8. Merasakan Perasaan Aneh

Tatapan tajam itu masih menatap dua orang yang tengah berbincang di taman gelap dengan amarah yang memuncak. Lexa berdesis dan memukul setir mobilnya kencang.

Sialan!

Dia tidak menyangka jika Chris berani melakukan hal ini di belakangnya. Lexa paham, bahkan sangat paham jika dia hanyalah tunangan yang tidak dianggap. Dia juga sadar jika Chris tidak mempunyai perasaan sedikitpun padanya, tapi apa harus pria itu bermain api di belakangnya seperti ini.

Lexa merasa iri. Sejak tadi pagi dia berusaha untuk menarik perhatian Chris dan sialnya tidak berhasil. Lihatlah sekarang! Hanya karena sebuah telepon singkat pria itu meninggalkan segala kesibukannya demi bertemu dengan gadis itu.

Mata Lexa menatap Cindy dengan pandangan menilai. Apa Chris buta? Gadis kecil dengan pakaian besarnya itu mampu menarik perhatian seorang Chris? Gila! Chris benar-benar gila! Dunia benar-benar gila!

Bukan sebuah rahasia lagi jika Chris mempunyai standart yang cukup tinggi untuk wanita. Jika bukan bertubuh seksi dan mempunyai wajah yang sensual tentu Chris tidak akan berminat sama sekali. Kejutannya adalah gadis yang tengah bersama Chris benar-benar jauh dari kriteria idamannya.

"Ini yang kau lakukan di belakangku," gumam Lexa dan memotret Chris bersama Cindy.

"Mungkin awalnya aku memang hanya menginginkan uangmu tapi setelah kita melewati hari-hari yang panas bersama apa salah jika aku berharap lebih padamu?"

Lexa dengan cepat mengirimkan foto itu pada Nenek. Hanya wanita tua itu yang mampu menyetir hidup Chris. Karena wanita itu juga dia bisa mendapatkan posisi yang tinggi di samping Chris, yaitu menjadi tunangannya, dan seluruh penjuru dunia mengetahui itu.

"Lihat saja kau, jangan pikir aku tinggal diam." Lexa menghidupkan mobilnya dan melaju kencang menjauh dari taman.

Dia akan menghancurkan hidup Cindy secara diam-diam. Lexa tidak mau jika Chris akan mengetahuinya atau posisinya akan terancam. Chris adalah pria yang nekat. Meskipun kekuasaan berada di tangan Neneknya, tapi jika pria itu sudah mengatakan tidak maka selamanya akan tetap tidak.

***

Chris berdecak dan menggaruk telinganya yang terasa panas mendengar ocehan Cindy. Gadis itu terus berbicara dan memojokkannya tanpa memberi kesempatan untuk dirinya berbicara.

"Tugasmu hanya satu, Cindy. Kau hanya perlu menurut."

"Aku menurut jika memang itu yang terbaik untukku, Chris! Tapi tidak dengan ini!"

"Aku hanya membantu adikmu," jawab Chris apa adanya.

"Bagaiman bisa kau mengetahui masalah keluargaku?!"

Chris melirik Cindy dengan sinis, "Apa kau akan menanyakan hal itu lagi? Aku pikir kau sudah tahu jawabannya."

"Karena kau mengetahui segalanya," bisik Cindy dengan menunduk, "Apa yang harus aku lakukan dengan uang ini?"

Chris mengerutkan dahinya bingung, "Berikan pada Caleb jika kau tidak mau menggunakannya."

"Apa aku bisa mengembalikannya padamu?" tanya Cindy mulai mengangkat wajahnya dan menatap Chris dalam.

"Apa kau pikir aku akan menerimanya?"

Cindy tergagap dan kembali menunduk, "Kau pasti tidak akan menerimanya."

"Kau tahu semua itu, tapi kenapa masih membantah ucapanku?"

Cindy menatap Chris berang, "Karena aku tidak suka dengan caramu, Chris! Aku berterima kasih dengan beasiswa pemberianmu tapi itu sudah cukup! Aku tidak ingin kau membantuku dengan cuma-cuma padahal aku masih bisa berusaha untuk mencari jalan keluar!" Jelas Cindy dengan wajah yang memerah, "Kau tidak perlu melakukan ini semua, biarkan aku yang berusaha untuk keluargaku." Lanjut Cindy dengan berbisik.

Chris menatap Cindy tidak percaya. Hatinya merasa jatuh begitu mendengar penjelasan dari gadis itu. Sulit dipercaya jika gadis seperti Cindy masih ada di dunia yang kejam ini. Bagaimana bisa dia bisa hidup dengan prinsip idealis seperti itu?

"Kau sudah mengerti sekarang?" tanya Cindy membuyarkan lamunan Chris.

