24. Strongroom

Munich, Germany
Mid-year 2026

"Bunda."

"Ya, Fabian?"

"Bagaimana cara bunda menamaiku? Bagaimana bunda mendapatkan nama untukku?"

"Sejujurnya pada saat itu, entahlah. Bukan berarti aku tidak mempersiapkannya, aku terjebak dalam banyak nama. Lebih baik kamu tanyakan Dad soal itu."

Mata Fabian terlihat tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Pikirannya hanya ingin menanyai pamannya, Joshua, dan sayangnya Joshua tidak akan menjawab karena pamannya itu sudah meninggal beberapa tahun silam. Jika ia bertanya pada kakek neneknya pun tidak akan membantu karena kakek neneknya (orang tua Sabine yang sudah menikmati kehidupan masa tua di rumah Jakarta) bukan orang yang ikut campur.

Sura memberikannya sebuah ide untuk melihat album pernikahan orang tuanya agar mendapatkan sedikit pencerahan. Perempuan itu memang benar, Fabian akhir-akhir ini kebingungan apa yang harus ia curahkan dalam mengkonsep pernikahannya. Sura sudah membantu banyak dalam mengkonsep dan mengkontak wedding organizer bersama para bunda sembari mengirim update pada Google Sheets (untuk update progress dan rincian biaya) dan Google Slide (untuk menaruh referensi pernikahan) yang dibagikan. Jujur saja, Fabian tidak enak pada Sura karena tidak banyak membantu dalam mewujudkan wedding dream mereka. 

Ia terpikir untuk menghubungi asisten rumah tangga yang bekerja di rumah orang tuanya. Bahkan asisten rumah tangga itu lebih familiar karena kerap mengirimkannya makanan dari rumah atau hotel keluarganya menuju rumah sakit—tentu saja atas titah bundanya. 

"Hi Aunty, are you there? Dengarkan aku, apakah mutti-ku ada di rumah? Ah, mutti-ku pergi. Oooh, aku ingin ke rumah, tapi apa boleh minta tolong? Tolong jangan memberitahukan kedatanganku ke orang tuaku. Gut, aku akan datang dalam tujuh menit. Danke Aunty."

.

.

.

Terima kasih untuk hari minggu dan juga kepergian orang tuanya, Fabian dapat duduk dengan puas di ruang kerja Sabine. Beruntungnya juga asisten rumah tangga tersebut memahami dan memberikan Fabian ruang. Yang Fabian cari adalah album foto pernikahan orang tuanya. 

Salah satu foto Sabine dan Andrian yang dipublikasikan ke media hanyalah foto mereka saat menikah di Prancis. Fabian tahu pasti bundanya juga pernah menjadi seorang model pada masa keemasannya. Nama dan wajahnya yang melambung begitu tinggi saat itu, dapat membantu Sabine untuk mengakses publikasi dirinya pada The Big Four (dalam konteks fashion) dan Fabian dapat melihat beberapa cover majalah dengan wajah Sabine tergantung di tembok. 

Aku benar-benar penasaran bunda menyimpan semua album fotonya di lemari yang mana? Fabian membatin sembari melihat bagian bawah rak buku, namun ia tidak menemukan apapun.

Namun, saat Fabian membuka salah satu lemari bawah rak buku, ia melihat sebuah lemari besi tua. Tampaknya ini bukan lemari besi yang sama seperti lemari besi yang menyimpan semua perhiasan bunda. Ukurannya lebih kecil dan menggunakan enam angka sebagai kata sandinya.  Sebenarnya sudah di luar dari rencananya tadi, namun ia terlanjur penasaran. Fabian tidak tahu lemari besi Sabine yang ini—Sabine tidak menutupi dua lemari besi lainnya yang ada di kamar tidurnya dari suami dan anaknya, jadi Fabian berpikir bahwa ia akan mencoba untuk membukanya.

