16. Hyde Park

dr. Gusti Hafiyyan tak hanya membangun kariernya sebagai dokter bedah terkenal di dunia, namun beliau juga berhasil mengendalikan usaha keluarga yang dibangun dari tradisi dan juga cita-cita pendahulunya.

Usaha keluarga tersebut diawali dari beroperasinya hotel mewah yang berada di Munich, Jerman, pada awal 1920-an. Hotel tersebut merupakan cita-cita ayahnya sebagai hotelier dan juga keinginan dari ibunya, seorang wanita Hindia Belanda, untuk berbisnis. Keluarganya tidak mengalami kesulitan karena bisnis hotel tetap berjalan untuk melayani tamu dari banyaknya latar belakang—bangsawan, panglima militer, industrialis, desainer, hingga gundik-gundik yang dipelihara dengan baik oleh para bos kaya Eropa. Pada saat yang bersamaan, ayah dr. Gusti berani memperluas bisnis mereka ke spa hotel, yang diawali dengan pembangunan di Firenze, Italia.

Nasib malang berujung pada suksesi. Pewaris kekayaan, kakak dr. Gusti, meninggal saat Perang Dunia II. Begitu juga dengan adik perempuannya yang mengalami kecelakaan pesawat. Alhasil dr. Gusti, yang saat itu sedang memfokuskan dirinya untuk menjadi dokter, malah dijadikan ahli waris dari usaha hotel keluarganya. Beruntungnya, dr. Gusti juga memiliki keinginan untuk mendalami warisan keluarganya—terima kasih untuk ayah beliau yang hidup lama dan menjadi mentor bisnisnya, walaupun bisnisnya malah semakin bertambah.

Sementara itu, dr. Gusti hanya memiliki anak tunggal, Andrian Yakub Hafiyyan. Sayangnya, Andrian hanya ingin menjadi dokter, dibandingkan menjadi dokter dan ahli waris dari kerajaan bisnis. Sementara ayah dari dr. Gusti tidak memiliki keponakan atau sanak keluarga lainnya yang jauh. Saat melihat anak tunggalnya, dr. Gusti memang awalnya percaya diri jika anaknya bisa menemukan pasangan yang pantas, namun beliau jauh mengkhawatirkan bisnis keluarganya akan mati dengan cepat karena, mungkin saja, pasangan yang dipilih oleh putranya benar-benar tidak peduli. Maka dari itu, tercetuslah ide dr. Gusti untuk menikahkan putra semata wayangnya dengan salah satu putri dari keluarga Amari yakni Sabine Gabrielle Amari. 

Keluarga Amari terkenal sebagai keluarga bisnis penerbit yang berdomisili di Frankfurt dan orang tua Sabine bukan pewaris utama. Namun, orang tua Sabine mendorong putri mereka dalam banyak hal, sehingga Sabine memiliki kemampuan berbisnis yang bagus, menyelesaikan studi teknik perminyakan di Imperial College London, memiliki kecantikan ala campuran nan legendaris, dan menjadi peragawati untuk banyak pagelaran busana dan sampul majalah. Bahkan menurut dr. Gusti, rekam jejak Sabine lebih menarik dibandingkan anggota keluarga Amari yang melanjutkan bisnis penerbit. Karena itulah, dr. Gusti merasa seperti menantikan putri pertama saat menunggu putranya menikahi Sabine—dengan sebab perempuan ini benar-benar memiliki latar keluarga, kepribadian yang baik, kompetensi yang bagus, dan amanah.

Tentu saja saat Sabine menikah dengan suaminya, banyak media yang menyorotinya atas pilihannya. Sabine memang tidak diperhitungkan sebagai pewaris bisnis penerbit keluarganya, namun Sabine tetap dikenal sebagai mantan peragawati yang menjadi insinyur. Yang diperhatikan oleh media dan masyarakat adalah Sabine berhasil meningkatkan levelnya. Apalagi banyak yang menyebutkan bahwa Sabine adalah perempuan yang sangat ingin dijadikan dr. Gusti sebagai anak dan penerusnya (ini statement yang benar) serta Sabine dinikahi karena untuk menutupi gundiknya Andrian yang nilainya jauh di bawah Sabine (ini statement yang salah). 

