58. Alexander of Greece
Munich, Germany
November 2026
"dr. Hafiyyan?"
Fabian menoleh dan menemukan seorang pria yang berusia enam puluhan sedang berjalan mengikutnya. Pria tersebut mengenakan pakaian serba hitam dan memiliki wajah khas Yunani. Otak Fabian berusaha untuk mencari akses siapa pria yang menyapanya di tempat umum dan memanggilnya dengan sebutan dokter itu. Sebenarnya Fabian familiar dengan wajah pria tersebut dan terlihat seperti versi tua dari seseorang yang ia lihat dari album foto bunda. "Maaf sebelumnya, aku belum pernah bertemu denganmu."
"My apologies, I'm Alexander Kanakaris and I have been looking for you for months."
Ah, benar. Benedikt pernah bercerita bahwa mantan pacar bunda mencari dirinya di rumah sakit dan akhirnya baru bisa bertemu sekarang. Pertemuan yang tidak sengaja itupun membawa mereka duduk di salah satu kedai yang berada di Marienplatz bersama sepotong strawberry cheesecake dan kopi yang enak.
Ingatannya berkisar pada seseorang yang mendapatkan kekayaannya dari usaha pelayarannya dan hubungannya di masa lalu dengan bundanya. Tentu membuat bundanya menyembunyikan semua hubungan asmaranya di masa lalu.
"Aku tahu kamu beberapa kali ke rumah sakit dari dr. Schäffer. Dia dan professor-nya bertemu denganmu."
"Ya ya, karena dokter spesialisku praktik di Munich, di rumah sakitmu, jadi aku datang ke Munich jika ada jadwal praktik."
"Dari Athens?" tebak Fabian tanpa ragu.
"Tidak, dari Paris. Aku tinggal diantara Paris dan New York dan ke Athina sesekali saja."
"Apa yang kamu lakukan di dua negara tersebut?"
"Tetap mengurus perusahaan keluarga. Sesekali juga aku menyempatkan diri untuk membaca buku dan melihat lukisan, jadi kegiatanku di Paris dan New York adalah mencari buku bagus dan datang ke galeri."
"Buku apa yang kamu baca akhir-akhir ini?"
"Banyak karena aku merasa banyak karya fiksi yang cocok denganku, namun akhir-akhir ini aku membaca ulang The End of the Adventure-nya FGL. Kalau kamu ingin membaca fiksi keluarga sembari diingatkan tentang makna hidup dan mencari moral compass, kamu bisa baca karyanya Julian Ramadhan."
"Wow, bacaanmu sama denganku!" Fabian merespon dengan antusias. Pertemuan ini seperti takdir dan ternyata tidak karena memang Alexander datang untuk suatu keperluan. Namun sebelumnya, Fabian memilih untuk memaksa dirinya untuk memberikan pertanyaan pada Alexander. "Bagaimana kamu bisa mengenal mutti-ku?"
"I didn't meet you to talk about your mother."
"Bukankan mutti-ku dan kamu adalah topik pembicaraan masyarakat di masa lalu?"
Alexander menghela nafasnya begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya Fabian. "Baiklah, kamu mau mendengarkan?"
"Tentu."
"Awalnya aku tinggal di London untuk meneruskan perusahaan keluargaku yang memiliki kantor di London. Aku dikenalkan dengan Sabine Amari, your mother, melalui teman baikku di inner circle, Ingrid Ehrlich. Ingrid memperkenalkan Sabine, teman dekatnya, yang saat itu juga berkuliah di Inggris dan bekerja sebagai model. Semenjak Ingrid menikah dengan putra diplomat dan mulai jarang mengadakan pertemuan di rumahnya, aku memberanikan diri untuk mengajak Sabine pergi hingga kita sempat menjalin hubungan."
Fabian merasakan adanya jeda begitu lama dari penjelasan Alexander. "Lantas kenapa dulu kamu tidak meneruskan hubunganmu dengan mutti-ku?"
"Tidak. Tidak bisa. Terdapat perbedaan antara aku dengan Sabine. Lagipula Sabine sudah menjalani hidupnya dengan baik. Aku hanya bersyukur dia datang untuk mengubah hidupku."
"Mengubah hidupmu?" tanya Fabian untuk mengkonfrimasi.
"Ya, hidupku agak berantakan sebelum kedatanganku ke London. Setidaknya aku tetap berterimakasih pada Ingrid—bagaimanapun ia telah memperkenalkan Sabine padaku."
Lelaki muda itu hanya mengangguk mengerti. Ia berusaha untuk memikirkan pertanyaan terakhir. "Apa kamu masih menemui mutti-ku?"
