PART. 11 - DEEP TALK.

21+

Happy reading.

Ally membalas tatapan dari seorang anak bermata biru yang terus memberikan senyum lebar padanya. Meski Ally sedaritadi terdiam, tapi anak itu berceloteh apa saja. Sementara itu, Ashton hanya mengulm senyum geli pada Ally sambil mendengarkan apa yang diucapkan Petra padanya.

Ally masih begitu terkejut mendapati kenyataan bahwa Ashton sudah memiliki seorang anak laki-laki. Berkali-kali dia mengusap wajahnya sebagai respon tidak percaya tentang kenyataan yang baru diketahunya.

"Apa kau tahu? Aku tidak suka dengan sup kacang merah seperti ini tapi Helen trus memaksaku untuk menghabiskan apapun yang tersedia di piringku. Padahal, aku lebih menyukai sup labu," cerita Petra dengan riang.

"Bagaimana jika Mommy Ally yang akan membuatkan sup labu untukmu? Dia sangat mahir dalam memasak," usul Ashton yang langsung membuat Ally tersentak dan segera melototi pria itu.

Petra terlihat sumringah dan segera menoleh pada Ally dengan tatapan penuh harap. "Benarkah? Aku senang sekali! Jika begitu, apa kau bisa membuat steak ayam dengann saus jamur, lalu roti bawang dengan saus bayam? Itu adalah menu kesukaanku dan hari ini adalah ulang tahunku yang kelima!" seru Petra sambil mengarahkan satu tangan pada Ally.

Hanya mampu menghela napas, Ally tidak bisa memberi respon selain mengunyah omelette tanpa minat.

"Ally, Petra sedang berbicara denganmu," ujar Ashton dengan nada menegur.

"Mungkin Mommy lelah, Dad. Mungkin dilain waktu saja, Mommy memasak untukku," sahut Petra riang dan kembali menyuap sup kacang merah hingga berantakan sampai mulutnya berlumuran sup.

Ally melirik pada Petra yang masih berkutat dengan supnya tanpa minat dan melihat banyak bercak sup mengenai di kedua pipi. Spontan, Ally menarik serbetnya dan segera membersihkan kedua pipi Petra dengan pelan.

Petra terlihat kaget dan menatap Ally penuh arti dengan mata berkaca-kaca. Sempat fokus membersihkan dan baru mengangkat tatapan untuk melihat anak itu, Ally tersentak dan menghentikan aksinya dengan rasa bersalah.

"Apa aku menyakitimu?" tanya Ally kaget dan Petra menggeleng.

"Dan kenapa kau menangis?" tanya Ally lagi dan melirik cemas pada Ashton yang tersenyum hangat pada mereka secara bergantian.

Petra terisak pelan dan segera menerima uluran tangan Ashton padanya untuk memeluk erat pria itu. Ally melihat kejadian itu dengan perasaan campur aduk.

"It's okay, Buddy, you will be okay," bujuk Ashton sambil mengusap punggung Petra naik turun sambil menatap Ally penuh arti.

"Aku merindukan ibuku," isak Petra.

"Dimana ibunya, Ashton? Apa kalian bercerai dan..."

"Aku akan menjelaskannya nanti, Sayang," sela Ashton tajam, pertanda bahwa itu bukanlah pertanyaan yang pantas untuk dilemparkan saat ini.

Ally mendesah pelan dan menenangkan diri dengan berbagai pikiran berkecamuk. Ada rasa tidak rela jika mengetahui Ashton sudah pernah berkeluarga tapi ekspresi kesedihan yang dipancarkan Petra mengusik hatinya.

"Petra, bisakah kau berbalik untukku membersihkan sisa makanan di sudut bibirmu?" tanya Ally kemudian.

Petra segera berbalik dan mengangguk sambil melepas pelukannya dari Ashton untuk mendekati Ally. Petra menatap penuh arti selagi Ally membersihkan sudut bibirnya. Saat masih remaja, Ally pernah mengikuti kegiatan sosial dengan mengunjungi panti asuhan dan panti sosial lainnya. Karena itulah bukan hal asing baginya untuk melakukan atau menghibur anak-anak seperti ini.

"Kau tahu, Mommy? Kau sangat pantas menjadi ibuku karena sangat cantik. Aku cukup bangga dengan Daddy yang pandai memilih wanita," ucap Petra yang membuat Ally mendengus pelan dan Ashton tertawa geli.

"Kita memiliki selera yang tak biasa, Nak," komentar Ashton yang langsung bertos ria dengan Petra.

"Karena kau adalah daddy-ku," balas Petra riang.

Setelah menyelesaikan bibir Petra, Ally menaruh serbet dan segera beranjak dari kursi diikuti oleh Ashton.

