15. The Uncanny Look-alikes
London, UK
Mid-year 2026
"Kak Nicky, aku sudah dilamar sama Fabian. Aku sudah bilang ke semuanya dan TERNYATA ada campur tangan semua orang."
"WOW CONGRATULATIONS. Aku juga sudah tahu bahwa Fabian merencanakannya. Dia melakukan dengan baik, bukan? OMG my baby sister is engaged. Resepsinya nanti saja kalau ingat. Yang penting nikah agama dan sipil dulu, ya. Send my love to Fabian, ok?"
"I will. Thank you Kak Nicky!"
Ingrid hanya mengarahkan sorot pandang saat mendengar kakak adik itu dalam sambungan telepon. Jemarinya menekan beberapa angka untuk membuka pintu dari lemari besi miliknya. "Kamu belum mengabari Nicky?"
Perempuan muda tersebut mematikan panggilan teleponnya dari tangan kanannya. Sementara tangan satunya terlihat membawa tiga album foto berwarna hitam. "Aku sudah mengabarinya, Bunda. Baru saja."
Sembari menunggu waktu untuk bertemu dengan Fabian, Sura berusaha untuk membunuh waktunya dengan memperhatikan foto pernikahan ayah dan bundanya saat mereka menikah. Dahulu, ayah dan bundanya mengadakan pernikahan agama dan sipil di London, lalu dilanjutkan dengan pesta resepsi terbatas di Jakarta.
Mereka berdua berada di kamar tidur Ingrid, kamar terluas kedua dari rumah mewah yang berada di area elit Kensington. Sura asik dengan foto-foto lama, sementara Ingrid sendiri lebih memfokuskan dirinya untuk membuka isi lemari besi dan berencana untuk menunjukkan beberapa benda pada putrinya. Ia mengisi lemari besinya yang berada di Inggris dengan memento lama—jurnalnya semasa muda yang ditulis dengan ibrani dan arab (yang ditulis tergantung keinginan Ingrid muda dalam bentuk tulisan kursif), surat, foto-fotonya pada saat muda, perhiasan, dan beberapa pemberian dari orang lain yang berkesan semasa hidupnya.
"Ayahmu semasa muda memang tampan, sekarang malah semakin tampan. He ages like fine wine." Ingrid mengatakannya saat melihat Sura memandangi wajah orang tuanya semasa muda dari selembar foto pernikahannya yang diabadikan dari kediaman keluarga Ingrid.
Wajah ayahnya saat muda mengingatkannya pada salah satu pria dari grup idola Korea Selatan yang ia kenal dari cuitan teman baiknya, Daniel Julian. Saat muda, ayahnya pipi agak berisi, garis wajah lembut, bibir penuh, tulang hidung tinggi, dan bentuk mata seperti kacang almond dengan iris mata berwarna cokelat gelap. Dari semua aspek estetika ayahnya—yang mampu memikat perempuan pada jamannya, Sura hanya mewarisi tinggi badan ayahnya.
Sementara Ingrid saat muda terlihat seperti orang asing dengan wajah yang berkarakter. Terlihat dari garis rahang tegas, rambut ash brown, tulang pipi yang terangkat, alis melengkung, dan bentuk gigi yang bagus. Mungkin bunda juga krisis identitas seperti Sura, namun Sura yakin bahwa ibunya terlihat lebih baik. Memikirkan bentuk visual indah orang tuanya dan semua keindahan itu terduplikasi dengan sempurna pada sosok Nicholas Hanan Albert Wiradikarta, kakaknya, membuat Sura heran semasa hidupnya. Sangat mubazir apabila Kak Nicky tidak memiliki pacar dengan penampilan sesempurna itu, batin Sura dengan perasaan sedikit sebal.
Karena terlalu banyak asal usul, Sura sering kali bingung dalam menjelaskan dirinya. Bahkan wajahnya tidak dapat dikategorikan ke kecantikan Indonesia khas daerah tertentu. Untuk segelintir orang Indonesia, Sura hanya cantik berkat hasil pernikahan campuran orang tuanya. "Aku mirip siapa, ya?" gumam Sura yang kini melihat beberapa foto dari keluarga bunda dan keluarga ayahnya dari dokumentasi pesta resepsi orang tuanya.
