8. Over the Moon
"Liebchen, Keluarga kita sudah saling mengenal, kita dijodohkan, dan kita jatuh cinta dengan sendirinya. Aku senang menjadi seseorang yang bisa mencintai dan dicintai kamu dengan perasaan yang sama. Aku beruntung bisa kembali bertemu denganmu di kehidupan sekarang dan aku ingin bertemu denganmu lagi di kehidupan selanjutnya sembari memuji betapa cantiknya kamu, seperti sekarang. Aku ingin melakukan banyak hal denganmu, namun sekarang aku senang dan bersyukur sekali bisa mengobrol denganmu setiap malam antara Jakarta dan Munich. Terima kasih, ya, kamu sudah datang ke hidupku dan meyakinkan aku bahwa tinggal di Jakarta tidak semenyeramkan pikiranku. Terima kasih, ya, kamu sudah datang juga ke hidupku dan meyakinkan aku bahwa aku harus menjadi dokter. Banyak terima kasih kuucapkan karena kehadiranmu ke dunia membuat orang-orang di sekitarmu bahagia, termasuk aku."
Fabian merogoh isi tas biru navy yang ia bawa. Ia mengeluarkan sebuah kotak kulit berwarna merah dengan aksen emas pada pinggirannya. Jemarinya langsung membuka kotak tersebut dan menampilkan cincin berlian, Cartier Solitaire 1895, yang ia beli untuk melamar orang terkasih, "happy birthday."
"HAHAHAHA KOK HAPPY BIRTHDAY?!?!"
"YA ALLAH." Fabian tersenyum sembari tertawa nervous saat menyadari dirinya gemetar. Sura tetap memandanginya dengan mata yang berbinar.
"Tarik nafas, hembuskan."
"Ok."
Saat Fabian merasa dapat mengontrol dirinya, ia kembali melihat Sura. Selalu saja ia dapat melihat Fabian dan reaksinya tanpa mengedipkan mata—bukan hal yang menyeramkan, tenang saja. "Nayantara Sura Ramadhanty, Menikahlah denganku."
"Fabian Hafiyyan, apa kamu sedang melamarku?!"
"Iya! Aku sedang melamarmu."
Mata Sura terlihat berkaca-kaca dan berteriak dengan senang dalam hati. AKU BENAR-BENAR BAHAGIA. Cinta pertamaku benar-benar melamarku dengan cara yang aku inginkan—dia tahu persis bahwa aku ingin buket bunga yang indah (yang bukan mawar merah) dan cincin yang cantik. Namun, orang yang melamarku adalah Fabian Hamish Hafiyyan—orang yang akan dengan senang hati kuceritakan segalanya (dia sudah tahu banyak tentangku dan sebaliknya). Dia juga orang yang paling tulus dan jujur. Meskipun dulu aku selalu berpikir bahwa aku akan hidup sendiri, namun dulu ia datang ke Oslo untuk mengajakku berpacaran dengannya. Sekarang, ia ikut aku ke London lalu mengajakku untuk menikah dengannya. Memang kita juga dijodohin oleh keluarga, namun aku tidak berekspektasi dia membuatku dicintai tanpa merasa terbebani dengan perjodohan ini—bahkan aku sering melupakan fakta itu. Benar-benar kita mencintai dengan cara yang murni. Cara Fabian mencintai dan menganggapku ada juga menjadi penambah opsi pilihanku untuk melanjutkan hidup: 1) menikah dengan Fabian atau 2) tidak sama sekali. Karena untuk orang sepertiku, Fabian melengkapi mimpi indahku saat aku melepaskan mimpi-mimpiku yang dahulu.
"Woooo yes, of course!!" Sura menjawab dengan antusias dan Fabian mengenggam jemari gadis itu untuk memakaikan cincinnya. "Thank you."
"Aku yang berterimakasih, Liebchen. Sekarang kita bisa mulai mencari WO, mencari venue, mengurus dokumen, mencari pengacara, membuat list undangan, konseling pranikah, medical check up, dan lain-lain. Ya Allah, aku benar-benar senang!!"
"AKU JUGA! Aku senang dan aku juga seperti lemas, tapi aku senang banget."
"IYAAA!!"
"Waaaah, tapi tampaknya kamu sudah siap menikah. Kamu tahu banyak," goda Sura saat mendengar kalimat Fabian barusan. Benar-benar detail.
Tentu saja Fabian tahu banyak. Sebelumnya, mereka sudah membicarakan banyak hal tentang pernikahan melalui sambungan telepon saat menjalani hubungan jarak jauh. Beberapa kali pembahasan pun sudah terlihat bahwa pandangan mereka soal pernikahan dan berkeluarga dan banyak jawaban mereka yang mirip-mirip. Misalnya bahasa yang digunakan, bagaimana cara mengelola keuangan, sekolah apa yang akan dipilih untuk anaknya kelak, hingga memilih menggunakan asisten rumah tangga yang harian atau tidak sama sekali.
"Apa yang ingin kamu persiapkan jika kamu akan menikah, Sura?"
"You asked me?"
"Yes!"
"Aku butuh agen pernikahan. Entah aku menikah dengan sesama orang Inggris, Jerman seperti beberapa keluargaku, atau negara lain. Aku juga tidak ada bayangan mengenai agen pernikahan di Inggris akan bekerja seperti agen pernikahan di Indonesia atau tidak, yang jelas aku akan membutuhkannya."
"Menarik, namun kamu akan melewatkan semua keseruannya. Ayah ibuku yang satu kewarganegaraan malah memilih untuk mengurus dokumen mereka sendiri."
