PART. 13 - NIGHT RIDERS

Tercengang melihat apa yang ada di depannya, Ally segera menoleh untuk mendapati Ashton yang sedang terkekeh geli di sana.

"Kau gila!" seru Ally.

"Kau sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan tentang ikut denganku malam ini," balas Ashton santai.

"Tapi tidak dengan motor!" tegas Ally.

Tidak ada yang salah dengan motor besar berwarna hitam pekat yang terlihat begitu gagah dan memang sangat cocok dengan pemiliknya, tapi tidak dengan Ally. Sejujurnya, Ally tidak tahu bagaimana caranya menaiki motor, juga tidak akan pernah mau untuk menaikinya.

Ally tahu jika Ashton sangat menyukai motor besar sejak dulu. Seingatnya, Ashton adalah kepala komunitas motor besar dan sering mendapat pelanggaran dari polisi setempat karena mengganggu ketenangan dengan suara debuman motornya yang mengganggu kenyamanan lingkungan. Meski begitu, Ashton memiliki sekelompok fans wanita yang tergila-gila hingga mengantri untuk dipacari dan Ally benci jika harus mengingat kenangan lama itu.

"Kau aman bersamaku," ucap Ashton mantap.

"Tidak!" tolak Ally.

"Kau sudah berjanji untuk ikut denganku," balas Ashton tegas.

"Tapi..."

"Ini hanya motor, Ally, bukan binatang buas yang akan menerkammu!"

"Aku tidak bisa naik motor!"

"Tidak untuk malam ini! Jika bersamaku, kau harus mencoba hal yang kusukai, terutama adalah naik motor kesayanganku!"

"Kau bisa membawa wanita la..."

"Tidak pernah ada wanita lain atau siapapun untuk menaiki motor ini, bahkan tidak ada seorang pun yang pernah kubawa pulang atau mengetahui kehidupan pribadiku selain dirimu!" sela Ashton tegas.

Ally bergeming dan hanya bisa menatap Ashton karena tidak tahu harus membalas apa. Bukan terlena karena ucapan tadi tapi sudah terlalu cemas karena Ashton menerima sebuah jaket kulit berwarna hitam dari penjaganya kemudian membukanya dan diarahkan pada Ally.

"Ashton," panggil Ally sambil menggelengkan kepala.

"Kau akan naik motor ini bersamaku," ujar Ashton sambil memakaikan jaket itu pada Ally yang tampak begitu pasrah saat ini.

"Aku tidak mau," rengek Ally dengan ekspresi hampir menangis.

"Kau hanya naik motor, bukan akan dieksekusi mati, Ally," ucap Ashton menenangkan.

"Itu hal yang sama bagiku," balas Ally.

Menaikkan risleting jaket hingga keatas, Ashton tersenyum melihat penampilan Ally yang memukau perhatiannya lewat jaket kulit yang membalut pas tubuhnya dan skinny jeans serta boots selutut disana.

"Sempurna," pujinya.

"Ashton," rengek Ally lagi.

"Kau akan baik-baik saja," sahut Ashton sambil memasangkan helmet di kepala Ally.

"Demi apapun, Ashton, ada banyak mobil yang terparkir di garasi ini tapi kenapa harus motor ini?" seru Ally dengan suara gemetar.

Ashton memakai helmet dengan santai seolah tidak mendengar apa-apa dan menaiki motor besarnya dengan anggun. Menoleh pada Ally dengan senyuman lebar di wajah, Ashton mengulurkan tangan padanya.

"Kau aman bersamaku, percayalah. Aku tidak akan sembarangan mengajakmu ke suatu tempat jika aku tidak menguasai apa yang akan kulakukan," ucap Ashton mantap.

Ally sudah menangis tapi tidak terisak. Dia semakin cemas dan menerima uluran tangan Ashton dengan gemetar. Perlahan, dia menaiki motor itu dibantu arahan Ashton yang memberitahukannya untuk menginjak sisi motor agar bisa mencapainya. Begitu Ally sudah menduduki motor itu, Ally mengembuskan napasnya karena sedaritadi dia menahannya.

Ashton menoleh dan tersenyum padanya sambil menarik dua tangan Ally untuk melingkar di pinggangnya. Kedekatan yang terjadi membuat rasa cemas Ally menguap entah kemana berganti rasa nyaman yang menyenangkan. Sambil membetulkan posisi, Ally mengeratkan dua tangan di pinggang Ashton dan berusaha untuk tenang.

"Tidak perlu tegang, kau akan menyukainya, percayalah," ucap Ashton hangat.

