172. A Villa in Tuscany

nas's notes: berhubung part ini adalah ending dan setelah ini adalah epilog, aku boleh minta tolong untuk teman-teman yang belum pernah hype part-part sebelumnya, baik di wp dan twitter aku, untuk melakukan hype terlebih dahulu? ayo yuk sebelum mematikan data kalian untuk membaca part ini, kalian bisa bantu aku untuk mengapresiasi cerita yang ditulis sejak agustus 2023 ini supaya aku bisa lebih semangat untuk menghadirkan karya lainnya.

aku harap setelah ini aku bisa menulis karya yang lebih baik lagi. aku juga terbuka untuk feedback yang berupa kritik, saran, dan juga tambahan untuk semuanya selama aku menulis cerita ini.

terima kasih banyak untuk semuanya dan selamat membaca!

Firenze, Italy
End of April, 2027

"Hai Nona Sura, bagaimana makanannya hari ini?"

Sura yang tampak menikmati beberapa hidangan tradisional Italia itupun langsung mengangguk senang begitu seorang wanita berumur lima puluhan akhir mendatanginya untuk menanyakan tanggapannya soal hidangannya. Semenjak Sura pulang dariTransatlantic trip-nya dengan Shadira, ia langsung dijemput oleh sahabat kecilnya Sibylla Giske di Barcelona, Spanyol. Sibylla sudah mendengarkan ceritanya Sura dan sangat memahami bahwa Sura adalah tipe yang mudah memaafkan, langsung menyarankan sahabatnya itu untuk mengambil waktu dengan dirinya sendiri dengan bersantai di vila keluarganya di Tuscany, Italia. Sejak kedatangannya di pertengahan April, Sura sudah menghabiskan waktu dengan bersantai, mengerjakan pekerjaan remote, hingga memaparkan dirinya di bawah sinar matahari. "Aku tidak pernah memakan ini sebelumnya. Ini enak dan aku suka sekali, terima kasih banyak."

"Baguslah, katakan padaku jika kamu ingin tiramisu. Aku sudah membuatnya untukmu, Nona!" ucapnya girang sembari melihat Sura mengambil suapan terakhir dari makan malamnya. "Nona harus banyak makan dibandingkan memikirkan calon suami Nona. Jika ia lelaki yang bertanggungjawab, ia akan menjemput Nona ke sini."

Sura langsung tertawa sembari menunjukkan raut wajahnya yang cantik. "Kamu baik sekali sudah menyesuaikan menu-menumu agar aku dapat memakannya, terima kasih banyak sudah menjagaku." Sura mengatakannya sembari memikirkan sebuah pertanyaan yang sudah beberapa hari ini ia pikirkan. "Sembari memakan tiramisu, apakah boleh aku mendengarkan cerita darimu bagaimana vila yang indah ini dapat bertahan lama hingga sekarang?"

"Boleh saja, karena aku bekerja sejak vila ini masih menjadi milik dari pemilik sebelumnya jadi seharusnya aku tahu banyak soal vila indah ini. Aku harap Nona tidak bosan mendengarkan ceritaku."

"Aku suka mendengarkan cerita! Ayo ceritakan padaku!"

"Tunggu sebentar, Nona, aku ambilkan tiramisu untukmu terlebih dahulu."

Setelah perempuan Algeria itu kembali dengan tiramisu di tangannya, ia duduk bersama Sura untuk menceritakan pengetahuannya soal tempat kerjanya selama beberapa dekade ini.

"Well, Vila ini dibangun sejak tahun 1910-an dan kerap berganti-ganti kepemilikan dan pernah menjadi tempat tinggal dari beberapa pesohor—dari anggota keluarga kerajaan, industrialis, hingga selebriti tahun 1960-an. Aku mulai bekerja sejak vila ini mulai dikenal sebagai lokasi syuting dari film Endless Summer dan juga menjadi vila pribadinya Timothy Marsh—kamu tahu, aktor dari Inggris yang visualnya setara dengan Charles Leclerc dan Jeong Jaehyun itu."

Mendengar nama aktor Timothy Marsh, ia ingat bahwa pamannya, Peter, begitu menyukai aktor tersebut. Setelah ini, Sura berencana untuk menonton beberapa filmya di kamar. "Aku belum pernah menonton filmnya, namun pamanku mengatakan Timothy Marsh seperti Ralph Fiennes dan Paul Rudd."

"Itu untuk kemampuan aktingnya! Cara Timothy berakting juga mengingatkan aku pada Cillian Murphy yang memiliki karisma yang luar biasa! Intinya Timothy Marsh ini tampaaaaan dan hebat sekali."