"Aku mengerti, tapi apa kau juga mengerti jika aku hanya ingin membantumu?"

Chris tidak tahu kenapa dia menjadi selembut ini. Apa karena ucapan Cindy yang menyentuh hatinya tadi? Dia pikir wonder woman itu tidaklah nyata tapi ternyata dia melihatnya sekarang, tepat di hadapannya.

"Kau egois, Chris." Cindy menghela nafas lelah. Dia pikir Chris akan berubah pikiran setelah mendengar penjelasannya tapi ternyata sama saja, "Kau selalu membuatku harus menuruti ucapanmu, segala perintahmu tanpa aku tahu alasan kau melakukan ini semua. Apa itu adil?"

"Jujur saja, aku juga tidak tahu kenapa harus melakukan ini," gumam Chris pelan dan Cindy dapat mendengar itu.

"Kau sendiri tidak tahu?" tanya Cindy tidak percaya.

Chris menatap Cindy datar. Perasaannya campur aduk sekarang dan semua ini karena ucapan Cindy yang seolah menohoknya dan menyadarkannya. Dia tidak perlu segila ini dalam membantu Cindy. Kenapa dia tidak mengikuti langkah Ayahnya yang memilih menjaga gadis itu dari jauh?

"Sudah malam, aku antar kau pulang." Chris berdiri dan merapikan jaketnya.

Cindy masih duduk dengan pikiran yang berkecambuk, "Terima kasih."

Akhirnya dia dapat mengatakan kalimat itu pada Chris. Cindy sekarang paham dengan sifat egois Chris, tapi jika dia melawan, masalah juga tidak akan pernah selesai. Biar dia yang mengalah di sini. Cindy tidak ingin pria tua itu murka dan kembali bertindak di luar kendali. Hampir sebulan dia mengenal Chris, Cindy sudah tahu harus bertindak seperti apa di hadapan pria itu.

"Kau mengucapkan terima kasih?" tanya Chris tidak percaya.

Cindy ikut berdiri dan meraih tangan Chris, "Aku belum berterima kasih padamu untuk semua yang kau berikan padaku dan keluargaku. Itu sangat membantu, tapi Chris..." Cindy mengulum bibirnya dan masih menggenggam tangan pria itu, "Bisakah mulai dari sekarang kau membiarkanku berusaha terlebih dahulu? Aku tahu kau mengetahui segalanya tapi bisakah kau bertindak seolah tidak mengetahui apapun? Tetap diam dan jangan bertindak apapun. Biar aku yang mendatangimu jika aku sudah menyerah dan menemukan jalan buntu."

Chris terdiam menatap sorot mata Cindy yang lembut. Lagi-lagi ucapan gadis itu menyentuh hatinya. Baru kali ini Chris merasakan sesuatu yang menggelitik di hatinya dan itu terjadi karena gadis kaku yang ada di hadapannya sekarang.

"Baiklah," ucap Chris pada akhirnya, "Tapi kau harus janji untuk menemuiku jika kau tidak menemukan jalan keluar."

Cindy tersenyum dan mengangguk, "Aku janji."

Chris terdiam menatap senyum manis itu. Dia baru sadar jika Cindy mempunyai senyum yang indah. Selama ini dia jarang melihatnya karena Cindy hanyalah gadis dengan dua ekspresi, yaitu datar dan marah. Hanya itu yang pernah Cindy tunjukan padanya dan hari ini Chris bisa melihat senyum tulus itu.

"Baiklah, ayo antar aku pulang, aku takut dengan orang mabuk." Ajak Cindy dan mulai berjalan terlebih dahulu menuju tempat parkir.

"Apa aku boleh menjemputmu besok?" tanya Chris berjalan di belakang Cindy.

"Tidak."

"Baiklah, kalau begitu kau akan menaiki bus mulai dari sekarang."

"Aku akan berjalan kaki." Cindy berdiri di depan mobil Chris menunggu pria itu untuk membuka kuncinya.

"Kau tidak selamanya harus berjalan kaki. Aku akan memberimu kartu bus nanti."

Cindy menghentikan gerakannya membuka mobil dan menatap Chris kesal, "Apa kau lupa dengan apa yang baru saja kita bicarakan?"

"Aku pikir kau telah menemukan jalan buntu untuk transportasi. Aku juga tidak mengantarmu lagi mulai besok jadi aku akan memberimu kartu bus. Sesimpel itu Cindy, jangan berlebihan." Chris memutar matanya jengah dan masuk ke dalam mobil.

"Terserah kau, Tuan egois." Cindy tidak ingin berdebat tentang hal yang tidak penting. Mendengar Chris tidak lagi mengantar-jemputnya adalah hal yang bagus untuknya. Untuk pertama kalinya Chris menuruti ucapan Cindy.