"Kurasa kamu benar, aku harus melakukannya bersama calonku nanti. Lagipula ayah dan ibuku mengurus dokumen pernikahan mereka sendiri."
"Alright, apa lagi yang akan kamu lakukan untuk mempersiapkan pernikahanmu?"
"Mencari pengacara untuk membuat prenutipal agreement, mencari rekomendasi Wedding Organizer, venue yang ideal, medical check-up—Kak Nicky hanya bilang kalau aku tidak perlu melakukannya karena takut aku kepikiran sama hasilnya, mencari siapa yang akan aku undang, hingga memikirkan gaun dari desainer apa yang akan aku kenakan. Aku hanya tahu aku akan mengenakan sepatu Jimmy Choo atau Manolo Blahnik—aku akan melihat kotak sepatu Bundaku setelah ini."
"Kamu yang memberitahuku semua itu dan aku mengingatnya. Kamu yang tahu lebih banyak. Namun, aku minta maaf karena semuanya terkesan mendadak. Sebenarnya aku sudah lama merencanakan untuk mengobrol dengan keluargamu untuk meminta restu untuk melamar dan menikah denganmu."
"Jujur, aku tidak menyadari apapun hingga kamu mengatakan restu. Ini sangat tidak terasa. Kukira kamu mau merayakan ulang tahunku beberapa bulan lebih awal karena—"
Tangan Fabian memilih untuk menutup mulut gadisnya agar berhenti bicara. Sura pun tidak kehabisan cara dan langsung mencium tangan Fabian. Lelaki itu hanya tersenyum sembari mengusap bagian kepala Sura.
.
.
.
Setelah mempersiapkan dirinya dengan baju tidur yang nyaman, menyisir rambutnya, dan menyemprotkan parfum yang membuatnya siapuntukpergitidur. Merebahkan tubuhnya dan mengangkat tangannya untuk kembali memandangi jari jemarinya. Ia masih tidak menyangka bahwa cinta pertamanya, orang yang dijodohkan keluarganya, hingga kekasihnya yang sudah melamarnya. Kedua matanya kembali melihat buket bunga yang ia letakkan di nakas samping ranjang. Pilihan bunganya Fabian mengisyaratkan pujian dan harapan untuknya.
Mengingat Fabian yang ternyata seberusaha itu untuk mengikatnya bersamanya, ia memahami bagaimana Fabian mencintai dan juga menghormati keluarganya. Meskipun sebenarnya bisa saja Fabian menerobos seperti orang lain dengan cara yang lebih tidak berkesan, namun Fabian, seperti sifatnya, sangat memahami dan menghormati. Bare minimum untuk seseorang yang ingin menikah dengan anak dari keluarga orang lain. Tidak, memang seharusnya begitu. Gadis itu membatin puas, rasanya aku ingin menikah SEKARANG.
Fabian turun saat ia sampai ke salah satu gedung apartmen yang berada di kawasan St. John's Wood. Lelaki itu hanya terpikir untuk menginap di apartmen milik salah satu teman yang ia kenal, dr. Rufus Eufrat, serta Fabian berencana untuk menghubungi Rufus saat ia sudah sampai di depan pintu utama apartmennya. Namun, Fabian tidak menyadari bahwa Sura memarkirkan mobil dan turun untuk mengejarnya.
"Kenapa kamu turun?" tanya Fabian saat melihat Sura mengejarnya, mudah baginya untuk menyadari bahwa cara Sura jalan cukup noticeable (berisik).
"Aku masih ingin lihat kamu," jawabnya dengan lantang.
Lelaki itu mengangguk mengerti dan tersenyum lebar. "Sini aku peluk dulu," ucap Fabian sembari membentangkan tangannya dan membiarkan Sura berlari ke arahnya perlahan. Ia tampak seperti bapak yang menunggu anaknya berjalan mengejarnya. Hingga akhirnya Sura dapat memeluk Fabian, "actually, you smells good."
"Thanks."
"Can we just cuddle until the sun rises?"
"No."
"Alright, apa yang akan kamu lakukan besok?"
"Entahlah, jujur kalau aku sedang on leave seperti sekarang, aku tidak tahu. Bagaimana denganmu?"
"Aku akan berkencan dengan Rufus."
"Sounds fun. Sends my greetings to him. I miss Rufus."
"Sure, Baby."
"Thank you."
Sura menyadari bahwa seharusnya Fabian masuk ke apartmen atau menghubungi Rufus untuk menjemputnya di lantai bawah, namun Fabian tidak melakukan apapun dan mempertahankan Sura dalam dekapannya."You didn't call him?"
"No. I just enjoy seeing my fiancée running to me and hugging me like a bear. I love you." Fabian bergumam sembari tersenyum dengan deretan giginya.
"I know. Love you too, Sayang."
Sura memutuskan untuk mencium pipi pria yang masih memeluknya dan, tanpa peduli sekelilingnya, Fabian mencium tunangannya. Hatinya penuh dengan perasaan cinta, kebahagiaan, dan semacamnya. Pikirannya masih tertahan bahwa Nayantara Sura Ramadhanty masih belum menjadi miliknya.
TBC
nas's notes: HAHAHAHAHAHA TERNYATA PART INI JUGA BANYAK REVISINYA (heartbreak), jujur aku juga membayangkan rasanya orang bertunangan itu gimana. TAPI AKU KAN BELUM (menangis dalam kesendirian).
Terima kasih banyak untuk pembaca yang sudah meninggalkan jejak lewat vote, kolom komentar, QRT twitter, dan tellonym <3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top