PART. 15 - THE ATTACK.
Sejujurnya, aku kelupaan update cerita ini, ya Lord.
Maafkan aku ya karena membuat kalian menunggu sedemikian lama.
🙏🙏🙏
"Apa? Menikah?" tanya Ally kaget.
"Jangan bertanya seolah pertunangan kita hanya sekedar permainan, Ally," balas Ashton dengan nada menegur sambil merangkul pinggang Ally untuk masuk ke ruang kerja dimana Margareth asistennya mengikuti mereka dari belakang.
"Aku tidak..."
"Kita bertunangan dan menuju ke jenjang pernikahan," sela Ashton tegas.
Saat sudah memasuki ruang kerja Ashton, Ally menatap sekeliling ruang kerja dengan penuh penilaian. Permainan warna dan desain ruangan itu sama seperti mansion pribadinya. Ruangan yang cukup luas dan jendela besar yang menampilkan kota Chicago sebagai pemandangan itu mendominasi perhatian dari ruang kerja itu.
"Make yourself home, Baby," bisik Ashton sambil mengecup pipinya dan segera melepas rangkulan untuk menuju ke meja kerja dimana Margareth sudah membacakan jadwalnya di sepanjang hari itu.
Ruang kerja itu memiliki mini bar dan Ally segera kesana untuk mengambil sebotol air mineral meski ada beberapa pilihan minuman menarik seperti bir, wine, dan minuman segar lainnya. Ally menikmati kesendiriannya dalam memperhatikan tiap detail ruang kerja selagi Ashton membicarakan pekerjaan dengan asistennya disana.
"Apa aku harus menunggumu bekerja?" tanya Ally sambil menduduki satu kursi yang ada di meja kerja Ashton saat pria itu sedang sibuk menandatangani dokumen.
Ashton mendongak dan tersenyum padanya. "Kau sudah bosan?"
"Aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan," jawabnya. "Lagi pula, aku haru menjemput Petra."
Ashton tersenyum dan mengangguk. "Masih ada dua jam untuk menjemput Petra, sehabis aku menandatangani dokumen-dokumen ini, kita akan segera pergi dari sini."
"Kemana?" tanya Ally kemudian.
"Aku sudah membuat janji dengan perancang gaun pengantin terbaik di kota ini," jawab Ashton santai.
Alis Ally terangkat dan menatapnya kesal. "Kupikir kita sudah sepakat untuk memberitahu apapun yang dilakukan jika itu terkait urusan seperti ini."
"Dan itu baru disepakati semalam karena janji temu ini sudah dilakukan sejak seminggu lalu, bukankah begitu, Margareth?" balas Ashton tanpa mengalihkan tatapan dari dokumen yang ditandatanganinya.
"Yes, Sir," jawab Margareth sambil menganggukkan kepala pada Ally.
Ally memutar bola matanya sambil bersandar dan enggan untuk membalas. Selalu ada alasan untuk Ashton dalam membalas ucapannya.
"Kurasa kau tidak perlu menemaniku untuk memilih gaun pengantin," gumam Ally kemudian.
"Dan membuatku marah dengan urusan gaun lagi? Aku tidak akan membiarkanmu sendirian untuk kali ini," balas Ashton sambil mendelik tajam padanya.
Ally melirik pada Margareth yang tampak menahan senyuman geli dengan melumat bibir rapat-rapat, kemudian menarik napas sambil membalas tatapan Ally karena sedaritadi dia sudah merasakan ketidaknyamanan Ally selama dirinya berada di ruangan itu.
"Maafkan aku, tapi aku turut berbahagia dengan kalian berdua. Kalian sangat manis sekali," ucap Margareth tulus.
Ashton langsung menoleh pada Margareth dan tersenyum lebar. "Kau berpikir begitu, Margareth? Itu adalah pujian pertama yang kudapatkan."
"Yes, Sir," balas Margareth.
Ashton mengalihkan tatapan pada Ally dan menatapnya penuh kasih. "Jadi, sehabis ini kita akan pergi bersama untuk memilih gaun pengantinmu."
"Apa tidak terlalu cepat? Kita belum mempersiapkan tempat, undangan,..."
"Tidak usah cemaskan hal itu karena Margareth yang akan mempersiapkan semuanya, bukan begitu, Margareth?" sela Ashton lagi dan Margareth mengangguk cepat.
