94. Diamanten Ohrringe
Singapore
25 December 2026
Setelah memastikan Sura mendapatkan tas yang ia inginkan dan juga Fabian yang berhasil mendapatkan bukunya (setelah melimpir sebentar ke Kinokuniya), Fabian mengajak Sura untuk mengunjungi kafe yang memiliki panganan manis yang enak. Kafe tersebut merupakan salah satu kafe mewah yang berada di dalam bangunan klasik di Singapura yang didominasi dengan beranekaragam tanaman hias. Karena cuaca tidak menentu untuk mengambil tempat di luar, mereka memilih untuk duduk di bagian dalam kafe.
"Kamu lagi balas chat siapa?" tanya Sura saat melihat jemari Fabian sedang mengetik pesan dengan cepat pada ponselnya. Baru saja Sura kembali dari kasir setelah memutuskan untuk makan kue apa pada hari ini.
Wajah lelaki tersebut terangkat dari layar ponselnya dan langsung memandangi Sura yang langsung duduk dihadapannya. "Teman dekatku, Rayan. Kamu ingat dia, 'kan?"
Sura hanya menganggukan kepalanya. Pikirannya berusaha untuk mengingat siapa yang dimaksud oleh Fabian dan ternyata adalah Rayan Pradana, anak kedua dari Presiden Republik Indonesia yang sedang menjabat di periode kedua. "Ya, aku ingat. Ayahnya atasan ayahku dulu. Lagipula aku tidak pernah bertemu dengannya dan yang hanya aku ketahui adalah dia terlihat baik-baik saja."
"Kukira kalian saling mengenal."
"Enggak, lah."
"Mas Andrew? Bukankan kamu pernah cerita kalau Mas Andrew ini anak Menteri Pertahanan?"
"Kalau Mas Andrew aku kenalnya dari Kak Nicky dan, secara mengejutkannya, beliau menjadi user aku di Cobalt Blue." Sura melanjutkan jawabannya sembari tertawa sedikit.
"Kurasa aku harus mengajakmu bertemu dengan Rayan. Sungguh, agak menyayangkan bahwa selama ini aku membicarakanmu padanya dan aku membicarakannya padamu." Fabian hanya bergumam dan menaruh ponselnya di atas meja. "Besok aku berencana untuk menemuinya, setelah itu aku baru bertemu denganmu lagi setelah kamu pulang dari kantor."
"Wow, sampaikan saja salamku padanya."
Sembari menganggukkan kepalanya dengan paham, ia tampak penasaran dengan menu yang dipesan oleh Sura. "Alright, jadi selain ice latte yang kita inginkan, kamu pesan apa lagi?"
"Sachertorte, my favorite, and apple crumble."
"Mereka punya apple crumble?!"
"Tentu! Mereka menyajikannya dengan es krim vanila dan saus karamel. Kamu akan menyukainya."
Wajah girangnya Fabian terlihat jelas saat mengetahui bahwa Sura memesankan apple crumble untuknya. Saat pramusaji datang untuk menyajikan sachertorte, apple crumble, dan dua gelas ice latte, ia tidak langsung memakannya. Setelah mengambil dua tiga gambar melalui ponselnya, Sura langsung menyadari bahwa Fabian hanya terdiam dan belum menyentuh makanannya. Matanya mulai memandangi lelaki yang pikirannya hampir berpindah ke tempat lain.
"Ah, maaf aku membuatmu menunggu." Fabian tersadar dan membalas tatapan perempuan yang sudah memandanginya. Tangannya langsung merogoh kantung dan memberikan sebuah kotak beludru berukuran kecil kepada Sura. "Aku teringat bulan lalu aku memakan apple crumble sama bundaku dan kita membicarakan banyak hal. Ngomong-ngomong, saat itu juga, Bunda mengamanahkan ini. Untukmu."
"Terima kasih, Fabian. Tolong sampaikan terima kasihku pada bundamu." Sura mengatakannya sembari menerima kotak beludru tersebut dan mendapati sebuah bros art deco yang tampaknya sangat cantik. "Pagi ini aku menerima perhiasan—anting kesayangan nini dari ayahku, sekarang aku menerima bros ini dari bundamu, lewat kamu."
Tangannya langsung mengambil sebuah kotak dari tasnya—yang ia bawa dari meja di ruang kerja ayahnya di Jakarta, lalu menunjukkan isinya kepada Fabian.