Selain itu, menikah dengan keluarga Hafiyyan dari The Imperial Garden Group berhasil membuka jalan untuk Sabine mengenal banyak petinggi perusahaan yang mulai menganggapnya serius, nyonya top yang kerap mengundangnya untuk mengobrol, dan para professional yang mendalami bidangnya. 

"Kamu harus baik-baik pada Rafi Ehrlich dan keluarganya itu. Rafi selalu mendesain hotel dan resort sesuai keinginan kita dan keluarganya menyuplai banyak produknya untuk hotel kita." 

Awalnya, dr. Gusti mengenal Rafi Ehrlich, arsitek dari Inggris, dari salah satu proyek yang Rafi Ehrlich kerjakan di Norwegia pada akhir 1980-an. Mata dr. Gusti terpanah saat melihat hasil pekerjaan Rafi yang sesuai dengan selera ayahnya dan memutuskan untuk memperkerjakan Rafi. Setelah menelusuri lebih jauh, dr. Gusti menemukan fakta bahwa Rafi berasal dari keluarga dengan reputasi baik di Inggris. Validasi ini juga diperkuat dengan Sabine yang mengaku bahwa ia berteman baik dengan putri tunggal Rafi, Ingrid, saat ia melanjutkan kehidupannya di Inggris. Pantas saja Sabine selalu melihat Ingrid tampak tidak biasa. Benar-benar terlihat seperti anak tunggal yang diperhatikan oleh orang tuanya dan, tentu saja, selalu tahu apa yang diinginkannya.

Saat menyadari mertuanya begitu menyukai keluarga temannya ini, Sabine memberikan usulan menarik kepada ayah mertuanya. Terutama saat ia sedang mengirimkan anak laki-lakinya ke Indonesia.

"Papa, Papa tahu kalau Fabian ingin menjadi dokter, bukan? Sementara pastinya Papa ingin sekali ada yang bisa diandalkan untuk mengurus perusahaan. Kurasa Papa bisa mulai untuk  menjodohkan Fabian dengan Sura."

"Baru saja aku ingin mengatakannya padamu, Sabine. Boleh. Papa juga menginginkannya. Coba saja kamu yang memberikan ide yang pantas untuk Ingrid."

"Papa bahkan tidak bertanya alasanku lebih spesifik saat aku mencetuskan ide perjodohan ini?"

 "Sabine, Papa sudah mengenal Rafi Ehrlich dan keluarganya. Papa sering sekali mendengar Rafi berbicara tentang Sura dan betapa keluarga Gellert-nya menyayangi Sura. Jika Fabian membawa gadis lain ke rumah dan tidak mendengarkan kita, entahlah apa yang akan terjadi. Benar-benar bencana, bukan? Lagipula kamu tahu sendiri bahwa Fabian benar-benar duplikasi dari Andrian—laki-laki yang harus disetir untuk perjodohannya."

"Benar, Papa, dan aku harus menanyakan Ingrid-ku perihal Sura. Aku terpikir apakah Sura juga dituntut untuk menjadi diplomat atau tidak—Terutama ayah mertua Ingrid, Menteri Luar Negeri itu, pasti ingin cucunya mengikuti jejaknya."

.

.

.

London, UK
Mid-year 2026

"Fabian, apa yang akan kamu lakukan hari ini?"

"Aku jalan-jalan saja bersama Sura, Bun. Aku baru membelikannya cincin nikah."

"Kalian tidak mau menikah besok saja?"