"Aku sudah memesan tempat dengan ballroom terbesar di kota ini, undangan sudah dicetak dan akan disebar dalam dua hari kedepan, dan untuk cincin akan diputuskan langsung oleh Sir Ashton, dan persiapan sudah rampung hampir sembilan puluh persen. Hanya tinggal menunggu hari pernikahan yang akan dilangsungkan minggu depan," ujar Margareth sambil membacakan catatan yang dipegangnya.
Ally hanya terperanjat dan menatap Ashton dengan tatapan membunuh. "Minggu depan?"
"Kesepakatan kita baru dilakukan semalam dan..."
"Dan kau merasa hal itu diperkenankan dengan mengurus segala sesuatu yang berhubungan denganku sedangkan aku tidak tahu apa-apa?" sela Ally dengan nada tinggi.
Ashton menghentikan pekerjaannya dan menyerahkan sisa dokumen pada Margareth dan memintanya untuk keluar dari ruangannya agar bisa berbicara dengan Ally. Tidak menyukai dengan adanya urusan yang sama, Ally kembali harus merasa kesal saat mereka berdua sudah berdamai semalam.
"Kita sudah membahas permasalahan ini secara mendalam dan kau sudah tahu alasan terbesar dibalik semua ini, Ally. Jadi, bersikap kekanakan hanya karena persiapan seperti ini tidak lagi diperlukan," ucap Ashton dengan nada menegur.
"Bagimu, pernikahan hanya sekedar formalitas, tapi bagiku, itu adalah momen dimana aku ingin membuat pernikahan impian menjadi kenyataan. Tapi kau tidak mengerti tentang urusan sentimentil seperti ini dengan berpikir bahwa ini adalah urusan yang harus kau selesaikan tanpa bertanya tentang perasaanku," balas Ally sengit.
Ashton bergeming sambil menatap Ally dengan penuh penilaian. Cukup lama, dan sepertinya cukup membuatnya lelah hingga menghela napas panjang dan bersandar tanpa mengalihkan tatapan.
"Fine, aku salah. Aku mengesampingkan urusan perasaan tentang pernikahan impian seorang wanita. Jadi, bisakah kau menyampaikan pendapatmu demi sebuah jalan keluar terbaik untuk pernikahan yang akan dilangsungkan minggu depan? Aku hanya tidak ingin kau terlalu banyak pikiran karena kau masih berduka dan kondisimu belum stabil," ujar Ashton kemudian.
Ally tidak tahu harus membalas apa karena dia memang tidak tahu. Bertunangan dengan Ashton baru bisa diterimanya sejak semalam, tapi hari ini, dia mendapat kejutan baru tentang pernikahan yang akan dilakukan dalam hitungan hari. Pikirannya tentang pernikahan adalah masih beberapa bulan lagi atau setidaknya memberinya waktu untuk persiapan dirinya.
Pada intinya, semua yang disampaikan Ashton sudah mutlak, bahwa masa depannya sudah ditentukan di tangan bajingan itu, suka atau tidak, terima atau tidak, bahwa dirinya tidak memiliki pilihan selain mengikutinya. Teringat tentang ayahnya, Ally tidak menyangka jika ayahnya akan melakukan hal seperti ini padanya.
Sebuah remasan lembut terasa di bahu kanannya dan itu dari Ashton yang tahu-tahu sudah berada di sisinya sambil menatapnya dalam.
"Maafkan aku," ucapnya tulus. "Aku bukan menganggap pernikahan sekedar urusan yang harus kutangani tapi ada banyak hal yang perlu kupikirkan dan keselamatanmu adalah prioritas. Dengan kau resmi menjadi istriku, maka tidak ada yang akan berani menyentuhmu."
Ally tidak juga membalas. Dia masih tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana menyikapi semua hal ini. Dia hanya belum terbiasa dengan serangan kejutan yang bertubi-tubi di kala dirinya masih membutuhkan waktu untuk menerima kematian orangtuanya.
"Menikahimu adalah impianku, Ally. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Aku juga sangat ingin memberimu kebebasan untuk memilih apapun yang kau inginkan tapi statusmu jauh lebih penting dari sekedar urusan persiapan pernikahan. Aku mengusahakan upacara pernikahan yang layak untukmu, jika hal lainnya sudah selesai, maka kita akan menikah ulang sesuai dengan keinginanmu, bagaimana menurutmu?" tanya Ashton sambil menumpukan satu lutut untuk bisa menyamakan posisi kepala.
Mereka bertatapan selama beberapa saat, lalu Ally menganggukkan kepala tanda mengerti. Seulas senyum tipis mengembang di wajah Ashton dan mengecup pipi Ally dengan hangat.
