuh yang gemetar dan keringat bercucuran, Greg masih bisa menatap Ashton dengan sorot mata penuh kemarahan disana.

"Lebih baik kau membunuhku! Sampai mati pun aku tidak akan memberitahumu!" sembur Greg tajam.

"Ide yang bagus tapis ama sekali tidak seru jika kau langsung mati. Kebetulan sekali, aku masih ingin bermain-main," balas Ashton santai sambil memilih peralatan yang ada di kotak hitam itu.

"Kau psikopat!" maki Greg.

"Merupakan kebanggaan bagiku jika kau berpikir seperti itu, Terima kasih," sahut Ashton yang mengambil gunting dengan moncong yang panjang dan runcing, kemudian kembali pada Greg tanpa ragu.

Greg kembali berteriak histeris sambil berusaha memberontak dengan sia-sia. Para anak buah masih begitu kuat dalam menahan tubuhnya ketika Ashton kembali membuang dua jari dengan mengguntingnya.

Kedua tangan Ashton sudah bersimbah darah tapi itu tidak jadi soal. Teriakan, makian, tangisan, dan seruan Greg memenuhi isi ruang tapi semuanya seakan tuli. Mereka masih fokus menahan tubuh Greg selagi Ashton tampak menikmati kesakitan yang dirasakan Greg.

"Hentikan!" teriak Greg menggila.

"Bukankah kau tadi memujiku? Aku baru saja membuktikan padamu tentang apa yang kau katakan padaku," balas Ashton datar.

Kembali menggunting sisa jari pada tangan kanan, teriakan dan erangan kesakitan Greg bagai alunan musik bagi mereka karena tidak ada satupun yang mempedulikan penderitaannya. Ashton bahkan belum merasa puas terhadap apa yang dilakukannya.

Kini, tangan kanan Greg sudah tidak memiliki jari dan Ashton merasa perlu melakukan sesuatu dari itu. Baginya, hukuman untuk orang yang berniat menyakiti keluarganya harus setimpal dan mati dengan mudah bukanlah caranya.

"Hentikan! Bunuh saja aku!" seru Greg parau dengan kondisi yang sudah bersimbah darah. Dia terlihat melemah dan tidak mampu memberontak selain menangis, berteriak, dan mengadu kesakitan lewat umoatan kasar yang keluar dari mulutnya.

"Aku sudah berbaik hati untuk bertanya baik-baik padamu, tapi sepertinya kau lebih senang bermain-main denganku," ujar Ashton sambil menyeringai sinis.

"Kau gila!" sembur Greg putus asa dan kembali terisak karena kesakitan.

"Tidak ada psikopat yang tidak gila," komentar Ashton langsung.

Greg mengerjap cepat dan mulai gelisah saat melihat Ashton kembali pada kotak hitam untuk mengambil sesuatu setelah melempar gunting yang dipakainya tadi.

"A-Apa yang akan kau lakukan?" seru Greg histeris.

Ashton mulai mengambil gergaji portable yang memiliki ketajaman pada setiap ujung pisaunya. Dia melihat-lihat sejenak untuk memastikan alat itu bekerja sementara Greg berteriak semakin histeris dan mulai memberontak dengan sisa tenaga yang sia-sia. Di sisi kirinya, dua anak buah yang menahan tubuhnya sudah bersiap untuk menaruh satu tangannya di meja.

"Jangan lakukan itu! Tolong! Bunuh saja aku!" teriak Greg dengan nada memohon.

Ashton menoleh dan menatapnya dengan satu alis terangkat. "Apa kau baru saja memohon padaku?"

"Tidak! Aku memerintahmu untuk... AAARRRRGGGHHHH, KEPARAT! BAJINGAN! MATI SAJA KAU KE NERAKA!"

Tanpa aba-aba, Ashton menebaskan gergaji pada tangan kiri Greg sehingga terputus begitu saja. Greg kembali berteriak, menangis, meracau, menggila, dan terlihat ingin mati saja. Melihat kesemuanya itu, Ashton perlu mengagumi kesetiaan Greg yang layak mendapat acungan jempol. Kehilangan dua tangan dan masih belum mau membuka suara. Luar biasa, pikirnya takjub.

"Kuharap kau bisa menjaga mulutmu dimulai dari sekarang akrena aku tidak suka membuang waktu dengan obrolan yang tidak perlu," ujar Ashton santai sambil melangkah mendekat dimana Greg mulai menggelengkan kepalanya dengan cepat seolah ketakutan saat ini.

