10. Melepasmu
Pagi yang terik itu tidak menghentikan langkah Cindy untuk segera berangkat ke tempat Violet. Hari ini dia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus. Rasa takutnya akan bully jauh lebih besar dari rasa takutmya pada ancaman Chris. Oh ayolah! Siapa yang mau jika harus mandi lumpur di pagi hari?
Cindy mengeratkan hoodie merahnya dengan menunduk, menunggu mobil yang melaju di depannya berhenti. Tepat di seberang jalan sana adalah gedung apartemen Rose, dia harus sampai di sana sebelum Violet bangun.
Bunyi kata sandi yang Cindy masukkan terdengar dan tak lama pintu langsung terbuka. Gadis itu menghentikan langkahnya saat mendengar suara aneh di area dapur. Perlahan dia meletakkan tasnya di atas meja dan dengan cepat meraih tongkat baseball yang selalu tersedia di balik pintu. Cindy harus berjaga-jaga bukan? Siapa yang sudah bangun di pagi hari seperti ini? Tidak mungkin Rose berada di rumah, karena dia sempat mengecek mobil wanita itu di basement. Atau Violet? Cindy tidak tahu, dia harus mengeceknya sekarang.
"Siapa kau?" tanya Cindy pelan saat melihat ada seseorang yang berdiri di balik pintu kulkas. Suara kaleng yang terjatuh membuat pekikan anak kecil yang Cindy kenal mulai terdengar. Dia menghela nafas lega begitu tahu jika Violet yang sedari tadi berada di dapur. Apa yang dia lakukan sepagi ini?
"Cindy, kau membuatku terkejut! Lihat, selai ini jatuh mengotori lantai!"
"Maaf, apa yang membuatmu bangun sepagi ini?" tanya Cindy berjalan mendekat.
"Aku lapar," jawab Violet dengan wajah masamnya, "Aku pikir kau tidak akan datang hari ini karena harus sekolah, jadi aku bangun sendiri."
Cindy meraih kain pel dan mulai membersihkan selai yang berserakan, "Kau bisa mandi sekarang, biar aku yang membuatkan sarapan. Kau ingin makan apa?"
"Buatkan aku roti bakar dan aku ingin makan di taman!" jawab Violet semangat.
"Kalau begitu kau harus mandi dengan cepat."
"Apa aku boleh membawa sepatu roda?" tanya Violet sambil menggoyangkan kakinya.
Cindy berdecak, "Kau ingin makan atau bermain? Aku tidak mau tubuhmu berkeringat saat berangkat ke sekolah nanti."
"Ayolah, Cindy..." Violet merengek dan meraih kaki Cindy.
"Ya ya ya terserahmu, tapi aku tidak tanggung jawab jika kau akan kelelahan nanti malam."
"Aku janji!" Violet bersorak dan berlari cepat ke kamarnya.
Cindy segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum Violet menyelesaikan mandinya. Saat masih membuat roti panggang untuk Violet, ponselnya bergetar menandakan adanya pesan masuk. Cindy membuka ponselnya berharap jika itu adalah adiknya, karena Caleb dengan bodohnya tidak pulang semalam. Untung saja Ibunya hanya bisa berdiam diri di kamar sehingga beliau tidak curiga jika anak gadisnya berbohong.
Di mana kau? Aku sudah memesankan hotdog dengan extra keju.
Cindy menatap isi pesan dari Alice dengan pandangan bersalah. Dia tidak menyangka jika Alice akan mau berteman dengannya padahal semua orang menjauhinya sekarang.
Setelah membalas pesan sari Alice, Cindy dengan cepat mematikan ponselnya. Dia tidak ingin ada orang yang menganggunya hari ini. Semua orang, baik Chris, Alice, maupun Caleb. Biar saja adiknya itu pergi entah ke mana, karena sampai saat ini Cindy tidak tahu harus melakukan apa. Dia hanya bisa berharap jika Chris benar-benar membantunya dan tidak hanya berakhir di mulut saja.
***
Cindy tersenyum dan mengelap bibir Violet yang terdapat selai stroberi. Gadis kecil itu terlihat bersemangat memakan masakan buatanya dan Cindy senang dengan itu.
"Pelan-pelan, Violet. Kau tidak akan telat ke sekolah hanya karena memakan roti bakar."
"Ini enak, aku selalu suka masakanmu. Mom selalu membelikanku pizza dan tidak pernah memasakkanku."
Cindy terdiam dan mengelus kepala Violet sayang. Dia tahu apa yang Violet rasakan. Dia ingin kasih sayang penuh dari Ibunya, tapi Rose sendiri tidak bisa melakukan itu karena harus bekerja mencari uang.