Hal itu wajib diapresiasi bukan?

***

Terlihat seorang pria tengah berbaring di atas ranjangnya dengan malas. Matanya menatap ke arah ponsel yang menampilkan video Cindy yang tengah berjalan ke arah halte untuk menaiki bus. Senyum Chris merekah begitu Cindy menuruti ucapannya untuk menaiki bus. Dia tidak tega jika harus melihat gadis itu pergi ke sana-ke mari dengan berjalan kaki. Pasti itu sangat melelahkan.

Chris mengeratkan selimutnya dan menutup ponselnya begitu rekaman Cindy telah habis. Pria itu kembali menutup matanya untuk kembali tidur, tapi ketukan keras pada pintu kamarnya membuatnya membuka matanya kembali.

Dahi Chris berkerut bingung. Siapa yang berani masuk ke dalam kediamannya tanpa memberi tahu? Tidak mungkin jika Lexa karena wanita itu sudah berangkat ke Jerman tadi pagi.

"Chris!" teriak seorang wanita dari luar sana yang membuat Chris langsung terduduk di kasur.

Kesal karena istirahatnya terganghu akhirnya Chris turun dari ranjang dan menemui Neneknya yang entah kenapa tiba-tiba berkunjung ke penthouse-nya pagi ini.

"Apa yang membuatmu masih berada di kamar seperti ini?! Kau tidak ke kantor?" tanya Nenek Chris ketika melihat cucunya menghampirinya dengan wajah yang sayu.

"Aku malas," jawab Chris sekenanya sambil meraih air putih.

"Tapi kau tidak malas jika harus menemui gadis kecilmu itu?"

Chris terbatuk mendengar itu. Dia menatap Neneknya tidak percaya. Wanita tua itu menatapnya dengan tajam meminta penjelasan.

"Apa yang kau maksud, Nek? Aku tidak mengerti."

"Jangan bodoh, Chris. Kau jelas tahu apa yang aku bicarakan."

Chris meletakkan gelasnya dan menatap neneknya santai, "Dari mana kau tahu tentang Cindy?"

"Bukan hal yang sulit untukku mencari tahu."

Benar-benar seorang Auredo.

"Dia bukan siapa-siapa. Jangan salah paham."

"Satu slot beasiswa yang kau inginkan dan butik langganan yang kau habiskan pakaiannya, apa kau pikir Nenek tidak tahu?"

Chris berdecak, "Itu tidak sebanding dengan ribuan dollar yang aku berikan pada Lexa setiap bulannya."

"Itu kewajibanmu, Chris. Dia tunanganmu!" bentak Nenek Chris tidak suka.

Chris memilih diam dan mendengarkan omelan yang Neneknya berikan. Lebih baik dia diam dari pada membantah dan masalah tidak akan pernah selesai. Sebenarnya Chris tidak masalah jika Neneknya mengetahui fakta tentang Cindy, tapi yang dia takutkan adalah jika wanita itu akan ikut campur dalam urusannya.

"Jadi apa yang kau inginkan, Nek?" tanya Chris mulai jengah.

"Jauhi gadis itu!"

Chris tersenyum sinis, "Jika Ayah yang memintaku menjaga Cindy, apa kau akan tetap memintaku untuk menjauh?"

"Apa maksudmu?" tanya wanita tua itu bingung.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi sebelum meninggal, Ayah sempat memberikan wasiat itu padaku."

Nenek Chris tertawa, "Wasiat? Jangan konyol."

"Tanyakan sendiri pada Paman Ronald," ucap Chris dan mulai berjalan menjauhi Neneknya.

"Kau akan ke mana Chris?! Kita belum selesai bicara!"

Chris mendesah lelah, "Bukannya kau menyuruhku untuk ke kantor? Jika kau ingin penjelasan yang lebih jelas, datangi saja Paman Ronald. Untuk Lexa, aku tidak bisa bersikap baik padanya karena aku tidak mencintainya. Aku juga berharap Nenek tidak ikut campur dengan urusanku tentang Cindy. Dia tidak tahu apa-apa."

Nenek Chris hanya diam mendengar ucapan cucunya. Mungkin memang dia yang berkuasa di sini, tapi jika cucunya yang menjalankan semua ini sudah mengeluarkan ultimatumnya, tentu dia tidak bisa melakukan apapun.

Tentang wasiat, bagaimana bisa anaknya memberikan wasiat konyol itu pada Chris. Menjaga gadis itu? Kenapa Chris harus menjaganya? Dia harus menemui Ronald sekarang atau dia akan mati penasaran.

Jika memang menjaga gadis miskin itu adalah sebuah wasiat dari anaknya, tentu Nenek Chris tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik terjadinya wasiat konyol itu.