Teriakan kesakitannya terdengar begitu pilu, dia menghentak-hentakkan tubuh di kursi dengan para anak buah yang masih menahan tubuhnya. Penampilannya sudah begitu kacau dan basah kuyup karena keringat dan darah.

Sudah memakai tang, gunting, dan gergaji, rasa bosan mulai menghinggap dan Ashton kembali membuang gergaji untuk mencari peralatan yang bisa dia gunakan untuk segera mengakhiri permainan ini. Belum sempat mencapai kotak hitam itu, gerakan Ashton terhenti saat dia mendengar Greg berseru.

"Apocalypse!" seru Greg dengan parau.

Menyeringai penuh kemenangan, Ashton bersidekap sambil menatap Greg dengan angkuh.

"Apa yang kau sebut barusan berhubungan dengan Richardson?" tanya Ashton dingin.

Napas Greg memburu kasar sambil menatap Ashton berang dari sepasang matanya yang sudah memerah. "Kau tidak tahu apa yang kau hadapi, Bajingan. Kau bahkan bukan apa-apa dan siapa-siapa baginya!"

"Aku tanya sekali lagi, apakah ada hubungannya dengan Richardson?" tanya Ashton dengan penuh penekanan dan tidak mempedulikan ucapan Greg barusan.

"Yang kuincar adalah anak itu, dan bukan wanita itu! Ada pihak lain yang mengincar anak itu selain Apocalypse dan..."

"Mereka mengincar anakku?" sela Ashton tajam.

Greg mengangguk sambil menahan kesakitan. "Anak itu adalah keturunan Maxwell dan dia harus mati. Sedangkan wanita itu adalah satu-satunya keluarga Smith yang tersisa dan..."

DOR!

Greg mati seketika dalam kondisi mata terbelalak dan mulut yang menganga lewat tembakan yang menembus kepalanya.

Napas Ashton memburu sambil menatap marah pada Greg yang sudah tidak bernyawa. Dia menyerahkan pistolnya pada Lion dan melepas sarung tangannya dengan kasar. Jika memang apa yang dikatakan Greg adalah benar, maka intuisinya selama ini tidak salah. Lagipula, dia tidak pernah salah dengan intuisinya.

Bobby Richardson, sudah pasti memang sengaja mencari masalah dan menjadi dalang dari semua ini. Dia memaklumi jika Ally menjadi incaran karena hubungan yang pelik antara Bobby dengan Jonathan Smith, tapi tidak percaya dengan mereka yang mengincar Petra. Selama tiga tahun dirinya memegang anak itu, dia yakin jika tidak ada yang mengetahui tentang Petra yang adalah keturunan Maxwell. Kecuali...

"Sir, ada panggilan dari Asia Tenggara dan meminta kata sandi sebagai tanda," suara Lion membuyarkan pikiran Ashton seketika.

"Bereskan tempat ini!" perintah Ashton sambil berjalan keluar dari ruangan dengan diikuti Lion dan beberapa penjaga dibelakang mereka.

"Sir," kembali Lion mengingatkan.

"Red Code," jawab Ashton cepat. "Itu akan menjadi tanda peringatan dan ancaman bagi kita. Sambungkan padaku."

Mengeluarkan ponsel khusus dari saku, Lion berbicara dalam bahasa asing yang memberikan sebuah perintah lewat jalur komunikasi yang tersembunyi. Kemudian, Lion menyerahkan ponsel pada Ashton.

"Alfa," ucap Ashton dingin.

"Bukankah sudah kukatakan untuk tidak menghubungiku lagi?" desis suara tajam di sebrang sana.

"Tutup mulutmu, Gordon! Kau tidak perlu menjadi sombong hanya karena berhasil memenangkan semua kasus tersulit!" sembur Ashton tajam sambil masuk ke dalam mobil dan menempati kursi belakang.

"Itu adalah kenyataan yang harus kau terima," balas orang itu dengan angkuh.

Gordon Wirawan, seorang pengacara ternama dari Asia yang ditunjuk Jonathan Smith sebagai kuasa hukum untuk mengurus kasus pembakaran perkebunannya. Berdasarkan surat wasiat yang ditulis Jonathan untuknya, diketahui bahwa Gordon adalah juru kunci yang mengetahui setiap titik permasalahan selama lima tahun terakhir. Ashton tidak habis pikir apa yang dilakukan Jonathan sampai harus menyewa jasa kuasa hukum sampai ke ujung dunia yang bernama Indonesia.