"Ibumu bekerja, Violet. Dia mencari uang untukmu. Lihat, siapa yang membelikanmu sepatu roda? Siapa yang membelikanmu baju cantik ini? Jika Ibumu tidak bekerja kau tidak akan mempunyai semua ini, Violet."
"Aku mengerti, tapi-"
"Kau juga tidak akan mendapatkan pizza favoritmu."
Violet berdecak dan memakan rotinya kesal, "Aku mengerti, Cindy. Sudah, jangan mengomeliku lagi."
Cindy tertawa, "Jadilah anak baik," gumamnya.
Senyum Cindy mengembang melihat tingkah Violet. Semenyebalkan apapun gadis kecil itu, Cindy tetap menyayanginya. Sempat dia berpikir siapapun yang merupakan Ayah biologis Violet adalah pria yang bodoh karena sudah berani pergi dari tanggung jawab. Dia akan menyesal nantinya karena tidak bisa melihat anaknyq sendiri tumbuh menjadi gadis pintar dan pemberani.
"Hei kau!" Suara keras yang mendekat membuat Cindy tersentak. Baru saja dia ingin melanjutkan sketsa gambarnya namun suara melengking itu mengagetkannya dan membuatnya mengumpat.
"Ya?" jawab Cindy bingung menatap gadis cantik di hadapannya.
"Aku ingin kau menjauhi Chris."
Cindy mengerutkan keningnya bingung, "Apa maksudmu? Kau siapa?"
Lexa berjalan mendekat dan menatap Cindy tajam. Cindy yang memang sedari tadi duduk di bangku mulai merasa terimtimidasi dengan tingkah Lexa, "Kau tidak perlu tahu siapa diriku. Yang harus kau lakukan sekarang adalah jauhi Chris."
"Kalau begitu aku tidak punya alasan untuk menuruti ucapanmu," balas Cindy ikut berdiri mencoba untuk membalas sifat menyebalkan dari wanita yang ada di depannya.
Lexa terkekeh kecil dan melipat kedua tangannya di dada, "Jangan melawanku, aku bisa melakukan hal buruk pada hidupmu. Aku pikir dikeluarkannya adikmu dari sekolah akan membuatmu jera namun ternyata..." Lexa menggantungkan ucapannya dan menatap Cindy dengan pandangan mengejek.
"Kau! Kau yang melakukan semua ini?!" teriak Cindy marah.
"Iya. Ini semua karena kau mencoba mendekati Chris! Aku bisa mengembalikan adikmu ke sekolah jika kau menjauh dari Chris dan jangan ganggu hidup kami."
Cindy terdiam, perasaannya benar-benar campur aduk sekarang. Dia ingin marah namun dia juga merasa lemah di satu sisi. Apa ini yang semua orang kecil rasakan? Ditindas oleh orang yang lebih tinggi derajatnya. Apa Cindy harus rela menurunkan martabatnya demi membantu adiknya?
"Bagaimana?"
"Apanya?" sahut Cindy lirih.
Lexa berdecak, "Kau hanya perlu menjauh dari Chris."
Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di perutnya. Lexa menatap gadis kecil di hadapannya dengan berang. Pukulan kecil itu seharusnya tidak menyakitkan untuknya, tapi melihat kepalan keras yang menghantam perutnya itu sedikit membuatnya meringis.
"Apa yang kau lakukan bodoh!" bentak Lexa pada Violet yang menatapnya marah.
Cindy dengan cepat menarik Violet untuk bersembunyi di belakangnya. Dia tidak ingin wanita gila di hadapannya marah dan berbuat nekat pada Violet yang notabenya masih anak-anak.
"Kenapa kau memarahi kakakku seperti itu?! Apa hakmu melarangnya menemui Paman Chris!" teriak Violet marah.
Lexa menggeram dan menatap Cindy tajam. Ternyata Chris sudah jauh masuk ke dalam kehidupan Cindy. Bahkan sampai gadis kecil itu tahu akan Chris. Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan.
"Aku ingatkan padamu, jauhi Chris atau aku bisa berbuat lebih dari ini. Jika kau menuruti ucapanmu, besok adikmu sudah bisa kembali ke sekolah." Setelah mengatakan itu Lexa pergi meninggalkan Cindy yang langsung terduduk dengan lemas.
"Kak?" panggil Violet prihatin. Dia tidak suka melihat Cindy sedih seperti ini. Selama ini, Violet selalu melihat Cindy yang selalu bersemangat.
"Jangan dengarkan wanita itu, Kak. Paman Chris akan membelamu nanti."
Cindy menegakkan kepalanya dan tersenyum pada Violet. Setidaknya ada gadis kecil itu yang menemaninya, mencoba menghiburnya dengan tingkah polosnya. Dengan susah payah Cindy berusaha untuk tersenyum dan menahan tangis. Dia pikir dia bisa bernafas lega dengan bantuan Chris kemarin sore tapi ternyata bencana lebih besar menghampirinya saat ini. Apa yang harus dia lakukan sekarang?