"Kulihat kamu mirip omi dengan sedikit campuran nini. Namun jid melihat energi kamu mirip dengan ayahnya, your great-grandfather."
"Bukankah jid ditinggal ayahnya sejak kecil? Kenapa jid bisa tahu?"
"Sura, jid tetap tahu deskripsi ayahnya karena diceritakan oleh ibunya. Apalagi ibunya juga memiliki barang-barang peninggalan yang membantu jid untuk mengenal dan mengenang ayahnya," jelas Ingrid yang menjawab pertanyaan putrinya. Semakin dewasa, ia melihat ibunya pada putri kecilnya. Kecantikan yang berkarakter dan tidak biasa. "Kesimpulannya adalah kamu cantik dan mirip dengan keluarga. Sudah jelas kamu anak kandungku dengan Remus Wiradikarta. Jangan berpikir yang tidak-tidak."
Kini, Ingrid melihat Sura melihat fotonya bersama teman-temannya. Ia yakin bahwa putrinya mengenali beberapa wajah familiar—yang hingga saat ini masih mengobrol satu sama lain dengan orang tuanya dan anak-anak mereka juga akrab dengan Sura. Namun, perempuan muda tersebut terpaku saat melihat salah satu wajah laki-laki yang menurutnya asing. "Bunda, dia siapa?"
Dengan segera Ingrid melihat foto yang dimaksud Sura. Ia melihat salah satu orang yang ditunjuk putrinya. Sebenarnya Ingrid mengenalnya dengan baik, namun ia menahan dirinya untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi. Ia juga terlihat berusaha untuk memberikan jawaban yang memuaskan putrinya. "Kamu harus bertanya pada calon ibu mertuamu."
Jawaban Ingrid hanya membuat Sura mendenyitkan dahinya. "Bunda saja. Bunda yang lebih dekat sama Aunty Sabine."
"Setidaknya ada hal yang harus kamu ketahui sebelum menikah dengan keluarga dari calon suamimu, Sura. Meskipun Bunda bisa memberitahu banyak, namun ada hal yang sebaiknya kamu cari sendiri."
Memangnya dia siapa? Kenapa aku harus bertanya pada bundanya Fabian? batin Sura yang menatap foto tersebut dengan dalam. Sura memikirkan bahwa pria tersebut adalah salah satu dari anggota keluarga Amari, namun laki-laki Amari yang Sura kenal hanyalah Joshua Amari—yang sekarang hanya diceritakan atau disebutkan sesekali oleh Fabian saat merindukan pamannya.
Ingrid pun kembali melihat isi lemari besinya dan menemukan buku cetakan akhir 1930-an. "Masih ingat ini?" tanya Ingrid sembari menyerahkan buku dengan sampul tebal yang berjudul The End of the Adventure—buku fiksi karangan 'seorang teman' yang bernama Gustav Linden.
"Bagaimana aku bisa melupakannya? Bunda membacakannya untukku dengan Bahasa Jerman seperti itu," ucap Sura saat menerima buku bersampul tebal dengan warna hijau. Tangannya membuka halaman pertama dan mendapati beberapa kata-kata yang ditulis dengan pena dan pensil. Tangannya kembali menutup buku tersebut dan berencana untuk kembali membacanya sebelum ia kembali ke Jakarta.
"Setidaknya bahasa Jerman Bunda bagus untuk orang yang terlahir sebagai orang Inggris dengan ibu Jerman dan suami yang bisa Bahasa Jerman."
"Alright, untuk anak yang dibacakanThe End of the Adventure di malam hari, aku benar-benar bekerja keras untuk memahaminya. Aku hanya menyampaikan perasaanku." Sura melanjutkan apa yang ia sampaikan pada bundanya dan Ingrid hanya mengangguk mengerti.
"Ketemu!"
"Apa yang ingin bunda tunjukkan?"