"Wow, Bunda, aku terkejut mendengarnya. Tentu saja kami ingin secepatnya, namun setelah melihat waktu yang akan dihabiskan untuk perencanaannya, kami memutuskan untuk menikah tahun depan."

"Bisa dimengerti, bagaimana untuk tanggalnya? Apa kalian sudah memutuskan?"

"Kami hanya berencana untuk menikah tahun depan, Bunda. Antara aku atau Sura pasti benar-benar sibuk mengurus dokumen untuk pernikahan."

"Okeee, Fabian. Kamu JANGAN pulang dulu ke Munich. Bunda dan Ayahmu harus terbang ke London hari ini."

"Baik. Hati-hati di jalan, Bunda."

Fabian benar-benar tidak habis pikir dengan Bundanya. Mereka duduk di salah satu kursi yang ada di Hyde Park yang menghadap ke jalan yang lebar. Jujur saja, kepergian mereka ke Hyde Park memang murni random tanpa rencana apapun. Mereka memang murni ingin berduaan dan, beruntungnya, taman tersebut tidak terlalu ramai.

Seketika Sura teringat dengan salah satu scene dari film yang ia tonton bersama kakaknya, Nicky, yang dimana terdapat dua tokoh dari latar belakang berbeda bertemu lagi di taman (Sura tahu persis bahwa lokasi pengambilan gambarnya dilakukan di Hyde Park). Scene film tersebut menjelang ending dan beberapa tahun setelah pekerjaan yang dilakukan. Salah satu tokohnya memberikan buku cerita yang berhubungan dengan strategi dari pekerjaan yang dilakukan oleh para tokoh tersebut. 

"Liebchen, kurasa Bunda dan Ayahku akan ke London."

Bukan buku cerita yang Sura dapatkan, namun yang ia dapatkan adalah update mengenai calon mertuanya yang akan mengejar putranya hingga ke London. Fabian dan pikirannya pun tampak sudah pergi ke alam lain. Salah aku menyebutkan kalo aku dan Sura sudah membeli cincin nikah. Batin Fabian saat ia merenungi apa yang ia katakan pada Bundanya.

Sura hanya meremas tangan Fabian untuk menyemangatinya. "Apa yang kamu takutkan?"

Fabian membalas dengan mengenggam balik tangannya. "Aku hanya takut sesaat orang tuaku datang ke London, mereka akan mengajak orang tuamu untuk menyeret kita agar segera dinikahkan. Sebenarnya, aku dengan senang hati akan menikah denganmu dengan tampang benar-benar seperti sedang dinikahkan secara paksa, tapi aku tahu pasti bahwa semuanya butuh waktu untuk hasil yang terbaik."

Tak disangka, Sura pun tertawa sembari mengusap tangan Fabian, kesayangannya, dan kembali menatap iris matanya. "Bahkan di saat-saat seperti ini kamu berusaha untuk menghibur dirimu sendiri dan aku, Bian. Hasilnya juga lucu. Inilah alasan kenapa aku menyukaimu begitu banyak. Oke, memang kamu kompeten, apa yang kamu hasilkan juga lebih dari cukup, dan juga kamu menyayangi aku, namun ada di hidupku dan ternyata kamu menyukai aku saja sudah bikin aku senang."

"Sebenarnya kalimat terakhirmu adalah isi hatiku, tahu," ucap Fabian yang kini mengenggam kedua tangannya Sura, "bahkan aku selalu tidak menyangka bahwa aku disukain balik sama kamu. Setelah mengetahuinya, aku bertekat bahwa aku harus menikahi kamu dan bergerak lebih cepat dari orang tua kita."

TBC

nas's notes: haaai guys! terima kasih yaa sudah singgah ke ceritaku! boleh minta vote atau komentarnya? apa saja reaction kalian sejauh ini! hehe. btw terima kasih juga buat kalian yang sudah responsif dengan vote, komentar, atau memberikan aku apresiasi by qrt di twt dan tellonym. lov you all <33

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top