Ally tidak menjawab dan mencoba untuk berhitung dalam hati saat Ashton mulai menyalakan mesin motor yang berdebum kencang. Belum sempat menarik napas, Ally memekik saat Ashton tiba-tiba menjalankan motor itu dengan kecepatan yang tidak normal sehingga membuatnya hampir ingin melompat.

Merengkuh pinggang Ashton begitu erat sambil memejamkan mata, Ally mulai terisak pelan dari balik helmetnya. Dia sangat ketakutan.

"Buka matamu dan lihat sekelilingmu, Ally! Chicago di malam hari sangat cantik!" seru Ashton kencang.

"Tidak!" teriak Ally.

"Cobalah! Buka matamu! Ada banyak hal indah yang bisa kau lihat dan jangan pikirkan tentang apa yang menjadi ketakutanmu!" kembali Ashton berseru.

Ally mencoba membuka matanya sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Ashton, sementara pria itu terkekeh geli karena merasa reaksi Ally yang begitu lucu. Sangat perlahan dan hanya membuka satu mata, disusul mata selanjutnya, Ally yang masih terisak kini bisa melihat gedung pencakar langit yang tampak megah dan indah dengan lampu-lampunya.

Membeku selama beberapa saat, Ally melihat lampu-lampu jalan yang menerangi jembatan seolah mempercantik apa yang terlihat di sungai. Rasa tegangnya hilang berganti rasa takjub yang membuatnya tidak sanggup bersuara.

Masih menikmati pemandangan itu, dia merasakan jika kecepatan Ashton berkurang dan akhirnya menepi dan berhenti di tepi sungai dekat jembatan. Dengan cepat, Ashton mematikan mesin, memposisikan motor agar bisa berdiri teguh, dan segera berbalik untuk melihat kondisi Ally dengan ekspresi cemas.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Ashton sambil melepas helmet Ally dan memperhatikannya dengan seksama.

Menilainya selama beberapa saat, kemudian Ashton melebarkan senyuman sambil menggelengkan kepala. "Kupikir kau pingsan, tapi ternyata kau mengagumi apa yang kau lihat."

Mendengar ucapan Ashton sukses membuat Ally kembali pada saat ini dimana dia langsung memberi pukulan bertubi-tubi ke sisi lengan Ashton dengan kesal.

"Kau sangat brengsek!" desis Ally sambil turun dari motor dan hampir terjatuh tapi satu tangan Ashton sudah lebih dulu memegangnya sehingga dia tertahan.

"Aku memang brengsek tapi kau perlu hati-hati untuk turun dari motorku, Sayang," ucap Ashton cepat.

Setelah yakin jika sudah menapak dengan benar, Ally menepis tangan Ashton dan bergerak menjauh untuk berjalan menyusuri tepi sungai sambil memperhatikan pemandangan sekitarnya. Tanpa adanya pembicaraan, keduanya berjalan bersama dan ketika ada sebuah kafe dengan nuansa vintage yang mencolok dari luar, Ally segera memantapkan langkah untuk menuju kesana karena membutuhkan minuman.

"Apa yang kau inginkan disini?" bisik Ashton yang tahu-tahu sudah berada di belakangnya.

"Apa saja," balas Ally seadanya.

Seorang pelayan wanita menyambut kedatangan mereka dengan keramahan yang dinilai Ally terlalu berlebihan, apalagi wanita itu melirik penuh minat dan penuh arti ke arah Ashton. Sampai pada wanita itu melihat ke arah Ally yang sudah menatapnya tajam, dia mengerjap cepat dan menunduk seperti tertangkap basah sudah melakukan sesuatu yang tidak benar.

Pelayan itu mengarahkan mereka untuk melihat menu pada papan menu yang berada di belakang dimana dirinya segera berdiri di meja kasir untuk menunggu pesanan.

"Aku menginginkan latte hangat," ujar Ashton setelah membaca menu pada papan menu dan menoleh pada Ally. "Apa yang kau inginkan, Sayang?"

"Lemon soda," jawab Ally dingin sambil terus menatap pelayan yang tampak salah tingkah itu.

Seperti menyadari sikap dingin Ally, Ashton mengulum senyum geli sambil menoleh pada pelayan yang berusaha untuk bersikap normal disana.

"Kau sudah mendengar apa yang dia inginkan," ucap Ashton sambil merogoh dompet di saku dan menarik sebuah kartu pada pelayan itu untuk membayar.

"Kau bisa membunuhnya dengan tatapan seperti itu, Sayang," bisik Ashton geli saat mereka sudah berjalan menuju ke meja kosong yang ada di dekat jendela dan menampilkan pemandangan malam yang indah diluar sana.

"Aku tidak menyangka jika dia bersikap seperti itu disaat kau sedang bersamaku!" desis Ally sinis dan duduk di kursi bagian kanan, sedangkan Ashton mengambil kursi tepat di depannya.