Setelah menyudahi pencariannya, akhirnya ia menemukan secarik kertas berwarna hijau yang hanya di keluarkan di negara tersebut. "Sertifikat pernikahan bunda dengan ayahmu yang dikeluarkan di Inggris. Lihatlah!"
Saat Sura melihat sertifikat pernikahan tersebut, ia tak hanya melihat apa yang tertulis sebagai rekam jejak, namun ia juga membayangkan betapa gigihnya orang tuanya untuk menikah. Kegigihan tersebut berbuah pernikahan yang masih penuh dengan rasa sayang hingga sekarang dan selamanya. Bahkan setelah tiga puluh dua tahun yang lalu. Perasaan Sura hanya gemetar saat membayangkannya.
"Aku termotivasi dan aku akan berusaha untuk mengurusnya. Terima kasih sudah menunjukkan sertifikat pernikahanmu, Bunda."
"Tentu saja!" sontak Ingrid dengan perasaan senang yang bersemangat. "Jujur saja, kamu mirip ayahmu, yang ambisius itu, saat mengatakannya."
.
.
.
Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan Rufus, Fabian berhasil menemui Sura pada salah satu toko yang menjual luxury items. Fabian tahu persis bahwa Sura suka meminta bantuannya untuk memilih apa yang perempuan itu inginkan. Awalnya, Sura melihat beberapa pilihan dari pencariannya di laman resmi dari brand tersebut dan sesampainya di toko, Sura sudah tahu apa yang ingin ia coba secara langsung. Tentu saja sembari berusaha untuk tidak mengalihkannya pada opsi lain yang tidak ia sukai.
"Apa yang ingin kamu beli?"
"Sepatu untuk acara pernikahanku tahun depan," jawab Sura dengan perasaan yakin dan sangat bersemangat, "aku membelinya sebagai permulaan dan akan menaruhnya di rumah jid. Sebenarnya agar aku juga teringat kalau aku harus bergerak."
Saat mendengarnya, Fabian hanya merasa tubuhnya lemas dan benar-benar melihat kekasihnya seantusias sekarang. "Nayantara Sura, kamu benar-benar tidak memberikan aku jeda untuk bernafas. Aku baru melamarmu kemarin dan hari ini kamu membeli sepatu untuk acara pernikahan. Inilah kenapa aku sangat menyukaimu."
"Aku sangat mengapresiasi pujianmu. Terima kasih, Liebchen." Sura mengatakannya saat ia dibantu oleh penjaga toko untuk mencoba sepatunya. "Kurasa kamu juga harus membelinya untuk dirimu sendiri, Fabian. Bagaimana menurutmu?"
Pandangan Fabian pun terarahkan pada sepatu putih yang digunakan oleh Sura. Benar-benar cantik, terutama saat Sura mencoba pilihan sepatunya sembari mengenakan salah satu terusan hitam dengan lace putih dari Miu Miu. Fabian tidak bisa mengendalikan antusiasmenya dan pandangannya yang berbinar-binar.
"Kamu cantik sekali. Rasanya aku ingin membawamu kembali ke Munich bersamaku. Jujur, semuanya cantik dan cocok denganmu, jadi pilih yang membuatmu nyaman." gumam Fabian sembari mengakhiri ucapannya dengan senyumannya.
Perempuan muda tersebut hanya tertawa manis saat mendengar jawaban dari pria yang tidak berhenti mengaguminya. Kini ia kembali melihat salah satu sepatu yang sudah ia kenakan dan ia sudah memutuskan untuk membali sepatu yang paling diinginkannya. "Alright, I will take this one."
Penjaga toko tersebut menggangguk senang. "Baik, Nona. Akan aku bawakan bill dan mesin EDC-nya."
TBC
nas's notes: jangan ditanya zodiak orang tuanya fabian dan sura gimana. HAHAHAHA TAPI PART INI LUCU BGT ASDFGHJKL! btw terimakasih banyak untuk dukungannya lewat vote, komentar, dan juga apresiasi lewat qrt twt atau tellonym. terima kasih yaa <33
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top