"Tampaknya tidak asing." Fabian mengucap sesaat ia memandangi anting berlian yang diperlihakan kepadanya.
"Ini anting dari potret foto dan lukisan niniku yang terkenal," balas Sura sembari membuka galeri dari ponselnya dan menunjukkan dua foto, "foto ini pernah viral karena Kak Nicky memasukkannya ke dalam salah satu postingan photo dump-nya di Instagram. Mungkin kamu langsung familiar saat melihatnya. Lalu ini.., ini adalah lukisan nini sebelum ia menikah. Dulu lukisannya pernah ditampilkan di gedung perusahaan ayahnya nini. Karena gedung tersebut di renovasi, akhirnya lukisannya nini dipindahkan ke vila keluarga di Bandung."
"Kutebak, ninimu pewaris asli?" tanya Fabian setelah ia melihat foto-foto yang ditunjukkan oleh Sura melalui ponsel milik perempuan tersebut.
Sura tertawa sembari menunjukkan deretan giginya, "tidak, niniku putri satu-satunya, namun sebenarnya aku juga ingin dilukis seperti nini atau kakek dan ayahku di kantor lamanya. Sayangnya aku sulit mendapatkan pelukis yang cocok. Teman dekatku juga pelukis dan aku menyukai karyanya, namun tampaknya dia senang dengan pekerjaan digitalnya dibandingkan melukis di kanvas."
Fabian memikirkan sesuatu. Pandangannya hanya melihat jemari Sura yang tersemat cincin darinnya. "Liebchen, kurasa kamu harus mencobanya. Kamu hanya memakai cincin, jadi aku ingin melihat kamu mengenakan anting dan brosnya."
"Kamu yakin?"
Lelaki tersebut menganggukkan kepalanya dengan yakin dan ia mulai melihat Sura menyematkan anting berlian pada telinganya dan bros dari bundanya pada salah satu sisi dari pakaiannya. Semuanya tampak bersinar. Ah, tidak, Sura-lah yang selalu bersinar.
"Kamu cantik sekali," pujinya sembari tersenyum hangat, "apa aku boleh memotretmu?"
Tanpa berpikir panjang, Sura mengiyakan dan Fabian langsung membuka ponselnya untuk memotret kekasihnya itu. Fabian tampak asik mengambil beberapa gambar sembari menginstruksikan dan Sura menginterupsinya dengan tertawa.
"Terima kasih Fabian, aku harus memotong karena khawatir ponselmu akan penuh dengan wajahku." Sura mengatakannya begitu ia menerima ponselnya Fabian dan melihat foto-fotonya. Dengan inisiatif, Sura langsung memilihkan beberapa gambar terbaiknya sebagai foto favorit.
"Tidak apa-apa. Aku selalu senang memotretmu," ujarnya sembari mengusap tangannya dan mengecup punggung tangannya beberapa kali, "hiduplah lebih lama. Aku hanya ingin merayakan dua puluh lima Desemberku denganmu."
"Tidak hanya kamu. Aku juga ingin kamu hidup lebih lama."
Mereka berdua terdiam dan hanya memandangi satu sama lain. Fabian langsung melirik pada panganannya. "Wow, Sayang, kita harus menghabiskan ini. Ayo kita bahas itu lain kali saja."
.
.
.
Jakarta, Indonesia
25 December 2026
Setelah Fabian dan Sura mendarat di Jakarta, mereka memang pulang bersama karena kediaman mereka juga dekat. Fabian dapat mengantarkan Sura terlebih dahulu, namun saat Fabian sampai di kediaman kakek nenek Amari, ia menyadari bahwa neneknya sedang pergi dan akan balik besok pagi. Sementara ia tidak dapat menemukan tanda-tanda bahwa neneknya meninggalkan kunci. Pikirannya saat itu adalah menghubungi Kakaknya Sura, Nicholas.
"Malam Kak Nicky. Maaf Kak, apa Kakak sudah tidur?"
"Malam Fabian. Aku belum tidur, Bi. Aku lagi di lantai bawah ambil susu. Kenapa?"
"Aku boleh menginap di tempatmu? Rumahku dikunci nenekku dan nenekku lagi pergi ke Bandung."