"Ayo kita pergi, setelah memilih gaunmu, kita akan menjemput Petra," ajak Ashton sambil beranjak dan mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Ally.
"Apa kau akan ikut menjemput Petra?" tanya Ally sambil mengikuti langkah Ashton untuk keluar dari ruangan itu.
"Tentu saja, kenapa tidak? Aku sudah tidak memiliki alasan untuk melarikan diri saat aku didampingi oleh istriku sekarang," jawab Ashton sambil mengarahkan Ally untuk keluar lebih dulu.
Ally menekuk cemberut sambil berdecak pelan. Hal itu membuat Ashton terkekeh geli.
"Aku tidak tahan mendengar laporan Petra bahwa kau sering gemas karena para ibu temannya yang masih suka menanyakanku dengan bersikap genit," lanjut Ashton yang membuat Ally menggeram sambil menatapnya tidak suka.
"Itu sama sekali tidak lucu dan anak itu benar-benar bermulut besar seperti dirimu," cetus Ally langsung.
"Tapi aku senang melihat kau cemburu," ujar Ashton sambil merangkul pinggang Ally saat mereka hendak masuk ke lift.
"Ck! Aku tidak cemburu, aku hanya tidak menyukai sikap kekanakan seperti itu," decak Ally yang membuat Ashton tergelak pelan.
Keduanya menuju ke butik ternama dimana Ally memilih gaun pengantin yang diinginkan dengan Ashton yang memberi penilaian saat Ally mencoba beberapa gaun yang disukainya. Setelah berdiskusi dan memilih gaun yang diinginkan, keduanya segera menjemput Petra di sekolahnya. Tentu saja, Petra begitu senang hingga berlari cepat untuk menjangkau Ashton dan Ally.
"Mommy!" seru Petra sambil menubrukkan tubuh mungilnya pada kaki jenjang Ally dan itu membuat Ashton mendengus tidak senang.
"Jangan mencari kesempatan untuk memeluk seperti ini," tegur Ashton.
Petra menoleh pada Ashton dan menyeringai penuh ejekan. "Bilang saja kau iri padaku, Dad."
"Tidak bertengkar seperti itu," ujar Ally menengahi sambil berlutut untuk membetulkan kerah kemeja Petra yang menekuk dan menatapnya hangat. "Bagaimana harimu?"
"Sangat menyenangkan, terutama kalian yang datang menjemputku. Aku senang sekali!" seru Petra sambil melompat girang dan mengarahkan dua tangan pada Ally untuk digendong.
"Biar aku saja, kau sudah terlalu berat dan Mom tidak akan kuat menggendongmu," ujar Ashton sambil mengambil alih Petra dan membawanya ke dalam gendongannya.
"Aku tidak seberat itu," balas Petra meyakinkan.
"Kau sudah sangat berat karena kau rakus," balas Ashton langsung.
"Tapi aku ingin digendong Mommy," erang Petra sambil menekuk cemberut.
"Biarkan aku menggendongnya sebentar, jika aku sudah tidak sanggup maka aku akan menurunkannya, bukan begitu, Petra?" sela Ally menenangkan dan langsung disambut dengan seruan kesenangan dari Petra.
Ally segera mengambil alih Petra dari gendongan Ashton dan hal itu diambil Ashton untuk mencuri sebuah ciuman singkat di bibirnya yang membuat wajah Ally bersemu merah. Tentu saja, mereka menjadi pusat perhatian.
Disaat bersamaan, sebuah mobil dari arah tikungan menukik tajam dengan kecepatan tinggi dari arah belakang, deru kencang mobil itu membuat semua menoleh untuk mendapati sebuah mobil sedan berwarna hitam datang dan tidak menghentikan kecepatan meski masih banyak orang yang berada di area gerbang sekolah.
Tersentak kaget, juga tidak sempat berteriak, Ally merasakan tubuhnya diangkat bersamaan dengan dirinya yang memeluk erat Petra dalam gendongannya, kemudian dia mengerang saat tubuhnya seperti terjatuh berguling ke samping begitu cepat dimana mobil hitam itu melewati mereka dalam hitungan detik, disusul kemudian SUV hitam mengejar mobil itu.
Ally meringis saat merasakan kulit lengan dan punggung menggores aspal karena posisinya berhenti dalam keadaan merebah sambil memeluk Petra dan Ashton yang berada diatasnya dalam posisi mendekap erat keduanya. Tidak lama kemudian, suara tangisan Petra karena terkejut terdengar dan Ally merasakan jika tubuhnya diangkat kembali agar berdiri oleh Ashton.