***
Hawa dingin di malam hari itu tidak membuat Cindy berniat bangkit dari duduk nyamannya. Malam yang semakin larut tidak terasa menakutkan untuknya karena baginya, fakta akan hidupnya jauh lebih mengerikkan.
Cindy sudah mengambil keputusan sekarang. Semua masalah ini datang bersamaan dengan munculnya Chris, jadi dia akan memilih untuk mundur. Dia ingin hidupnya kembali nyaman seperti dulu meskipun dia tidak bersekolah sekalipun, dia tidak peduli. Cindy lebih baik bekerja dari pada hidup dengan kebencian dari orang-orang di sekitarnya.
Cindy menunduk dan menatap buku sketch-nya sedih. Buku itu adalah pemberian dari Chris yang akan dia kembalikan nanti. Cindy sudah mengambil keputusan dengan matang, dia akan mengembalikan semuanya pada Chris dan memulai hidup baru seperti dulu. Hidup tanpa adanya pria gila yang bernama Chris.
"Lagi-lagi kau membuatku harus keluar malam-malam seperti ini." Terdengar sebuah suara dari belakang Cindy.
Cindy tersenyum dan menghirup nafas dengan panjang, "Aku pikir kau sudah akrab dengan dunia malam, jangan berlebihan Chris."
"Ada apa? Kenapa memintaku datang?" tanya Chris mengambil duduk di samping Cindy.
"Terima kasih." Cindy bergerak memberikan semua barang pemberian Chris dan berdiri, "Terima kasih sudah menjadi malaikat penolongku selama ini, tapi kau harus berhenti."
Chris menatap Cindy tidak percaya. Apa yang merasuki gadis itu sampai bisa berbuat seperti ini? Apa Chris baru saja mendapatkan penolakan tadi? Dari Cindy lagi? Benar-benar gila! Untuk pertama kalinya dia merasa konyol di hadapan seorang gadis kaku seperti ini.
"Apa maksudmu?"
"Maaf sudah merepotkanmu selama ini. Istrimu datang menemuiku dan melabrakku seperti aku adalah orang ketiga di sini. Aku juga berpikir bahwa semua yang aku dapatkan ini tidak lepas dari kesialan yang aku dapatkan, jadi Chris..." Cindy mengulum bibirnya cepat, "Aku ingin berhenti. Aku ingin kita menghentikan semua permainan konyol yang kau buat ini dan menjauhlah dariku."
"Apa kau gila?!" bentak Chris marah sambil membuang barang yang Cindy berikan.
Cindy terdiam masih menatap Chris santai, padahal dalam hatinya dia juga merasakan ketakutan yang teramat besar melihat amarah pria yang ada di hadapannya itu.
"Maaf, Chris. Ini sudah keputusanku." Pesan Cindy sebelum benar-benar meninggalkan Chris sendiri di tengah taman yang sepi.
Chris terdiam seperti orang bodoh. Dia menatap barang milik Cindy dengan kesal. Tanpa ragu dia menendangnya dan menggeram kesal. Kenapa? Kenapa dia seperti ini? Chris tidak tahu apa yang terjadi padanya? Dia merasa kecewa.
Lalu apa tadi? Apa maksud ucapan Cindy? Istri? Siapa istrinya? Chris dengan sangat sadar tahu jika dia belum menikah sama sekali. Hanya ada satu nama, yaitu Lexa. Hanya wanita itu yang memegang tahta tertinggi menjadi pendampingnya.
Mata elang itu menatap punggung Cindy yang berjalan semakin jauh. Wajah Chris yang hanya diterangi cahaya temaram terlihat semakin menyeramkan dengan seringai sinisnya.
Lihat saja, Cindy. Kau tidak akan bisa pergi. Kau tidak akan pernah bisa lari dari iblis sepertiku.
Chris berlalu pergi meninggalkan semua barang Cindy. Dia tidak butuh barang rongsokan itu sekarang karena yang dia rasakan saat ini hanyalah kemarahan. Marah akan Neneknya dan Lexa.
Kenapa harus dua wanita itu yang menjadi musuhnya? Tidak, Chris tidak takut, tidak sama sekali. Namun dia sadar jika lawannya kali ini bukanlah orang yang biasa.
Lagi-lagi Chris mendengus ketika telah masuk ke dalam mobil. Niat awal ingin mengomeli Cindy karena berani membolos harus hilang digantikan dengan mendengar permintaan yang terdengar sangat konyol di telinganya.
Apa Cindy pikir dia akan menurut? Tidak ada yang bisa menghalangi keinginan Chris. Sekalipun itu adalah keluarganya.
***
TBC
Follow ig : viallynn.story
Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘
Viallynn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top