"Setelah kamu lahir, ibumu sempat sedih karena perlakuan ibu mertuanya. Padahal Sabine sudah menaruh banyak hal untuk menikah dengan ayahmu. Lalu aku kembali datang, tentu saja sebagai temannya, untuk mengirimkannya pesan dan sesekali datang ke tempat-tempat pribadi—agar tidak diketahui oleh ibu mertuanya. Aku berharap yang aku lakukan bisa menghiburnya dan itu berhasil." Alexander berusaha menjawab pertanyaan Fabian secara runtut. "Bear in mind, dr. Hafiyyan, semua itu bukan usaha perselingkuhan karena ayahmu juga tahu. Komunikasi intens itu juga berhenti setelah ibu mertuanya itu meninggal dan sekarang aku dan Sabine hanya mengirim surel sesekali."
Fabian berusaha untuk mendengarkan penjelasan tentang hubungan ibunya dengan pria yang beberapa menit lalu memanggilnya. Ia merasa bahwa apa yang dikatakan oleh Alexander sudah memperjelas benang kusut yang dialami oleh bundanya di masa lalu. Tadinya Fabian berpikir bahwa Alexander adalah mantan bunda yang mengejutkan dan mengancam, namun setelah pertemuan ini, Alexander tampak biasa saja.
"Kamu begitu terbuka dan berterus terang, ya."
"Kamu berhak tahu." Alexander membalas hingga ia teringat bahwa sebenarnya pencarian dirinya terhadap Fabian bukanlah untuk menjawab semua kebingungan lelaki muda tersebut. "Aku mencarimu bukan untuk menjawab semua pertanyaanmu. Aku ingin mengembalikan ini."
Pria paruh abad tersebut merogoh kantongnya dan memberikannya sebuah kotak beludru berwarna biru tua dengan ukuran kecil. Dengan rasa penasaran, Fabian memberanikan diri untuk membuka kotak tersebut. Ternyata kedua iris matanya berhasil menangkap pemandangan sebuah bros yang memiliki desain ala art deco.
"Aku sudah sulit untuk bertemu dengannya, jadi aku memutuskan untuk mengembalikan ini melalui kamu," ucap Alexander saat melihat Fabian mengamati bros yang sudah ia jaga selama belasan tahun, "itu milik keluarga Sabine. Aku harap Sabine dapat melihatnya lagi."
"Baik, terima kasih," balas Fabian sembari mengangguk paham, "namun kenapa bros ini bisa ada padamu? Apakah mutti-ku berhutang atau ada sesuatu?"
"Hahaha karena aku berjanji pada Sabine untuk memperbaikinya. Ibu mertuanya sudah merusak pengaitnya." Alexander terkekeh saat menjawabnya. "Saat brosnya sudah diperbaiki, ternyata sudah sulit mencari waktu untuk menemuinya lagi. Makanya aku memiliki ide untuk menemui anaknya saja."
.
.
.
Setelah pulang, Fabian menenggelamkan dirinya di atas tempat tidur yang berlapis linen putih. Hidungnya berhasil menangkap wangi lavender khas cairan pewangi linen dan langsung menyadari bahwa sepertinya asisten rumah tangga dari rumah orang tuanya datang untuk membersihkan apartmen. Pikirannya hanya tenggelam pada Sabine yang tidak terbuka, Andrian yang sabar, dan Alexander yang to the point. Bagaimana bisa Fabian secara tidak langsung melibatkan dirinya dalam hubungan yang runyam ini.
Akhirnya Fabian memutuskan untuk membuka laptopnya dan membuka platform streaming berlangganan untuk menonton Endless Summer. Fabian berusaha untuk tidak judgemental terhadap apa yang ia tonton sebelum ia berada di pertengahan film. Namun, ia merasa bahwa film ini berusaha untuk menguras energi dan pikirannya.
"Even if you tried to delete me and our memories from your life, I wouldn't do the same thing as yours."
Dialog di pertengahan menuju akhir dari film tersebut membuatnya terguncang. Fabian berusaha untuk menahan tangisannya selama film tersebut tayang.
"Thank you for coming into my life, healing my soul, and even reorganizing my messy apartment."
"Please be happy with your new life. If you don't, please come to me."
Fabian hanya tercengang selama menonton film tersebut. Ia tidak menyangka marketing Benedikt yang merekomendasikan film ini berhasil membuat mood-nya jelek.
TBC
nas's notes: enggak, kalian enggak salah baca. athens dalam bahasa yunani disebutnya athina. karena kota tersebut juga dinamai setelah dewi athena, maka banyak juga orang yunani menamai anak perempuannya dengan athina.
terima kasih yah guiz sudah membaca tgc :") luv bgt sm kalian hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top