"Shit!" umpat Ashton sambil menatap garang pada mobil hitam yang sudah menjauh dengan SUV yang menyusul mereka seolah mengejar.
Dua penjaga tahu-tahu sudah berada diantara mereka, mengambil alih Petra dari gendongan Ally sambil memastikan keadaan anak itu, dan Ashton berbalik untuk memastikan keadaan Ally. Orang-orang yang ada disekitar mereka juga tampak terkejut dan mulai ramai dengan pertanyaan dan seruan panik atas apa yang terjadi.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ashton dengan suara tercekat.
Ally mengerjap cepat sambil melihat Petra yang masih menangis terisak ketakutan dan segera berjalan tertatih untuk mendekatinya. "Berikan dia padaku."
Petra segera mengarahkan dua tangan pada Ally yang langsung disambut olehnya. Ally memeluk Petra sambil mengusap punggung kecilnya seolah menenangkan dimana Petra menangis lebih kencang sambil memeluk Ally erat.
"Kau terluka," ujar Ashton saat bisa melihat punggung dan lengan Ally yang mulai berdarah.
"Tidak apa-apa, aku hanya takut jika Petra trauma. Dia sangat panik," balas Ally sambil terus menenangkan Petra yang masih menangis.
Ashton mendengus sambil mengarahkan keduanya untuk segera masuk ke dalam mobil dan mendelik tajam pada Lion yang kini hadir di sampingnya seperti ingin memberikan laporan.
"Temui aku di ruang kerja dan pastikan kau memiliki alasan yang kuat terhadap kecerobohan yang terjadi barusan!" desis Ashton dan segera menyusul Ally yang sudah duduk di kursi belakang.
"Apa yang terjadi?" tanya Ally saat mobil sudah melajut untuk meninggalkan area sekolah.
"Aku masih mencari tahu, tapi apa kau baik-baik saja? Maafkan aku," jawab Ashton dengan ekspresi menyesal.
"Aku baik-baik saja," balas Ally meyakinkan sambil terus memeluk Petra yang masih terisak.
"Kau akan baik-baik saja, Son. Maafkan aku," ujar Ashton sambil membelai kepala Petra dan menatapnya penuh kasih.
Petra masih terisak tapi mengarahkan satu tangan pada Ashton yang langsung disambutnya dalam genggaman.
"Apa mereka mengincarku sekarang?" tanya Ally kemudian.
"Mereka tidak akan bisa menyentuhmu selama kau bersamaku," jawab Ashton gemetar oleh karena emosi yang tertahan.
Ally bisa melihat ekspresi gelap Ashton yang tampak menakutkan disana tapi tidak membalas apapun selain terdiam saja. Berbagai kejadian dalam hidup sudah membuatnya tidak sanggup untuk menahan apapun lagi selain merasa takut.
Tidak ada perbincangan selama sisa perjalanan kembali ke mansion dan saat mobil sudah memasuki garasi bawah tanah, Ashton segera keluar dan meraih Petra dalam gendongannya kemudian menarik Ally keluar bersamanya.
Sambil berteriak dan memerintah, para penjaga dan pelayan mansion segera bergegas untuk membawakan peralatan untuk mengobati luka yang terjadi pada lengan dan punggung Ally, serta lutut dan siku Petra disana. Semuanya dilakukan Aston sendirian dengan apik dan Ally tampak heran dengan kepiawaian Ashton dalam mengerjakan pengobatan itu.
Setelah pengobatan itu selesai, Ahton meminta pengasuhnya untuk membawa Petra membersihkan diri dan beristirahat, sementara dirinya mengurus Ally. Saat mereka tiba di kamar, disitu Ashton segera memeluk Ally dengan hati-hati agar tidak mengenai lukanya.
"Maafkan aku," ucap Ashton lirih.
"Kau tidak bersalah," balas Ally.
Ashton melepas pelukan dan menatap Ally pilu. "Aku sudah lalai melindungi kalian sehingga terluka. Maafkan aku."
"Ini semua diluar jangkauanmu dan bukan salahmu," balas Ally lagi.
"Karena lalai dalam melindungi dirimu dan Petra sehingga kalian terluka," jawab Ashton dengan nada pilu.
Ally melepas ciuman itu dan mendorong bahu Ashton dengan pelan. "Apa yang terjadi bukan kesalahanmu. Itu diluar dari jangkauanmu."