"Aku tidak peduli karena keadaan sudah semakin genting! Aku ingin bertemu denganmu secara rahasia!" desis Ashton tajam.

"Kau pikir kau siapa berani memerintahku? Aku tidak..."

"Putri dari Jonathan Smith dan cucu ayah angkatku, Edison, hampir tertabrak tadi siang dan bajingan itu memberikan informasi dengan kode Apocalypse!" sela Ashton sambil mendesis geram.

Tidak ada balasan dari Gordon karena hening selama beberapa saat. Cukup lama, sampai akhirnya Ashton bisa mendengar deruan napas kasar disebrang sana.

"Aku masih berada di luar kota dan sedang menangani kasus penting," ucap Gordon kemudian.

"Aku tidak bisa menunggu! Tidak hanya dirimu yang sibuk, Pak Tua!" desis Ashton lagi.

"Aku akan datang padamu dengan orang kepercayaanku lusa nanti," sahut Gordon tegas.

"Tidak ada pihak lain selain kita berdua!" balas Ashton cepat.

"Dia adalah kepercayaanku yang juga menjadi perwakilanku untuk mengurus urusan Smith International. Kau bisa mencari tahu tentangnya. Namanya Junolio Mananta," ucap Gordon.

Dalam hitungan detik, Lion yang sedaritadi sudah duduk di kursi kemudi segera memperlihatkan ipad berupa profil yang disebutkan Gordon barusan. Ashton menerimanya dan membacanya sekilas tentang seorang pengacara muda yang tampaknya cukup kompeten dalam pekerjaannya.

"Baiklah, aku akan mengatur jemputan untukmu. Kau bisa memberitahuku dimana kau berada saat ini," ujar Ashton kemudian.

"Tidak perlu repot-repot, kami memiliki jet pribadi untuk menggapaimu langsung, Anak Muda," sahut Gordon dengan nada angkuh.

Memutar bola mata, Ashton mulai gerah dengan pengacara terpilih versi Jonathan Smith dan tidak heran jika sama-sama menyebalkan.

"Aku tahu kau cukup kaya untuk bersikap sombong tapi kau tidak cukup awas dalam mengawasi adanya penyusup atau pihak-pihak yang bisa meretas informasi tentang kedatangan kalian. Jadi, tutup mulutmu dan beritahu aku dimana dirimu berada dan orangku akan segera menjemputmu," tukas Ashton dengan lantang.

Tanpa menunggu balasan Gordon, Ashton langsung menyerahkan ponsel pada Lion dan mengumpat kasar karena tidak senang dengan kejadian yang menimpanya hari ini.

"Sir," panggil Lion yang membuat Ashton mendelik tajam padanya.

"Aku ingin pulang karena sudah jam makan malam," ucap Ashton.

"Apakah Anda akan pulang seperti itu?" tanya Lion langsung.

Ashton menunduk untuk melihat setelan jasnya yang bersimbah darah dan begitu kacau.

"Mampir ke base camp untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian," jawab Ashton dan Lion langsung melajukan kemudi.

Mengedarkan pandangan ke luar jendela. Ashton menghembuskan napas berat sambil memijat pelan keningnya. Dalam pikirannya dipenuhi dengan Ally dan Petra. Tidak menyukai jika dua orang terkasihnya itu sedang berada dalam bahaya, juga tidak ingin menyalahkan mereka yang terlahir dari keluarga ternama yang memilki banyak musuh, tapi merutuki dirinya yang harus berada di tengah kutuk kedua keluarga itu.

Meski begitu, Ashton tidak menginginkan sesuatu terjadi pada Ally dan Petra dan tidak akan membiarkan siapapun bisa menyentuh mereka. Oleh karena itu, dia perlu bertindak cepat untuk segera menjadikan keduanya seorang Tristan, bukan Maxwell, apalagi Smith. Hanya Tristan



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Aku bersyukur untuk hari ini karena WAG pembaca genap 4 tahun bersama.
Rasanya menyenangkan.
Terima kasih sudah menjadi teman baik dan mengenal kalian membuatku merasa istimewa.

Aku sayang kalian. Sayang sekali.
Borahae. 💜

4.4.24 (22.10)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top