"OMG HAHAHAHA ayo sini. Aku akan bilang ayah agar memperbolehkanmu menginap disini. Sebentar, ya."
"Baiklah."
"Ayo cepat ke sini. Ayah memperbolehkanmu untuk menginap."
"Terima kasih banyak, Kak!"
"No worries! Aku bukakan pintu terlebih dahulu sembari menunggumu datang."
Sekitar tujuh menit kemudian, Fabian kembali ke kediaman Keluarga Wiradikarta setelah mengantarkan Sura beberapa menit sebelumnya. Saat Fabian menghubungi Sura lewat chat pun, perempuan itu hanya tertawa karena Sura merasa seperti mendapat kilas balik dari pengalamannya saat ia pulang dari London beberapa bulan yang lalu. Nicholas sendiri telah mempersiapkan bantal, selimut, dan pakaian ganti untuk Fabian. Berhubung ranjangnya berukuran queen size bed, tentu saja ia akan membiarkan Fabian untuk tidur di sebelahnya.
"Kamu biasa tidur di sisi kiri atau kanan?"
"Bebas, Kak."
"Ok, kamu di kiri, ya. Aku di kanan."
"Ok, Kak."
"Gute nacht, Bian."
"Gute nacht, Kak Nicky."
Fabian berusaha membuat dirinya tertidur. Ia mematikan alarm dan menghidupkan mode tidur pada ponselnya. Ia mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut karena kamar Nicholas terasa dingin, namun saat ia melirik ke Nicholas, lelaki tersebut masih menatap langit-langit kamarnya.
"Bi."
"Warum, Kak?"
"Sura," ucap Nicholas dengan suara paraunya membuka percakapan, "dia sejak dahulu menjadi kesayangan ayah dan bundaku, tahu."
"Bagaimana bisa?"
"Bisa. Adikku cantik seperti Agnia Wiradikarta dan Haniya Ehrlich di masa mudanya—kedua nenek kami. Adikku juga seperti ibuku dalam soal kemampuan bahasa dan dia hidup dengan wibawa dan tujuh puluh lima persen tinggi badan ayahku. Keberadaannya mengejutkan orang-orang di sekitarnya." Nicholas menjawab secara rinci dengan nada seperti mendongeng. Bahkan ia menyebutkan nama kedua neneknya dengan rinci.
"Ya, aku terpukau bagaimana ia mengerjai orang yang ia temui di Oslo dengan kemampuan bahasa Ibraninya." Fabian bergumam dan mengingat bagaimana Sura menceritakannya padanya.
"HAHAHA dia juga menceritakan aku bagian itu. Mungkin kalau aku, akan aku katakan bahwa orang tersebut buta peta." Nicholas tertawa begitu Fabian mengingat kejadian lucu yang dialami adiknya. "Bi, ayahku itu sebenarnya engga ingin anak-anaknya bekerja sepertinya. Ayahku baru mau mengizinkanku dan Hanneli melanjutkan karier di Kemlu setelah kita keterima seleksi CPNS—tentu saja mendaftar tanpa sepengetahuannya, namun ayahku tidak mengizinkan Sura."
"Karena Sura dijadikan WN Inggris?"
"Itu salah satunya." Nicholas menjawab tanggapan Fabian. Lelaki tersebut memilih untuk menjeda ucapannya dan menghembuskan nafas. "Jika aku atau kamu melihat Sura, dia tampak baik-baik saja, namun jiwanya butuh pelukan. Bahkan Sura menjadi WN Inggris itu bukan keputusannya, padahal aku dan Hanneli bisa memilih. Sura juga tidak bisa memilih jodohnya, namun karena ia dijodohkan denganmu, ia bersyukur dan mengikuti semuanya saja. Bahkan ia mengatakan pada Bunda bahwa ia menyukaimu—laki-laki yang ia temui di Jakarta dan menjaga dunianya tetap terasa menyenangkan untuknya."
TBC
nas's notes: haii sebelumnya terima kasih banyak ya yang sudah membaca part ini. Maaf part ini agak panjaaaaaang. ngomong-ngomong, aku boleh minta tolong untuk menaruh feedback di tellonym aku? mungkin kalau kalian ada teori menarik aku juga ingin membacanya wkwk. terima kasih banyak yaa untuk kalian yg sudah membaca dan juga menaruh tellonym! :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top