Ashton menggeleng tegas dan sorot mata yang menajam. "Tidak! Aku tahu jelas sampai batas mana jangkauanku, Ally. Kau tahu sendiri siapa diriku bukan? Aku tidak akan kalah dalam semua kecurangan yang dipermainkan oleh pihak brengsek itu."
"Apakah kau mau menceritakan padaku apa yang tidak kuketahui sekarang?" tanya Ally dengan alis terangkat.
Ashton tersenyum hambar. "Tidak sekarang, Sayang. Saatnya belum tepat. Yang jelas, aku tidak akan membiarkan dirimu dan Petra dicelakakan seperti tadi. Untung saja ada aku disitu, bisa dibayangkan jika aku tidak ikut dirimu menjemput Petra tadi?!"
"Jangan memberikan ekspresi yang seperti ini. Aku takut," ujar Ally jujur sambil menelusuri wajah Ashton yang berkerut.
Ashton membuang nafas dengan berat lalu mencondongkan tubuhnya untuk memeluk Ally dan menaruh kepalanya di bahu wanita itu. "Aku tidak berniat untuk membuatmu takut tapi aku akan sangat tidak terkendali jika kalian berdua celaka tadi. Maafkan aku. Itu tidak akan terjadi lagi, aku janji."
Ally mengerjap cemas lalu mengusap kepala Ashton dengan lembut. "Kau tidak usah meminta maaf terus. Aku..."
Suara Ally terhenti saat ponsel Ashton berbunyi dan pria itu langsung menegakkan tubuh dan beranjak untuk menjauh dari Ally sambil menerima panggilan telepon itu dalam suara rendah. Ally menatap punggung Ashton yang terlihat sedang bergejolak menahan marah dan tidak lama kemudian, Ashton menyudahi telepon itu lalu berbalik menghadap Ally dan kembali bersimpuh didepannya.
"Istirahatlah, Ally. Aku harus pergi sebentar," ujar Ashton sambil mengecup keningnya.
Ally mencengkeram pergelangan tangan Ashton dengan tatapan seolah menuntut penjelasan. "Kau mau kemana? Apakah kau akan kembali sebelum jam makan malam?"
Ashton tersenyum hangat. "Aku ada urusan sebentar. Aku akan usahakan untuk pulang makan malam karena aku ada conference call dengan kolega Asia. Nanti akan kukabari."
Ally menggeleng cepat. "Aku tidak mau seperti itu. Pokoknya kau harus pulang makan malam atau kalau tidak aku akan marah padamu!"
Ashton terdiam lalu mengulum senyum senang. "Baiklah, Nyonya. Aku akan pulang sebelum jam makan malam."
Ally mengerutkan alis sambil membasahi bibirnya dengan gugup. Tatapan Ashton sekarang malah terkesan menggodanya dengan binaran nakal di sorot matanya.
"Hati-hati dan jangan melakukan hal konyol," ucap Ally mengingatkan saat dia melihat Ashton beranjak berdiri.
Ashton hanya tersenyum sambil memberikan gaya hormat padanya lalu berjalan meninggalkan dirinya di kamar itu seorang diri. Sesuatu pasti terjadi, batin Ally dalam hati. Dia segera berlari menuju ke jendela untuk melihat sosok Ashton yang sedang berjalan cepat sambil melepas jasnya lalu menyerahkannya pada Lion yang sudah membukakan pintu untuknya.
Ally menangkup dadanya yang bergemuruh cepat lalu segera keluar dari kamarnya untuk melihat keadaan Petra, dimana anak itu sedang duduk bersandar di ranjang sambil mengunyah wafer kesukaannya.
"Mommy," panggilnya dengan mulut penuh.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ally sambil menatap Petra.
Anak itu mengangguk sambil memperlihatkan kedua lututnya yang sudah dipasang plester disitu. "Anak laki-laki tidak boleh cengeng. Aku baik-baik saja, Mom. Tadi aku menangis karena kaget saja."
Ally spontan tersenyum geli lalu memeluk anak itu dengan gemas. "Kau sangat lucu dan menggemaskan sekali!"
"Tentu saja, aku adalah anak Daddy," balas Petra sombong.
"Jadi kau hanya anak Daddy? Bukan anak Mommy?"
"Aku juga anak Mommy. Karena aku adalah anakmu makanya aku harus kuat supaya bisa melindungimu nanti."
Dan ucapan Petra yang disampaikan dengan sungguh-sungguh membuat Ally melebarkan senyuman sambil memeluk anak itu dengan erat.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Kita akan ngegas untuk part2 selanjutnya.
Aku nggak sabar hahaha. 💜
01.03.24 (23.10)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top