"Sudahlah, itu bukan hal yang perlu diributkan karena aku tidak pernah mengindahkan hal seperti itu," ujar Ashton santai.

"Jadi, kau merasa senang dengan hal itu?" sahut Ally dengan nada tidak suka.

"Tidak," balas Ashton.

"Tapi kenapa kau seolah menikmati apa yang terjadi dan terlihat senang?"

"Aku menikmati apa yang ada di hadapanku, yaitu tunanganku yang cemburuan."

"Aku tidak cemburu."

"Ya, kau tidak cemburu, kau hanya tidak suka jika ada wanita lain yang menatapku seperti itu."

"Apa bedanya dengan kau yang menuduhku cemburu?"

Ashton terlihat bosan dan menatap Ally masam. Dia bersandar di kursi tanpa mengalihkan tatapannya pada Ally. "Baiklah, kau tidak cemburu."

Ally berdecak pelan dan bersidekap sambil membuang tatapan keluar jendela. Tak lama kemudian, pesanan mereka datang dan pelayan wanita yang tadi menyajikannya di meja.

"Terima kasih," ucap Ashton ramah pada pelayan itu.

"Uhm, sama-sama," balas pelayan itu gugup dan membuat Ally langsung menoleh untuk mendapati Ashton yang sedang tersenyum pada pelayan yang terlihat merona.

"Apa kau masih kuliah?" tanya Ashton memulai perbincangan.

Tentu saja, hal itu membuat Ally merasa tidak suka dan menatap Ashton dengan sorot mata tajam. Dia juga merasa tidak terima saat Ashton seperti terang-terangan menggoda wanita lain di hadapannya.

"Ya, setelah liburan musim panas ini, aku akan menjalani tahun keduaku," jawab pelayan itu.

Ashton menatap sisi kanan seragam kerja pelayan itu yang bertuliskan Kelly disana dan tersenyum ramah. "Kau sudah pasti putri yang baik karena menghabiskan liburan musim panas dengan bekerja disini."

Pelayan yang bernama Kelly itu tertegun seolah tidak menyangka apa yang diucapkan Ashton barusan. "A-Aku belum bilang jika aku bekerja selama liburan musim panas."

"Tapi jawabanmu tadi sudah menyiratkan tentang kau yang akan kembali berkuliah setelah liburan musim panas," balas Ashton santai.

Kelly mengerjap dan mengangguk sambil tersenyum. "Kuharap kalian menikmati minuman kami."

"Pasti," balas Ashton dan Kelly segera mengundurkan diri dengan ekspresi yang tampak begitu senang.

Tanpa berkata apa-apa, Ally segera mengambil minumannya dan keluar dari kafe itu tanpa mengindahkan panggilan Ashton padanya. Kesal, juga marah, dia tidak menyukai apa yang dilakukan Ashton dan dia juga tidak tahu kenapa harus merasa seperti itu.

"Ally!" terdengar seruan Ashton di belakang tapi Ally tidak mengindahkannya karena terus berjalan cepat agar tidak perlu mendengar apa-apa lagi selain menyendiri.

"Ally!" terdengar seruan Ashton lagi, kali ini lebih dekat dan lebih tegas diiringi dengan cengkeraman di lengan Ally yang begitu mantap dan mengetat hingga membuat Ally memekik pelan.

"Lepaskan aku!" seru Ally sambil menarik lengannya dari cengkeraman Ashton tapi tidak berhasil.

"Jangan marah padaku karena kau yang membuatku melakukannya," desis Ashton dan membuat Ally langsung melotot tajam padanya.

"Aku?" desis Ally geram.

"Ya!"

"Apa maksudmu dengan menuduhku seperti itu?"

"Karena kau tidak mengakui jika kau cemburu! Dan apa yang kau lakukan saat ini membuktikan jika kau cemburu lewat apa yang kulakukan dengan sengaja."

Ally menggertakkan gigi sambil menatap Ashton geram. "Sengaja katamu? Bagus sekali."

"Lagi pula, untuk apa kau masih terus bersikap angkuh? Tidak ada yang sulit untuk mengakui kelemahanmu tentang kau tidak menyukai tindakan yang ada di depan matamu. Kau berhak menegurnya, tapi tidak meremehkan orang lain hanya karena dia tidak berada di kapasitas superior seperti dirimu," ujar Ashton dingin.

"Aku tidak meremehkannya!"

"Ya, kau meremehkannya karena kau pikir dia hanya seorang pelayan tapi bisa bersikap genit padaku dan aku bisa melayaninya sampai kau harus merasa marah. Kau masih menolak untuk merasa cemburu, apalagi kita sudah tidur bersama dan itu bukan hal yang aneh jika kau merasa seperti itu karena aku memang milikmu."