"Kau mau kemana?" tanya Ashton.

"Aku ingin beristirahat dan membutuhkan waktu untuk menyendiri," jawab Ally jujur dengan suara gemetar.

Tanpa menunggu balasan Ashton, Ally segera berbalik untuk menuju ke kamar yang tadi sudah ditunjukkan Ashton. Segera mengunci pintu, Ally melemparkan diri ke ranjang dan membenamkan kepala di bantal sambil terisak pelan disana. Ada rasa sesak dalam hati ketika melihat Petra hari ini. Dan Ashton sama sekali tidak memberitahukan atau memperingatinya sebelumnya sehingga mendapatkan kejutan yang tidak menyenangkan seperti itu.

Ally merasa hidupnya semakin berantakan dan tidak tentu arah. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan selain menangis. Berada di mansion keluarga, dia merasa terancam. Berada di rumah ini, justru dia merasa bodoh.

Terdengar pintu diketuk, kemudian digedor diiringi seruan namanya dari Ashton. Ally menutup kedua telinga untuk mengabaikan kegaduhan itu. Dia membutuhkan kesendirian dan berharap jika dengan tidur bisa menghapus seluruh luka yang terasa dalam hati.

Belum sempat beranjak dari posisinya, Ally tersentak hingga hampir melompat ketika melihat pintu kamar terbuka dengan keras dan Ashton muncul disana dengan ekspresi menggelap.

"Apa harus menerobos masuk seperti itu?" tanya Ally lelah.

Ashton tidak menjawab dan segera menutup pintu tanpa mengalihkan tatapan. "Apakah harus bersikap kekanakan seperti itu?"

"Kekanakan?" tanya Ally dengan nada tinggi. "Kau bilang aku kekanakan? Siapa disini yang kekanakan dengan tidak memberitahukan apa-apa bahwa kau memiliki seorang..."

Tiba-tiba, Ashton mencium bibirnya dengan dalam dan keras sambil memeluknya erat. Seharusnya Ally menolak atau memberontak, tapi ciuman itu terasa benar dan seolah dirinya membutuhkannya. Ciuman kali ini berbeda dengan biasanya, lebih hangat dan lembut. Penuh perhatian dan tidak menuntut meskipun saat ini Ashton memulainya tanpa permisi pada Ally. Mendesaknya untuk membuka mulutnya agar menyerah.

Seharusnya, Ally mendorong bahu Ashton semampunya dengan tenaga yang masih tersisa dan menyudahi ciuman itu dengan sebuah tamparan di pipi Ashton. Tapi sayangnya, itu hanya akal sehat yang berbicara sementara Ally lebih mendengar bisikan setan yang entah datang darimana untuk membuatnya melakukan hal yang sebaliknya.

Ally membuka bibir dan menyambut lidah Ashton yang langsung merajalela dalam mulutnya sambil menarik kerah kaos yang dipakai Ashton agar pria itu semakin memperdalam ciumannya. Membuat pria itu semakin menggila dengan kedua tangan yang sudah merayap kemana-mana dimana Ally menuntut sentuhan lebih dengan mencondongkan tubuhnya ke dalam dekapan pria itu. Dia mengerang saat Ashton mulai mencium lekuk lehernya dengan liar dan jemari tangan Ashton mulai membuka risleting terusan yang dipakainya dan melucutinya begitu saja.

"Tenang, Sayang, kau tidak perlu cemburu seperti ini. Apa kau lupa jika sikap marahmu membuatku bergairah?" tukas Ashton di sela-sela ciumannya.

"Jangan terus menjadi brengsek dengan berpikir aku cemburu padamu!" balas Ally dengan susah payah dan memekik saat Ashton mendorongnya mundur dan terjatuh tepat di atas ranjang.

"Tapi kau memang cemburu," sahut Ashton sambil membungkuk dan kembali membuat Ally mengerang pelan.

Memejamkan mata, Ally tidak kuasa menahan gejolak yang seolah ingin meledak ketika Ashton melepas kaitan bra dan mulai bekerja disekitaran dadanya. Napasnya yang berat membuat dadanya membusung dan naik turun memberi Ashton kesenangan dalam memainkan reaksi tubuhnya.

Di hari pertamanya di Chicago, Ally menyerahkan dirinya dalam tawaran kenikmatan yang tidak disangka dibiarkannya begitu saja. Meski demikian, dia melakukannya dengan seluruh perasaan tanpa adanya paksaan. Dia melakukannya dengan sadar dan tidak menyangka jika dia sudah menaruh hati pada Ashton entah sejak kapan dan membiarkan pria itu menang atas dirinya sendiri.

Hidupku sudah terlanjur hancur, sekalian saja, batinnya pilu.