"Seandainya aku hidup di jaman bundaku muda, pasti terasa menyenangkan. Tampaknya kamu memiliki mengetahui banyak referensi soal pop culture."

"Tidak juga—Timothy Marsh memang hebat, namun ia meninggal muda setelah menikah dengan istrinya. Istrinya berasal dari Frankfurt dan ia begitu cantik serta pekerja keras. Setelah Timothy meninggal, perempuan itu juga mewarisi hartanya, termasuk vila ini. Mari kutunjukkan fotonya!" Perempuan paruh abad tersebut membuka Iphone-nya dengan perasaan senang dan ia menunjukkan salah satu foto yang berada di galerinya. Mata Sura membesar karena ia pernah melihat foto ini dari bundanya setahun yang lalu.

"Sabine Amari?!"

"Yup! Saat aku muda, Sabine sudah membangun karier cemerlangnya sebagai supermodel. Ia menjadi supermodel untuk membiayai kuliah tekniknya. Setelah ditinggal mati oleh suaminya, Sabine menjadi lajang dan beberapa tahun setelahnya, langsung menjalin hubungan dengan Alexander Kanakaris. Hubungan mereka juga sama terkenalnya, mereka memutuskan hubungan karena tidak memungkinkan untuk pernikahan beda agama. Sekarang Sabine menikah dengan dokter yang berasal dari keluarga konglomerat dan dokter itu sama tampannya seperti suami pertamanya—entah perasaanku saja, namun vibes dari pria pilihan Sabine ini sama semua."

"Jika Timothy Marsh pernah menjadi suami Sabine Amari, kenapa Sabine malah menjual vila indah ini?" Sura hampir tak dapat melanjutkan kata-katanya dan ia terpikir untuk menanyakan soal kepemilikan vila ini.

"Sabine sudah menikah lagi dan ia ingin keluarga lain mendapatkan kebahagiaan dari vila ini. Lagipula jika Sabine masih memilikinya, ia akan merasa sedih—Sabine dan Timothy pernah bahagia di sini dan Sabine berduka di sini dalam waktu lama. Karena itulah, Sabine tidak ingin mengkomersilkan vila ini. Sabine memang pintar mendatangkan uang kepadanya, namun untuk vila ini, ia agak sentimental, makanya ia memilih untuk menjualnya ke Keluarga Giske."

Sura hampir tidak dapat melanjutkan ke pertanyaan berikutnya. Ia tidak berekspektasi bahwa bundanya ingin ia mengetahui apa yang dialami oleh Sabine sebelum berhasil memperluas jaringan hotel suaminya. Ia menangkap bahwa tujuan sebenarnya bunda adalah karena hidup berputar, berubah, dan tidak sesuai dengan dugaan, jadi bunda ingin putrinya tahu bahwa perubahan besar di hidup seseorang itu adalah hal yang wajar. Perempuan muda itupun berusaha menghabiskan tiramisunya—tampaknya ia menemukan tiramisu enak selain buatan keluarganya, namun ia harus bicara dengan Sibylla jika ia ingin datang untuk menikmatinya lagi.

Seseorang laki-laki yang bekerja sebagai penjaga vila tampak mendatangi perempuan yang duduk bersama Sura. Mereka berbisik dan perempuan tersebut langsung memalingkan pandangan pada Sura. "Nona, maafkan aku, apakah kamu mengharapkan kedatangan seseorang?"

Perempuan tersebut hanya berpikir mungkin saja Sibylla dan Edmund mengunjunginya dan ia langsung menganggukkan kepalanya. "Ya, suruh tamuku masuk."

Penjaga vila itupun mengikuti instruksi Sura dan mengantarkan tamunya untuk masuk. Sosok lelaki bertubuh tinggi tampak muncul dari pintu dan membuat para pekerja di vila itu langsung meninggalkan Sura yang masih duduk di kursinya.

"Fabian!" Sura terkejut sembari berdiri dari kursinya.

Fabian Hafiyyan, lelaki yang kedatangannya berhasil mengejutkannya, tampak berjalan cepat untuk mendekati Sura. Ia langsung mengambil kedua tangan perempuan muda tersebut. "Aku harus menjelaskan SEMUANYA padamu, Sura. Kumohon kali ini tolong dengarkan aku."

"Baiklah." Sura langsung menyetujui ajakan Fabian sembari menganggukkan kepalanya.

.

.

.

Mereka tampak duduk dengan nyaman di sebuah sofa yang terletak di ruang tengah. Setelah pengelola vila menyajikan teh untuk mereka berdua, mereka ditinggalkan untuk diasingkan.