"Aku tidak..."

"Ya, kau tidak cemburu! Tapi apakah perlu kutanyakan lebih banyak? Bagaimana perasaanmu padaku? Apa kau sudah mencintaiku? Apa kau sudah menyukaiku? Jika tidak, aku yang terlalu percaya diri dan memaksa dirimu untuk perlu merasa cemburu seperri itu, bukan begitu?" sela Ashton berapi-api.

Ally menatap Ashton dalam diam dengan ekspresi tidak percaya. Napasnya sudah memberat, hatinya terasa nyeri, dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Rasanya seperti sudah menahan beban yang begitu berat dan masih harus menambah jumlah beban di pundaknya saat ini.

"Apa aku punya pilihan? Apa aku diberi kesempatan untuk menolak dan pergi dari hadapanmu saat ini? Yang benar adalah aku tidak dalam posisi negosiasi atau menolak, bukan? Jadi, apa kau tahu semua omong kosong ini? Entah aku yang tidak menyadari diiriku sendiri atau kau yang terlalu percaya diri, Ashton. Yang bisa kumengerti saat ini adalah kau sangat bajingan sekali," ucap Ally dengan suara gemetar.

Ally mulai terisak pelan dan menggelengkan kepala saat Ashton hendak mendekatinya. Dia tidak menyukai keadaan seperti ini. Untuk semua hal yang berlangsung masih terlalu cepat untuk dicerna olehnya, baik dari apa yang terlihat, apa yang terasam dan apa yang terjadi.

"Ally..."

"Bisakah kau membiarkanku sendirian? Aku yakin kau akan mengetahui keberadaanku dimanapun aku pergi. Aku hanya meminta sedikit waktu untuk menyendiri. Dua jam saja, setelah itu kau bisa menyuruh salah satu penjagamu untuk menjemputku," ucap Ally kemudian dan segera berbalik tanpa menunggu jawaban dari Ashton untuk berjalan cepat menjauh darinya.

Dia tidak mendengar adanya derap langkah di belakang dan mungkin saja Ashton memberinya kesempatan untuk menyendiri dan itulah yang dibutuhkannya.

Setelah berjalan cukup jauh dan memastikan Ashton sudah tidak terlihat dari jangkaunnya, disitu Ally menepi untuk berjongkok sambil menggigit bibir bawahnya, kemudian menangis dengan tubuh yang terguncang. Merasa kesepian, rendah diri, dan tidak ada yang peduli tentang perasaannya.

Dia tidak menyadari jika sedaritadi, Ashton melihatnya dari kejauhan dengan sorot mata sedih dan perasaan yang begitu terpukul melihat seorang Ally begitu terpuruk disana. Tidak ada cara lain untuk membuat Ally semakin tertekan oleh karena apa yang dirasakannya tidak ada apa-apanya dibandingkan masalah yang akan terjadi kedepannya nanti.

Tujuan Ashton hanyalah memberi Ally berduka sepuasnya saat ini untuk bisa bangkit kembali nantinya. 




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Psikologku berkata, untuk bisa pulih adalah merasakan apa yang menjadi kesakitanmu saat ini.
You need to feel to get heal, she said.

And yes, nggak papa kamu berduka saat ini, nggak papa juga kalau kamu cuma bisanya nangis atau mengasihani diri atau menyesal atau merasa diperlakukan nggak adil.
Semuanya itu normal dan rasakan semua emosi yang ada dalam diri kamu saat ini.

Puaskan diri untuk merasa terpuruk, jatuh, lelah, atau berduka.
Hancur2an sampe melebur semua,
itu nggak papa.
Sebab itu adalah masa dimana kamu perlu menguras semua beban yang ada dalam jiwamu, untuk mengosongkannya semua.

Sampai akhirnya, kamu akan berada di titik dimana kamu sudah merasa cukup.
Cukup untuk merasa sedih.
Cukup untuk merasa hancur.
Cukup untuk berduka.
Dan sekarang tiba waktunya untuk bangkit. Untuk melakukan sesuatu dan mengganti semua waktu yang sudah terbuang.

Nggak ada kata terlambat untuk memulai kembali.
Juga nggak terlalu lama untuk menyadari tentang satu hal yang
nggak pasti.

Sebab saat kamu sudah mengalami kesemuanya, kamu akan merasa cukup tentang diri sendiri, dan semakin kuat untuk hadapi hidup dengan hal2 lainnya yang bisa membawamu ke level lebih tinggi.

Terima kasih untuk nggak menyerah dan masih ada sampai hari ini.
Borahae. 💜

18.01.24 (13.00)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top