Meski begitu, Ally tidak bisa memungkiri jika Ashton melakukan hal itu begitu lembut dan sangat berhati-hati. Bahkan, Ally tidak mengindahkan rasa sakit melainkan menikmati setiap sentuhan dan ciuman yang diberikan Ashton padanya. Bisikan-bisikan kata penuh cinta memenuhi telinga, menambah jumlah hasrat yang seolah ingin meledak, dan Ally limbung dalam ledakan gairah yang terjadi padanya.

Tubuhnya menggelinjang, rintihan pelan mengudara, dan deru napasnya yang kian memberat seirama dengan geraman pelan yang keluar dari Ashton. Ketika Ashton memasukinya dan menjadi satu dengannya, Ally nyaris kehabisan napas dengan detak jantung yang berdegup kencang sekali.

Dan ketika sesi itu berakhir, Ally merasa sekujur tubuhnya seolah tidak bertulang. Dia begitu lemas, terutama bagian pinggang hingga ke bawah, dan membiarkan Ashton menariknya ke dalam pelukan dan bersandar di dada Ashton yang lebar.

"Apa aku menyakitimu?" tanya Ashton sambil mengusap punggungnya naik turun.

Berpikir sejenak, Ally merasakan apa yang dirasakannya saat ini. Ada rasa nyeri di tubuhnya, masih terasa lemas, tapi selebihnya dia baik-baik saja meski itu membuatnya belum terbiasa dan adanya bercak darah yang terjeplak di kain ranjang yang membuat senyum Ashton mengembang puas.

"Sedikit," jawab Ally kemudian.

"Maafkan aku," ucap Ashton dengan ekspresi sungguh-sungguh.

Ally menatapnya dengan kening berkerut untuk melihat kesungguhan itu. "Apakah hal ini diperlukan saat kita sedang bertengkar?"

Ashton tertegun dan menatap Ally diam, kemudian tertawa pelan sambil mengeratkan dekapan. "Aku justru tidak menyangka jika aku mendapatkanmu saat ini. Haruskah menjadi cemburu dan menerima diriku?"

"Aku tidak cemburu!" desis Ally cepat.

"Tapi kau memang cemburu," sahut Ashton dan Ally segera mengangkat kepala untuk menatap Ashton.

"Ini tidak lucu, Ashton! Kau memiliki seorang anak!" ucap Ally kesal.

"Memangnya kenapa?" tanya Ashton heran.

"Itu berarti kau sudah berkeluarga! Seharusnya kau membawa istrimu kepada anakmu, bukan dengan memaksaku untuk bertunangan denganmu dan membawaku ke sini!" jawab Ally.

"Aku memang membawa istriku pada anakku, dan bukan wanita lain. Well, nantinya kau akan menjadi istri meski saat ini kau masih berstatus sebagai tunanganku," balas Ashton tenang.

"Yang kumaksud adalah ibu kandung anak itu, Ashton!" seru Ally frustrasi sambil menegakkan tubuh dan meringis pelan saat merasakan nyeri.

Ashton ikut menegakkan tubuh dan mengusap punggung Ally dengan lembut sambil memperhatikannya dengan penuh perhatian. Ally menahan diri untuk tidak memutar bola matanya oleh karena tindakan Ashton saat ini. Perlukah mencari perhatian seperti itu sekarang? batin Ally kesal.

"Dengarkan aku, Ally. Aku tidak pernah menikah dengan siapa pun! Dan aku tidak pernah menjalin hungan serius atau mencintai wanita lain. Jika terlihat aku sedang bersama wanita, itu hanya sekedar hubungan kilat yang tidak melibatkan perasaan," ucap Ashton dengan penuh penekanan.

"Jadi, kau ingin bilang jika Petra adalah hasil dari hubungan satu malammu?" seru Ally tidak terima dan Ashton langsung tertawa keras sambil memegang perutnya sendiri.

Kesal, Ally memukul lengan Ashton bertubi-tubi untuk melampiaskan kekesalannya. Dalam hal ini, dia tidak menyukai Ashton yang masih terus bercanda dan mempermainkan perasaannya. Seharusnya, Ashton mengerti jika Ally merasa dibohongi.

"Petra adalah anak angkatku, Ally. Aku mengambilnya sejak tiga tahun lalu atau saat dia masih berumur dua tahun. Orangtuanya meninggal karena jatuh dari tebing saat mereka melakukan olahraga yang memacu adrenalin seperti menanjak atau mendaki gunung," ujar Ashton kemudian.

Tertegun, Ally tidak memberi balasan selain mengingat sorot mata Petra yang begitu dalam saat menatapnya. Sorot mata yang menampilkan kerinduan pada seorang ibu. Memejamkan mata dengan erat, Ally merasa menyesal karena sudah bersikap dingin dan membiarkan emosinya mengendalikan dirinya saat sesi sarapan tadi.