***

Bibir Chris melengkung membentuk senyuman ketika melihat tingkah Violet dari kejauhan. Dia juga bisa melihat Cindy sedang duduk di bangku taman lengkap dengan buku sketch-nya, tapi dia tidak ingin menampakan diri untuk saat ini.

Pikirannya benar-benar kalut sekarang. Ditambah dengan neneknya yang mengetahui fakta tentang Cindy. Bohong jika Chris tidak merasa khawatir, karena itu yang dia rasakan sekarang. Mulai saat ini dia harus mulai menjaga jarak dengan Cindy atau neneknya akan berbuat di luar kendali.

Chris berjalan dengan pelan menghampiri Violet yang tengah bermain sepatu roda. Di tangannya terdapat kantung berisi permen kesukaan Violet. Ada yang berubah dalam diri Chris akhir-akhir ini. Kehangatan dan senyuman itu muncul dengan sendirinya ketika bersama dengan Violet, dan juga Cindy. Chris tidak berpikiran macam-macam karena Cindy hanya bonekanya bukan? Gadis itu terlalu naif dan polos untuk diatur dengan mudah.

"Violet?" panggil Chris ketika sudah dekat.

Violet menghentikan gerakannya dan tersenyum menatap Chris, Paman favoritnya. Gigi ompong yang Violet tunjukan membuat perut Chris semakin geli. Muncul lagi kesukaan Chris akhir-akhir ini, yaitu mengganggu Cindy dan bertemu Violet. Chris memang orang yang keras, tapi jika berhadapan dengan anak kecil maka dia akan berubah lembut.

"Paman Chris!" teriak Violet dan masuk ke dalam pelukan Chris.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Chris meraih Violet dan menggendongnya.

"Baik, Paman," jawab Violet semangat, "Kenapa baru menemuiku sekarang? Aku merindukan permen pemberianmu."

Chris terkekeh dan mengangkat kantung yang ia bawa, "Aku tidak lupa membawanya."

Violet memekik dan menarik kantung itu cepat, "Terima kasih, Paman. Aku akan menemui Cindy sekarang."

"Jangan bilang pada Cindy jika aku datang. Oke?"

Violet menatap Chris bingung, "Kenapa?"

"Cukup katakan jika kau mendapatkan permen ini dari temanmu. Mengerti?"

Dengan polosnya Violet mengangguk dan mencium pipi Chris cepat sebelum berlalu menjauh menghampiri Cindy. Chris memasang kaca mata hitamnya dan menatap interaksi Cindy dan Violet dari kejauhan. Tangannya terlipat di dada dengan angkuh mengabaikan pandangan kagum dari para pengunjung taman yang penasaran akan pria gagah yang tampan sepertinya.

Begitu tidak ada lagi yang harus diperhatikan, Chris berbalik dan kembali menuju mobilnya. Dia akan berangkat bekerja sekarang. Memulai hari yang membosankan dan melelahkan.

"Chris?" Tangan Chris terhenti mendengar panggilan itu. Dia menatap Violet yang sedang menunduk dan bersembunyi di balik tubuh Cindy.

Gadis kecil itu tidak bisa menjaga rahasia.

"Ada apa?"

"Kau akan pergi?" tanya Cindy bingung. Tidak biasanya pria itu bersikap seperti ini.

"Ya, aku harus bekerja."

Cindy semakin mengerutkan dahinya bingung. Chris tidak menganggunya hari ini? Yang benar saja?!

"Apa kau sakit?" tanya Cindy konyol.

"Apa maksudmu?"

Cindy mengedikkan bahunya acuh, "Tidak biasanya kau seperti ini."

"Aku memang seperti ini. Jika memang tidak ada yang ingin kau bicarakan, aku akan pergi sekarang."

Melihat Cindy yang hanya diam, membuat Chris dengan cepat memasuki mobilnya dan melaju menghilang dari area taman.

"Apa saat berbicara denganmu dia sedingin itu Violet?" tanya Cindy bingung.

Violet menggeleng cepat sambil memakan permennya, "Tidak, dia tersenyum dan memelukku tadi. Aneh sekali Paman Chris mendadak galak seperti itu."

"Benar, aneh sekali dia tidak menggangguku pagi ini." Cindy mengangguk setuju dengan ucapan Violet.

Apa ada sesuatu yang menganggu Chris sampai membuatnya menjadi diam seperti tadi? Oh atau Cindy melakukan kesalahan sehingga Chris marah padanya? Apa karena kejadian semalam? Banyak pikiran aneh yang berputar di otak Cindy karena dia merasa aneh dengan sikap Chris yang mendadak acuh.

Apa salah jika Cindy merasa kosong ketika Chris memperlakukannya seperti ini?

***

TBC

Violet cakep ya, galak galak gimana gitu 😂

Follow ig : viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘

Viallynn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top