Setelah dua kali percobaan dan gagal, Fabian terpikir untuk menaruh angka dari angka kelahiran Joshua Amari, pamannya, dan terbuka begitu saja. Fabian menduga bahwa bundanya mengambil lemari besi Joshua atau memang ingin menaruh angka yang berkaitan dengan pamannya itu. Yang ia lihat dari dalam lemari besi itu hanyalah beberapa buku jurnal, beberapa kantung foto yang dicetak, dan lima gulungan film negatif. 

Rahasia apa yang bunda letakkan di lemari besi ini? Fabian kembali membatin sembari mengambil salah satu kantung kertas yang biasanya digunakan para tukang cetak foto untuk menaruh hasil cetakannya. Mata Fabian membesar karena kejutan yang ia lihat—foto mesra bundanya dengan salah satu pria, namun bukan ayahnya. Benar-benar pria yang sama untuk semua foto itu. Pria yang tidak familiar, namun memiliki penampilan yang menarik dan berkelas—mata biru laut yang bagus dengan bentuk mata dan alis yang mirip dengannya. Caranya tersenyum juga tampak mirip. Yang membedakannya adalah pria itu benar-benar orang Eropa, sementara Fabian masih ada sedikit sisi Asianya.

Was ist denn hier quatsch?!

Fabian benar-benar lemas, ia kembali menutup lemari besi tersebut dan mengurungkan pencarian lainnya. Lelaki itu membersihkan apa yang sudah ia lakukan tadi dan berusaha untuk meninggalkan ruangan tersebut dengan rapi. Meskipun bukan referensi pernikahan yang ia dapatkan, namun malah mendapatkan pertanyaan dan cikal bakal pikiran berlebihannya yang akan menghantuinya setiap malam. 

Saat Fabian melangkahkan kakinya dari ruang kerja Sabine, ia melihat ayahnya yang sudah duduk di ruang tengah. Tentu saja ayahnya bisa datang secara tiba-tiba, ayahnya baru pulang dari rumah sakit. "Fabian, hai. Kenapa kamu terlihat seperti hantu?"

"Ya, Ayah, aku baru datang dari apartemenku." Fabian menjawabnya sembari bergabung dengan ayahnya yang duduk di sofa. "Sebenarnya aku butuh album foto pernikahan ayah dan bunda. Apa aku boleh melihatnya? Jujur, aku lupa karena sudah lama melihatnya, namun aku ingin melihatnya lagi."

"Tentu boleh, Bi. Kebetulan semalam aku melihatnya. Jujur, aku merindukan masa-masa ini."

Melihat Andrian yang memberikannya album pernikahannya dengan Sabine untuk diperlihatkan pada putranya, Fabian hanya memandangi beberapa foto dengan tatapan penasaran. Tentu saja Fabian melihat wajah familiar—orang tuanya Sura. Ayahnya juga menceritakan bahwa banyak orang yang datang ke pesta pernikahannya karena acaranya benar-benar di gelar secara besar-besaran. Sayangnya, Fabian melihat ekspresi Sabine yang tampak seperti pengantin awal 1900-an, datar, hambar, dan tampak memang seperti orang yang dipaksa untuk menikah. Benar-benar berbeda dari yang ditampilkan di majalah—yang bahagia dan seperti jodoh yang dipertemukan.

Sebenarnya ayah dan bunda kenapa, sih. Terlihat ogah-ogahan, padahal itu acara pernikahannya sendiri. Fabian membatin pada dirinya sendiri dan tampak menyesal dengan temuannya hari ini. Tampaknya ia seperti menarik masalah orang tuanya ke dalam hidupnya. Pikirannya sekarang hanyalah ingin kembali ke apartemennya dan menelepon Sura.

Mein Gott, aku akan gila. 

TBC

Was ist denn hier quatsch?! : quatsch sendiri berarti 'tidak masuk akal', namun untuk kalimat ini berarti 'What the hell is going on here?!'

nas's notes: Terima kasih banyak sudah mampir sembari memberikan vote dan komentar di tellonym, wp, atau qrt twitter. :") 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top