"Sura, aku minta maaf karena, secara gegabah, aku membatalkan rencana pernikahan tanpa membicarakannya padamu. Padahal ini rencana pernikahan kita berdua, namun aku mengambil keputusan sepihak, yang bahkan, alasannya karena kamu. Kamu berhak untuk marah, kecewa, bahkan memukul aku, Sura."

"Bi, aku tidak marah." Sura mengatakannya sembari memandangi matanya Fabian yang berusaha untuk mengalihkan pandangan darinya. "Aku bisa mengerti bahwa kamu memikirkan aku, namun aku berharap kamu bisa melibatkan aku. Bukannya aku juga terima-terima saja jika aku diberikan treatment seperti ini, namun kamu harus tahu dari sisiku—saat orang tuaku dan orang tuamu menjodohkan kita, dan juga, saat kamu melamar aku, aku telah memikirkan banyak hal dan kemungkinan yang akan terjadi. Tak hanya kamu yang diuntungkan, namun aku juga diuntungkan dari perjodohan ini. Aku memang kehilangan mimpiku—kamu tahu kalau aku ingin sekali menjadi diplomat, namun aku juga memiliki mimpi yang baru sejak aku masih bersahabat denganmu dan kamu memang menjadi bagian di mimpiku yang baru itu."

"Aku menjadi bagian di mimpi barumu." Fabian mengulang bagian terakhir dari ucapan Sura. Ia tampak tidak yakin dengan dirinya yang sudah mengecewakan Sura dengan tindakannya yang hampir menyabotase semua rencana keluarga mereka berdua. Lelaki itu tampak terdiam dan tidak bisa melanjutkan ucapannya.

Melihat Fabian yang tak dapat melanjutkan kalimatnya, Sura langsung mengambil tangan lelaki tersebut dan meremasnya. "Sebaik-baiknya rencana pernikahan yang sudah kita dan keluarga persiapkan dengan baik, pasti ada hal yang di luar rencana, 'kan? Setelah pesanmu lewat WhatsApp itu, aku memang terpuruk dan pikiranku kacau. Saat sendirian itulah aku berusaha untuk berpikir, apakah aku bisa melalui semua ini? Mungkin kamu mengira bahwa hanya kamu yang mendapatkan masalah, sayangnya aku juga. Aku memikirkan orang tuaku yang lagi-lagi harus melihat pernikahan anaknya batal—jika benar-benar batal. Setelah aku mengetahui sudut pandang orang tuaku, tampaknya mereka tidak masalah. Bahkan terima kasih karena kamu berusaha untuk meluruskannya secara langsung pada orang tuaku. Tentu saja aku sadar bahwa kamu menyakitimu, namun dari situ juga, aku dapat memberikan kesempatan pada diriku sendiri untuk mempertimbangkan kembali. Aku memang bisa melakukan banyak hal sendiri, namun aku memberikan kamu kesempatan untuk membantuku. Aku sudah memaafkanmu, Bi, dan apakah kamu masih ingin menjadi bagian dari mimpiku?"

Mata Fabian mulai berkaca-kaca dan ia tak bisa menahan isak tangisnya saat ia mendengar ucapan yang disampaikan oleh Sura. Fabian selalu tahu bahwa Sura adalah orang yang mudah memaafkan dan ia merasa bersalah karena telah mengacaukan semuanya. Sura tetap memaafkanku meskipun aku telah menyakitinya dan Sura tetap menanyakan aku meskipun aku hampir saja menghancurkan mimpinya, batinnya.

"Kenapa kamu memaafkan aku, Sura?"

"Karena aku tidak ada alasan untuk membencimu. Kamu hanya kehilangan arah dan tidak menanyaiku, namun aku menghargai usahamu untuk memperbaiki apa yang kamu perbuat. Aku akan bertahan jika kamu masih mau menemaniku, membantuku, dan menginginkan aku."

"Seharusnya aku yang bertanya padamu karena semua yang ada di hidupku tampak tidak masuk akal jika tidak ada dirimu. Semua yang telah aku capai dan aku lalui pun karena aku mendapatkannya bersamamu. Aku ingin sekali melanjutkan mimpimu, mimpiku, dan mimpi kita bersama yang selalu kita bicarakan. Jika boleh, apakah kita masih bisa mencapai semua mimpi itu, tidak, apa kamu masih ingin hidup bersamaku?"

Mendengar permintaan Fabian, Sura pun tampak tersenyum dan menahan matanya yang juga berkaca-kaca. Ia meremas tangan lelaki tersebut untuk meyakinkannya. "Aku akan hidup bersamamu, Fabian."

THE END

Published on March 16th, 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top