"Kejadian itu cukup membuatku terpukul. Ayah Petra adalah orang kepercayaanku, sedangkan ibunya adalah saudari angkatku. Kematian mereka membuatku hancur dan tidak bisa menerima kenyataan itu, tapi adanya Petra menyadarkanku bahwa masih ada tanggung jawab yang perlu kulakukan, yaitu membesarkannya," lanjut Ashton lirih.

Ally bisa melihat ekspresi amarah yang tertahan dan kesedihan disaat yang bersamaan dari Ashton. Duka, itu adalah rasa yang begitu familiar seperti yang dirasakannya saat ini. Kehilangan keluarga adalah hal yang paling menghancurkan. Jika bagi wanita dewasa seperti Ally saja sudah begitu hancur, bagaimana dengan Petra yang masih sekecil itu? Ally tidak sanggup membayangkan perasaannya.

Airmatanya keluar begitu saja dan tidak sadar jika dirinya sudah terisak. Ashton kembali memeluknya dan ber-sshhh ria. "Tidak apa-apa, semua sudah berlalu. Kau sangat aman dan aku pastikan keamananmu, Ally. Kau dan Petra adalah tanggung jawabku sekarang."

Mendengar ucapan Ashton yang terdengar begitu tulus membuat perasaan Ally semakin limbung. Dia menangis selama beberapa saat dan Ashton seolah memberinya waktu untuk menuntaskan kesedihannya dengan berdiam.

"Bisakah kau menjelaskan padaku terlebih dulu jika ada sesuatu yang besar seperti ini? Supaya aku tidak kaget karena aku tidak menyukai kejutan," ucap Ally serak.

Ashton mengangguk dan mengangkat dagu Ally agar bisa menatapnya. "Aku memang payah dalam berkata-kata, tapi aku akan belajar mulai dari sekarang."

Ally menangkap kesungguhan dari ekspresi Ashton dan mengangguk sebagai balasan.

"Dimana Petra sekarang?" tanya Ally kemudian.

"Dia sudah pergi ke sekolah," jawab Ashton.

"Dengan siapa?"

"Ada supir pribadi dan Helen, pendampingnya, yang selalu mengantar dan menjemputnya."

"Kau tidak pernah mengantar dan menjemputnya?"

"Jam kerjaku terlalu padat dan tidak bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengajaknya makan siang. Maka dari itu, aku membutuhkan seorang pendamping untuk membesarkan Petra," jawab Ashton sambil memainkan rambut Ally.

"Apa kau akan bekerja sehabis ini?" tanya Ally lagi.

Ashton mengangguk dan memberi senyuman tipis. "Maaf, pekerjaanku sedang menunggu. Kuharap kau tidak keberatan untuk kutinggal sebentar dan aku akan pulang tepat waktu makan malam."

Ally mengangguk. "Apakah aku diperkenankan untuk menjemput Petra saat pulang sekolah dan mengajaknya bepergian seperti ke tempat kesukaan, menikmati makan siang, dan berbelanja kebutuhan untuk membuat makanan kesukaannya sebagai menu makan malam?"

Ashton tampak tertegun dan menatap Ally dengan tatapan tidak percaya.

"Apa kau yakin?" tanya Ashton ragu dan Ally langsung mengangguk cepat.

"Dia menyukai Shake Shack, sama sepertimu," tambah Ashton dan Ally kembali mengangguk.

"Jadi, apakah aku diperkenankan?" tanya Ally lagi.

"Tentu saja, Sayang. Dia akan sangat senang sekali, tapi apa kau yakin?" balas Ashton dengan ekspresi yang masih ragu disana.

"Aku sangat yakin. Juga, aku merasa perlu melakukan pendekatan karena tadi pagi sudah bersikap tidak baik di depan seorang anak kecil," sahut Ally.

Ashton melebarkan senyuman dan mengucapkan terima kasih dengan ekspresi lega. Dia kembali memeluk Ally dengan erat sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali.

"Terima kasih, Ally. Kau memiliki hati yang begitu lembut, aku mencintaimu," ucap Ashton tulus.

Ucapan itu membuat Ally menahan napas dan membalas ciuman Ashton dengan lembut. Pria itu sering menyatakan rasa sukanya sewaktu remaja dan itu terdengar tidak masuk akal bagi Ally saat itu. Tapi sekarang? Ada debaran kencang dan hawa panas yang menjalar di sekujur tubuh, tapi terasa menyenangkan dan membuat perasaannya meluap dalam kehangatan yang membaur dalam ciuman dan pelukannya saat ini. 


Semoga harimu menyenangkan.
I purple you. 💜

28.11.23 (11.10)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top